Sylas Casablanka, begitu beruntung diterima di sekolah elit seperti SMA Arkamaya melalui jalur beasiswa. Dirinya pikir ia bisa bersekolah dengan baik di sekolah elit itu. Tapi jauh dari dugaannya, ia malah terlibat kasus kematian seorang siswi berna...
Bismillah, semoga rame. Tolong dukungannya teman-teman dengan vote dan juga selalu memberikan komentar di setiap chapter. Mari dukung penulisnya dengan cara yang sehat.
🍁🍁🍁
°°°°°°
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Suara dering telepon miliknya langsung terdengar memenuhi satu ruangan kamarnya. Segera Sylas membuka matanya perlahan, walaupun masih sangat lelah dan kantuk, dia memaksakan tubuhnya untuk bangun dari baringnya. Segera ia menekan lampu kecil yang ada di atas meja samping ranjangnya, untuk memberikan sedikit penerangan di kedua matanya.
Lalu ia dengan cepat meraih ponselnya yang masih nyaring berbunyi di atas meja itu. Sylas menyipitkan matanya melihat nomor asing tanpa nama. "Siapa yang menelpon di jam segini?" celetuknya heran. Apalagi orang yang menelponnya itu, tidak ada di daftar kontaknya sebelumnya.
Walaupun begitu, ia tetap menekan tombol hijau dan berucap pada orang yang ada di seberang sana. "Halo? Ini siapa. Dan kenapa nomor gue ada di-"
"Cepetan keluar, Sylas. Aku ada di depan rumah mu sekarang."
Mendengar suara yang sangat familiar itu, kedua mata Sylas yang tadinya lesuh dan masih sangat mengantuk, langsung terbelalak lebar dan menatap tajam ke arah depan. Ia menelan ludahnya, sedikit mengerenyit dan berucap lagi dengan suara yang terbata. "Pa-pak, Adrian?!"
"Iya, ini aku. Cepetan siap-siap, dan keluar sekarang," timpa kembali Adrian. Ternyata laki-laki itu yang menelpon Sylas. Entah kenapa dia tiba-tiba menelpon di jam seperti ini.
Sylas semakin menelan ludahnya. Ia sedikit mengecilkan suaranya, takut kalau ayahnya sampai dengar dan menganggu tidurnya. Sebelum kembali berucap, Sylas melirik ke arah jam dinding yang terpasang di kamarnya. Lalu ia berucap. "Buat apa?"
"Ke suatu tempat yang sangat penting. Ini demi dirimu juga."
"Tapi kenapa di jam segini?! Masa aku keluar di jam 5 subuh kayak gini? Apa pak Adrian udah nggak waras? ... tempat penting apa yang buka di jam segitu?" Sylas mengerenyit. Ia masih tidak paham dengan maksud Adrian.
Sudah menunggu beberapa detik, agar Adrian memberikan penjelasan, tapi tetap saja. Laki-laki itu sama sekali tidak mau mengatakan apapun. Dia bungkam, dan tidak ingin mengatakan kemana dia akan membawanya.
"Jangan banyak nanya. Cepetan siap-siap, aku tunggu di luar. Awas aja kalau kamu sampai nggak keluar dan biarin polisi tampan kayak aku kedinginan di sini. Dah, ku tunggu."
Teeettt...
Adrian dari seberang sana langsung mematikan teleponnya begitu saja. Itu membuat Sylas berdecik kesal. Bukan karena apa, pasalnya ia tidak tahan dengan sikap sok akrab Adrian. Apalagi dia mengatakan apapun yang ia ingin katakan. Dan sekarang, di waktu istirahatnya. Di waktu yang seharusnya dia masih bisa bersantai, malah orang itu datang dan mengganggu.