Chapter 19. Days That Feel Different

Start from the beginning
                                        

❤️‍🔥❤️‍🔥

Sudah hampir seminggu Chanyeol bekerja tanpa henti di kantor cabangnya di luar kota.
Setiap malam ia menatap laporan dari mansion - selalu sama, selalu tenang.
Namun entah kenapa, kali ini ketenangan itu terasa terlalu... sempurna.
Terlalu diam untuk disebut wajar.

Sore itu, tanpa memberi tahu siapa pun, ia memutuskan untuk pulang lebih awal.
Tidak ada kabar, tidak ada pesan.
Ia hanya ingin "melihat sendiri" - alasan yang bahkan tidak sepenuhnya ia pahami.

Malam mulai turun saat mobil hitamnya memasuki halaman depan mansion.
Lampu-lampu taman menyala lembut, seperti biasa.
Dari luar, segalanya tampak sama: tenang, teratur, terkendali.
Namun begitu ia melangkah masuk, ada sesuatu yang berbeda.

Udara di dalam rumah tidak sepekat biasanya.
Aroma parfum ruangan yang biasa menguar di koridor terasa samar - seperti baru saja tertiup angin.
Dan di ruang tamu, di atas meja kecil dekat jendela, Chanyeol melihat sesuatu yang tidak biasa: segelas air, masih setengah penuh, dengan uap embun yang belum mengering.

Ia menatapnya lama.
Haruna jarang meninggalkan gelas begitu saja.

Langkahnya berlanjut menuju taman belakang.
Suara sepatu kulitnya menyentuh lantai batu dengan ritme yang teratur.
Di balik pintu kaca besar, ia melihat halaman sunyi diterangi cahaya bulan.
Namun ada detail kecil yang tidak lolos dari matanya - kursi taman di bawah pohon kamelia sedikit bergeser, seperti baru saja digunakan.

Chanyeol membuka pintu perlahan.
Udara malam masuk, membawa aroma tanah basah dan sisa bunga yang mulai layu.
Ia berjalan mendekat, memandangi kursi itu, lalu menatap tanah di sekitarnya.
Ada jejak sepatu - tidak berat seperti miliknya, tapi juga tidak sekecil Haruna.

Jejak yang dalam dan berjarak rapi, seolah pemiliknya sering melangkah di sana.

Dahi Chanyeol berkerut.
Ia berjongkok, menyentuh bekas pijakan itu dengan ujung jarinya.
Masih lembap.
Baru saja terjadi.

Matanya beralih pada pot bunga di dekat bangku.
Ada sarung tangan kebun tergeletak di sana, dan secarik kain kecil berwarna cokelat muda yang tampaknya bukan milik staf rumah tangga.

"Haruna?"
Suara Chanyeol memecah keheningan.
Tidak ada jawaban.
Hanya suara angin di sela dedaunan.

Ia berdiri diam, menatap sekeliling taman yang sunyi tapi terasa menyimpan sesuatu.
Perlahan, langkahnya kembali ke rumah.
Tatapannya sempat berhenti pada jendela lantai dua - kamar Haruna.
Cahaya di sana menyala lembut.

Sekilas, bayangan seseorang terlihat melintas di balik tirai.

Beberapa menit kemudian, Chanyeol duduk sendirian di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah gelas air yang tadi ia bawa dari meja ruang tamu.
Kepalanya penuh pertanyaan.
Bukan karena ia marah - belum.
Tapi karena ada sesuatu di dalam dirinya yang tahu: ketenangan seperti ini tidak pernah muncul tanpa sebab.

Dan untuk pertama kalinya, ia merasa seperti sedang menjadi orang luar di dalam rumahnya sendiri.

Malam itu, sebelum tidur, ia memeriksa pesan dari bawahannya - semua laporan masih sama: "Tidak ada aktivitas mencurigakan, Tuan Park."

Chanyeol membaca kalimat itu berkali-kali, lalu meletakkan ponselnya di meja.
Ia menatap langit-langit kamar, dan berbisik pada dirinya sendiri,
"Kalau begitu... kenapa rasanya tidak seperti itu?"

❤️‍🔥❤️‍🔥

Pagi itu matahari muncul lebih lambat dari biasanya.
Udara masih lembap setelah hujan malam tadi, dan halaman depan mansion berkilau oleh sisa embun yang menempel di daun.

Haruna berdiri di depan pintu utama, menunggu.
Chanyeol, yang jarang berangkat pagi, hari itu memutuskan untuk pergi lebih awal - dan, untuk alasan yang tidak ia katakan, meminta Haruna menemaninya sampai mobil datang.

Ia keluar dari dalam rumah dengan langkah tenang, jas hitamnya rapi, dasinya sempurna seperti biasa.
Begitu melihat Haruna, ekspresinya sedikit melunak.

"Sudah siap?" suaranya rendah, nyaris seperti gumam.

Haruna mengangguk. "Ya. Aku hanya ingin mengantarmu."

Chanyeol menatapnya beberapa detik - tatapan yang lama, seperti ingin memastikan sesuatu yang tidak ia ucapkan.
Lalu, tanpa banyak kata, ia melangkah ke halaman. Haruna berjalan di sampingnya, berjarak setengah langkah.

Udara pagi di sekitar mereka terasa terlalu tenang.

Ketika mereka sampai di depan mobil, seorang pria muda yang sedang merapikan tanaman di dekat pagar menegakkan tubuhnya.
Jun.

Ia memegang sekop, tangannya sedikit kotor tanah, tapi matanya tak bisa menahan diri untuk menoleh.
Dan di sanalah ia melihatnya - pemandangan yang sederhana, tapi cukup membuatnya terpaku.

Chanyeol berdiri di dekat mobil, menatap Haruna dengan cara yang... berbeda.
Bukan sekadar tatapan seseorang pada orang lain, melainkan tatapan yang menyimpan sesuatu yang lebih dalam - sekaligus menekan.
Dan Haruna, seperti biasanya, tidak bisa berbuat banyak selain menunduk sedikit, mencoba menyembunyikan wajahnya dari pandangan siapa pun.

Jun menggenggam gagang sekopnya lebih erat.
Ada sesuatu di dalam dadanya yang terasa berat - bukan cemburu, mungkin hanya rasa tak nyaman yang ia tak tahu harus ia beri nama apa.

Chanyeol menyadari kehadiran Jun beberapa detik kemudian.
Pandangan matanya beralih - tajam, tapi tidak langsung marah.
Ia hanya menatap Jun lama, seperti sedang menilai seseorang yang belum ia kenal tapi sudah membuatnya waspada.

"Kau tukang kebun baru?" suaranya datar, namun cukup untuk membuat udara di sekitar terasa tegang.

Jun menunduk sedikit, mencoba tenang. "Sudah beberapa bulan, Tuan."

Chanyeol tidak menjawab. Ia hanya mengangguk kecil, lalu membuka pintu mobil.
Namun sebelum masuk, ia menoleh sekali lagi pada Haruna.
"Jangan keluar rumah hari ini," katanya lembut - terlalu lembut untuk ukuran perintah, tapi juga terlalu berat untuk disebut permintaan.

Haruna mengangguk pelan. "Baik."

Mobil melaju perlahan meninggalkan halaman.
Haruna berdiri di tempatnya, menatap debu yang naik perlahan dari ban mobil.
Beberapa detik kemudian, ia berbalik - dan tanpa sengaja, matanya bertemu dengan tatapan Jun yang masih berdiri di tempat yang sama.

Tidak ada kata.
Hanya saling pandang sesaat - cukup untuk membuat Haruna sadar bahwa mungkin, hanya Jun yang melihat apa yang orang lain pura-pura tidak lihat:
bahwa di balik keheningan rumah besar itu, ada sesuatu yang sedang tumbuh dan menunggu untuk pecah.

Hanya saling pandang sesaat - cukup untuk membuat Haruna sadar bahwa mungkin, hanya Jun yang melihat apa yang orang lain pura-pura tidak lihat:bahwa di balik keheningan rumah besar itu, ada sesuatu yang sedang tumbuh dan menunggu untuk pecah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
ObsessionWhere stories live. Discover now