Chapter 10 - Strings Between Us

175 116 5
                                        

KANTIN GANESHA

"SUMPAH GUE LAPERRRR" Laras datang membawa sepiring nasi goreng di tangan.

"Eh.. eh nanti nongkrong yuk, kita belom pernah nongkrong bareng nih barempat" usul Nadine

"Boleh juga, di cafe biasanya aja" timpal Kiran

Maureen hendak menjawab obrolan mereka, namun sebuah notifikasi masuk menginterupsi

Gavin Pradipta :

Jangan lupa nanti sore latihan.

Sungguh merusak suasana sekali, pikir Maureen. Ketiga temannya yang melihat ekspresi Maureen tampak badmood pun bertanya dalam saling pandang.

"Lo ikut kan Ren?" Laras mewakili pertanyaan teman temannya.

Maureen pun menyodorkan ponselnya memperlihatkan pesan Gavin tadi kepada mereka. Laras hanya tersenyum penuh arti.

"OMG OMG OMG LO TERIMA AKHIRNYA REEN?" tanya Nadine heboh.

Sontak beberapa orang di sekitar menoleh ke arah meja mereka. Nadine hanya bisa meringis. "Gue nggak sabar liat queen and king baru kita tampil bareng" goda Kiran.

Maureen hanya memberi respon memutar bola matanya, melanjutkan makan bekal makan siang yang Bi Ami siapkan. Namun Laras yang sedari tadi diam mengamati sebenarnya ingin tertawa.


***

Studio musik sekolah sore itu lebih ramai dari biasanya. Drum set, keyboard, gitar elektrik, dan mikrofon sudah disiapkan, menunggu disentuh. Suasana penuh antusias, tapi juga tegang, karena hari ini adalah pertama kalinya Maureen dan Gavin latihan ngeband bersama untuk persiapan pensi. Gavin telah lebih dahulu datang bersama teman-temannya, Arya, Juno, Bryan dan Fadhil, sementara Maureen masih terlihat canggung berdiri di dekat pintu.

"Ren, lo lagi cosplay jadi patung disono? Sini aja kali" Gavin memanggil sambil menggendong gitar akustik hitamnya. Senyum santai khasnya membuat Maureen sedikit menghela napas, mencoba menenangkan diri.

Arya menepuk drum dengan stiknya, mengetes suara. "Santai aja, kita nggak gigit kok"

Latihan dimulai. Gavin memberi aba-aba, dan Arya menghentakkan drum, diikuti denting keyboard Fadhil yang stabil. Juno memainkan bass dengan gaya heboh khasnya. Maureen menggenggam mikrofon, ragu-ragu sebelum akhirnya membuka suara. Vokalnya bening, kuat, tapi Gavin tahu Maureen belum bisa membebaskan suaranya. Jangan tanyakan Bryan sebagai apa karna ia hanya sebagai penonton yang membawa popcorn kesayangannya. 

Maureen hanya bisa mendesah pelan. Ia masih merasa canggung. Biasanya Maureen hanya bernyanyi sendiri, namun sekarang ada beberapa orang yang ikut bermain bersamanya.

"Tenang, Ren. Awal-awal emang gini," ucap Gavin ringan.

"Gini deh, buat awalan ini coba pake gitar dulu, lo mau lagu apa?" tawar Gavin

"Udah ah gue mau balik aja, gue nggak yakin bisa" ucap Maureen ketus.

Ruangan sejenak hening. Sebelum Maureen sampai di pintu, Gavin memetik gitarnya dengan lembut, matanya fokus ke fretboard. Kali ini ia benar-benar tenggelam dalam musik. Lalu ia mulai bernyanyi, suara beratnya berpadu dengan petikan gitar yang penuh penghayatan.


I walked across an empty land

I knew the pathway like the back of my hand

I felt the earth beneath my feet

Sat by the river and it made me complete


When Chaos Meets ColorWhere stories live. Discover now