Prolog

23 16 0
                                        

Nelson berlari secepat mungkin di lorong asrama Seminari Lux Veritatis Giriwening. Napasnya tersengal-sengal, dan suara teriakan yang hampir putus asa terdengar di antara dinding-dinding dingin. Lorong itu sunyi, terlalu sunyi.

" Tolong!" teriaknya, suaranya menggema, membangunkan murid-murid lain dari kamar mereka.

Memori yang baru saja ia saksikan terlalu mengerikan untuk dilupakan. Teman sekamarnya, Joshua, berdiri di depannya beberapa saat lalu... lalu tiba-tiba mengambil cutter dan mengiris lehernya sendiri. Tubuh Nelson gemetar hanya dengan mengingatnya.

Murid-murid lain keluar dari kamar, mata mereka membesar melihat Nelson yang panik. Peter, teman dekatnya, segera menepuk bahunya dengan lembut. "Nelson, tenang... apa yang terjadi?"

Nelson menunjuk ke arah kamar mereka, suaranya terbata-bata dengan logat Ambon yang terdengar jelas. "Kami... kami sedang membaca Alkitab... tiba-tiba dia berdiri... dan dia... dia mengambil cutter... dan... dia mengiris lehernya sendiri!"

Para murid berlari mengikutinya, disusul frater junior. Saat mereka masuk ke kamar, Joshua tergeletak di lantai, bersimbah darah. Raul, ketua murid yang lebih senior, segera memeriksa denyut nadinya. Masih hidup. Segera para romo yang berjaga mengambil alih, membawa Joshua yang terluka parah ke rumah sakit.

Peter tetap di sisi Nelson, menepuk punggungnya dengan lembut. "Kok bisa begini, nyong?"

Nelson menunduk, gemetar. "Aku... aku nggak tau... kakak... kami baru saja baca Alkitab... tiba-tiba dia berdiri... dan..." Kata-katanya tercekat, air mata hampir menetes.

Para romo yang berjaga mengarahkan murid-murid untuk kembali ke kamar masing-masing, dan lorong kembali sunyi. Namun, dari balik pilar, seorang siswa muda tersenyum tipis, matanya menyiratkan sesuatu yang gelap.

"Pendosa... harus dihukum," gumamnya pelan, suaranya nyaris terselip di antara keheningan lorong.

Nelson menatapnya sekilas, dan entah kenapa, bulu kuduknya meremang. Perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih menakutkan daripada kematian Joshua sendiri mulai merayapi pikirannya.

PENUMBRA : The Marks Of SinWhere stories live. Discover now