°•°•°•°
Angin sore menampar wajah Carla. Yang tengah duduk di belakang boncengan Naresh dengan kedua kaki menahan pijakan hingga tanpa sadar bergetar karena berusaha sekuat tenaga menjaga jarak—Aman antara dirinya, tas, dan juga Naresh didepan nya, tetapi semua usaha yang di lakukan nya itu tentu saja tidak mudah sama sekali karena...
Pemuda di depannya—Naresh—membawa motornya dengan kecepatan kayak orang kesetanan, ngebuttt menantang maut.
“Naresh, sumpah, lo kalo mau mati jan ngajak-ngajak gue?!” teriaknya, separuh panik tapi tak mau terlalu memperlihatkan nya.
Malu banget, keliatan ntar gue kek orang baru di bonceng motor gede begini, mana dia ngebut banget lagi sialan!
Naresh meliriknya di balik helm lewat kaca spion motornya. “Tenang, udah biasa gini kok.”
Biasa? Ya, biasa buat mati muda mungkin.
Carla—Kara—mengeratkan pegangan di sisi jok, berusaha tetap menjaga jarak tubuhnya agar tidak bersentuhan dengan punggung pemuda itu, secenti meter pun pasti bisa kutahan. Tekad gadis itu dalam benaknya.
“Naresh! Pelan dikit, plis! Gue bukan pengen meninggoy bareng lo hari ini.”
Setelah Kara bercicit seperti itu, perlahan motor ninja hitam itu akhirnya melambat begitu memasuki kawasan perumahan besar dengan tulisan Kompleks Pinus 9 terpampang di gerbang besinya.
Jalanan yang bercabang, rapi, dan agak membingungkan, untuk ukuran Kara yang pertama kali melihat jalanan ini, perasaan tadi udah ngelewatin bundaran ini deh... Udah yang ketiga apa ke empat ya? Lupa lagi gue.
Ini Naresh mau bawa gue kemana sih.... Kok jauh amat.
Naresh mengarahkan motor menuju sebuah rumah putih di depan taman kecil setelah bundaran ke lima.
Carla langsung turun begitu motor berhenti. Lututnya lemas bukan karena grogi, tapi karena menahan kuat beban tubuhnya di sanggaan kaki motor supaya tubuhnya tidak menyentuh pemuda itu, dengan sekuat tenaga yang ia punya... Meski akhirnya lemas, tapi semua perhatian nya langsung teralihkan ketika melihat Naresh membuka helmet nya dan menyugar rambut hitam nya....
Ganteng sih, tapi bukan pacar gue, batinnya datar, meski sebenarnya ia terpesona.... Dikit. Tapi bohong....
Carla lo figuran tapi dapet pacar spek pemeran utama setdahh..
Belum sempat gadis itu menetralkan napasnya, mencoba menahan diri dan menenangkan jiwa jomblowati nya yang meronta-ronta, suara knalpot lain pun terdengar semakin mendekat. Sebuah motor ninja merah pun tiba-tiba saja berhenti tepat di samping mereka.
Dari situ turun lah seorang gadis berambut panjang—Shenina—dengan wajah sedikit kesal dari boncengan pemuda berseragam Delexion dengan celana kain putih yang sangat familiar di mata Kara.
Kayak pernah liat deh...
“Ih, kalian tuh ditungguin loh di kafe depan sekolah! Tau-taunya malah pulang duluan,” omelnya sembari berjalan mendekat pada Kara dan juga Naresh yang masih stay duduk di atas motor nya.
Carla hanya diam ditempatnya, matanya terbelalak saat pemuda bercelana kain putih itu yang membonceng Shenina membuka helmnya.
Rambut blonde. Lalu tatapan lembut itu....
“Kak Davin?!” serunya refleks, membuka mulutnya tak percaya melihat pemandangan pemeran utama di panggung Teater club aeris itu berdiri tepat di sebrangnya saat ini.
Davin tersenyum kecil. “Hooh, kita udah lama nungguin, taunya malah keduluan pulangnya sama kalian.” sambungnya.
Mulut Carla—Kara—menganga kecil, tapi ia segera menutupnya lagi ketika, matanya mendapati Naresh menoleh menatapnya.
YOU ARE READING
Transmigrasi : The way..
Teen FictionPlaying a Role : The Way Clasic, setelah 10 jam berlalu Kara baru tersadar, bahwa dirinya terbangun di tempat asing lalu... Apa tadi, Delexion High School? Apa benar dirinya mengalami transmigrasi seperti layaknya cerita yang masih hits di webtwon...
