Fattah langsung meraih mangkuk berisi mie sayur lengkap dengan sendok.

“Lo abis dari mana?” tanya Clara.

“Nganter Nicole, kan tadi gue udah bilang.” jawab Fattah sambil menyeruput mie.

“Maksud gue, kalian ke mana dan ngapain?”

“Nyelidikin Aisyah. Bareng anak-anak terserahin juga. Kecuali Tirta, sih.” Fattah berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Oh, lo belum tau, ya? Dia ilang.”

“Hah!? Ngilang? Diculik?”

“Nggak. Kabur. Kita lagi coba cari dia.”

“Kabur? Kenapa?”

“Itu yang lagi kita selidikin.”

“Terus, udah ketemu?”

“Belum. Tapi kita sempet liat mobil yang bantu Aisyah kabur. Plat, warna, tipe, semua kita perhatiin. Lo tau Pak Jeff, kan?”

“Iya, Kak Mohan pernah cerita.”

“Pak Jeff udah nyewa detektif swasta buat ngejar itu mobil. Tapi prosesnya nggak bakal cepet. Kita harus sabar.” Fattah berhenti mengunyah, nada suaranya mulai serius. “Selain itu, kita juga curiga sama Bu Awis, dosen Pradnyawidya. Tapi... untuk sementara waktu dia nggak kita ganggu dulu. Fokus utama Pak Jeff sekarang adalah nyari pemilik mobil, soalnya bukti yang kita punya masih berupa hipotesis yang gampang banget disangkal kalo langsung nyerang dari sisi dosen.”

“Kalian belum yakin, ya?”

“Iya, dan keselamatan Aisyah adalah prioritas utama kita. Masalahnya, orang yang kita hadapin bukan cuma Bu Awis. Suaminya, Inoue Hirohiko… dia jauh lebih berbahaya. Sama kuatnya kayak Bu Valerian.”

“Gue tebak, lo lagi nyari tau soal orang Jepang itu. Dari dulu lo nggak pernah berubah ya, selalu penasaran kalo menyangkut hal-hal gaib. Yah, kayaknya hari di mana Kak Fattah nggak terlibat sama kasus-kasus gaib nggak akan ada...” ucap Clara sambil menyentuh lemari buku peninggalan nenek. “Mau gue bantu?”

Clara memang mengenal Fattah luar dalam. Fattah sedang buntu, itu terlihat jelas dari wajahnya yang lesu.

“Lo tau gue banget. Gue lagi buntu dan butuh saran. Informasi soal Hirohiko-san terlalu sedikit.” kata Fattah.

Clara mengangguk-angguk, memperhatikan dengan saksama. “Lo udah cari info di mana aja?”

“Semua blog di internet.” jawab Fattah, lelah.

“Hmm… gini deh, kalo lo susah nemu di blog Indo, kenapa nggak di blog Jepang aja? Siapa tau nemu?”

Saran itu singkat, tapi berhasil menyadarkan Fattah. Dia membelalak, lalu menunjuk Clara dengan semangat. “Pinter! Lo pinter, Ra! Gue nggak kepikiran!”

Tanpa pikir panjang, Fattah menyambar tas ransel yang tergeletak di kaki meja, mengobrak-abrik isinya, dan mengambil tablet yang dia beli online. Fattah mengetik nama Inoue Hirohiko menggunakan kanji.

井上 広彦

Lalu: Search.

Tulisan-tulisan kanji segera membanjiri layar, membuat mata Fattah sepet dan kepala pening.

“...cuma bisa bilang semangat, Kak.” gumam Clara sambil nyengir.

“Lah, nggak jadi bantu?” tanya Fattah sambil mengerutkan kening.

“Modal google translate gitu? Iya, iya, gue bantu.” jawab Clara akhirnya.

“Nah.” Fattah meregangkan otot-otot leher sebelum mulai membaca satu per satu judul website. Anehnya, hampir semua artikel yang muncul malah membahas tentang Desa Kawakami.

To be With YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora