“Belum bangun?” dari arah pintu, Fattah menoleh ke arah Nicole yang masih terbaring di sofa. Mata Nicole masih terpejam, menandakan kalau dia belum juga terbangun dari tidurnya.
“Belum.” jawab Tirta tanpa bergerak sedikit pun, bahkan kepalanya tak menoleh.
Fattah berdeham pelan. Dia meletakan dua kantong plastik berisi bubur yang baru dibelinya dari depan perumahan ke atas meja, sambil melirik ke arah Nicole yang masih lelap.
Rekor pecah hari ini. Nicole tidur lebih lama dari biasanya. Mungkin, energi roh jahat itu terlalu kuat sampai-sampai Nicole kelelahan seperti ini.
“Mohan mana?” tanya Fattah lagi.
“Di dapur. Kayaknya lagi teleponan sama Bang Harry, makanya dari tadi nggak muncul-muncul.” sahut Tirta.
Baru saja disebut, dari arah dapur terdengar suara Mohan yang penuh kepasrahan.
“Iya... iya, Har... gue bilang iya.” nada suaranya menunjukan bahwa dia sedang diceramahi.
“Diomelin Harry?” Fattah bertanya tanpa suara, hanya menggerakan bibirnya sambil menyembulkan kepala ke arah dapur. Mohan yang melihatnya mengangguk pelan, memahami maksud Fattah.
“Gara-gara Tirta, nih. Tukang ngadu. Padahal udah tau Harry bawel,” keluh Mohan sambil mengepalkan tangannya, seolah sedang memegang pisau dan menusuk-nusuk udara. Tapi sesaat kemudian, dia tersadar bahwa sambungan teleponnya masih aktif. “Eh! Nggak. Gue nggak bermaksud begitu, Har... iya, maap. Ampun.”
Dan, durasi ceramah pun bertambah panjang.
“Buburnya ada di atas meja. Kalo teleponannya udah, ambil aja.” ujar Fattah.
Fattah akhirnya kembali ke ruang tamu. Dia mengeluarkan satu per satu kotak bubur dari plastik, lalu menyerahkan salah satunya yang masih hangat ke arah Tirta. Tapi bukannya menerima, Tirta malah menatap bubur itu dengan pandangan kosong, seperti sedang melamunkan sesuatu. Fattah sempat bertanya-tanya dalam hati, apa harusnya gue nggak masukin kecap ke buburnya?
“…lo nggak suka kecap, Ta? Atau lo nggak suka ada cakwenya?” tanya Fattah.
Tirta tetap diam. Tidak ada respons sama sekali. Fattah mulai bingung, apa anak ini sengaja niat bikin gue jadi fosil? Kalau tahun 2030 nanti ditemukan patung bersejarah dengan deskripsi “penantian seorang senior agar juniornya mau makan bubur”, itu pasti didedikasikan untuk dirinya.
“Ta, plislah… gue butuh kepastian. Lo mau ambil atau nggak?” tanya Fattah.
“Gue nungguin Kak Nicole.” gumam Tirta.
Fattah menghela napas, lalu menutup kembali kotak bubur itu. Dia berjalan ke sisi Nicole dan memegang kening juga lehernya, memastikan bahwa kondisi Nicole baik-baik saja. Dia melirik Tirta, memberi isyarat bahwa Nicole tidak dalam keadaan berbahaya.
“Nicole nggak apa-apa. Dia cuma kecapekan.” ucap Fattah.
Tirta mendongak, menatap Fattah yang masih memeriksa keadaan Nicole.
“Lo lagi mikirin apa, sih?” tanya Fattah, heran. “Muka lo sekarang ini keliatan banget lagi mikirin banyak hal.”
“…gue keinget Kak Sissi.” jawab Tirta.
Mendengar nama itu, Fattah menghentikan gerakannya. Tangannya perlahan menjauh dari tubuh Nicole. Nama itu kembali disebut-sebut setelah sekian lama.
Fattah mengernyitkan alisnya. “Hah?”
“…gue cuma suka ngerasa bersalah setiap kali ngeliat Kak Nicole,” lanjut Tirta pelan. Suaranya terdengar berat, diselingi helaan napas. “Walaupun disuruh buat ngelupain dan hidup tanpa rasa bersalah pun gue tetep nggak bisa. Gue, sekeras apapun… tetep berpikir orang yang ada di hadapan gue ini, Kak Sissi. Apa lo nggak berpikiran sama?”
YOU ARE READING
To be With You
Mystery / ThrillerSeason 2 dari Try to Feel You. "Tak ada yang namanya kebetulan, yang ada hanyalah takdir yang menyamar." A REMAKE STORY This story is originally created by Kak @yakubaka Started: Kamis, 28 Agustus 2025 End: Senin, 13 Oktober 2025
