Prolog

358 207 21
                                        

Maureen Aurora Adhitama tidak pernah benar-benar merasa "di rumah" di mana pun ia berada. Bukan karena ia tidak memiliki tempat tinggal, tapi karena rumah baginya hanyalah empat dinding yang menutup, bukan memeluk. Ia membangun dinding itu sendiri, bata demi bata mengelilingi dirinya dari rasa sakit, pengkhianatan, dan kehilangan yang terlalu sering datang tanpa diundang.

Ada hari-hari di mana ia bisa tertawa lepas, bercerita, dan membiarkan orang lain melihat sedikit kilau di matanya. Tapi ada juga hari-hari ketika ia tiba-tiba menghilang, memutuskan semua sambungan, dan tenggelam dalam sunyi yang bahkan dirinya sulit mengerti. Di mata dunia, ia mungkin terlihat "jutek" atau "tidak peduli", tapi yang mereka tidak tahu, diamnya adalah jeritan yang tak terdengar.

Sementara itu, Gavin Pradipta adalah kebalikan dari semua itu. Tengil, penuh canda, dan hidup di tengah lingkaran pertemanan yang seolah tidak pernah habis. Ia seperti matahari yang tak pernah redup; selalu membawa kehangatan, bahkan untuk orang-orang yang mencoba menolaknya. Gavin tidak sekadar hadir, ia *mengisi* ruangan. Senyumnya, caranya bicara, bahkan tatapan matanya seakan mampu menarik perhatian tanpa ia harus berusaha.

TBC.

Aloo! Kenalin aku penghuni baru sebagai penulis, biasanya aku cuma diem sebagai pembaca atau mentok2 jadi komentator para senior. So, ini cerita pertama aku xixixi. Jangan lupa vote dan komen yaa. Semoga suka

See ya!

- steffiemharani

When Chaos Meets ColorWhere stories live. Discover now