Prolog

6 1 0
                                        

Di depan sebuah rumah, seorang perempuan mondar-mandir resah, entah menunggu apa -atau siapa. Tak lama, deru motor dari kejauhan terdengar, memecah keheningan dini hari itu.
Yang ditunggu datang, memarkirkan motornya di depan yang menunggu sedari tadi.

"Kamu kira aku ga bakal dateng, ya?" tanya lelaki yang ditunggu dengan cengiran khasnya.
"Ya, ga yakin aja kamu bakal dateng." timpal yang menunggu.
"Nyatanya aku dateng, kan?"

Dia... ga marah? - diurungkan niatnya bertanya.
"Kok bisa sampai sini?"
"Ya kan kamu udah share loc"
"Bukan ituuu"
"Iya, tau. Gapapa, tenang aja."

Tau, laki-laki itu selalu bilang kata "tau" semudah itu, tanpa benar-benar tahu apa yang dialami perempuan itu, tanpa benar-benar tahu apa dampak dari merasa tahunya itu.
Tenang, betapa mudahnya dia berujar tenang, saat keseluruhan hidup perempuan itu tak lagi tenang sejak kehadirannya.

"Yaudah masuk dulu" timpal si perempuan.
"Bentar, kamu duluan aja, nanti aku nyusul." sembari melepas sarung tangan dan jaketnya, menyampirkannya di stang motor customnya.

"Cieeeee yang ditunggu datang juga." heboh seseorang di dalam rumah, sambil menyenggol lengan si perempuan.
"Apasih, gue juga kaget orangnya dateng, lo tau sendiri kan doi punya pacar."
"Buat lo, apasih yang ga dia lakuin?"
"Ya, dia mah emang ga pernah mikir, ga pernah mikir cewenya marah, ga pernah mikir-"
"Ga pernah mikir lo yang dimarahin cewenya?"
"Ya gitulah, lo yang paling tau hubungan kami kan, Nat" timpal si perempuan pada teman dekatnya itu.

Di pesta (?) - atau entahlah, keramaian malam itu, tampak kedua sosok tadi, kini duduk berdampingan, memilih kursi yang agak berjarak dengan yang lainnya, sedikit canggung, tidak saling bersandar, seolah tetap saling memberi ruang amannya.
"Lintang."
"Hm."
"Aku minta maaf, ya."
Lintang, nama perempuan yang menunggu itu, menengok ke sosok laki-laki yang dia tunggu semalaman, laki-laki yang barangkali ia tunggu seumur hidupnya, laki-laki yang -akhirnya, mengajukan permintaan maaf.

"I used to rule the world, seas would rise when I gave the word, now in the morning I sleep alone, sweep the streets I used to own."

Alarm Viva La Vida - Coldplay menghentak telinga, Lintang pun terbangun.
Sedikit tidak percaya, mengusap wajahnya kasar.
Ternyata mimpi.

"Sudah delapan tahun." batinnya.

Saat membuka smartphone untuk mematikan alarmnya, ia lalu tersadar,
"Fuck, Kenapa juga harus diingetin lewat mimpi di hari ini." perempuan itu mengumpat.

Hari ini, seorang laki-laki yang Lintang pernah kenal berulang tahun, laki-laki yang sialnya, setelah sekian lalu berselang, mampir ke mimpinya semalam, laki-laki berjuta kebetulan, laki-laki yang memiliki nama panggilan dengan arti yang sama dengannya, "bintang", Tara - Tara Adhyaksa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SublimasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang