"Aji!" panggil seseorang yang membuat Aji menoleh ke belakang. Mas Tian dengan baju yang masih rapi berjalan ke arahnya. Aji merasa terhipnotis dan tidak mengalihkan pandangannya pada Tian.
"Loh mas Tian sudah pulang kerja?" tanya Aji. Ia kemudian meletakkan sapunya.
"Baru aja pulang Ji. Tadi dijemput bapak, terus bapak pulang duluan. Mobilku sudah bisa dipakai belum Ji?" Tian mengelus tangannya sendiri pelan untuk mengurangi kegugupannya. Aji memang semenarik itu di mata Tian. Entahlah bagaimana bisa ia tertarik pada pemuda desa ini.
"Bentar tak ambilkan kuncinya dulu mas di kamar atas," ucap Aji sebelum meninggalkan Tian.
Tian memandang bengkel milik Aji yang sudah bersih dari alat-alat bengkelnya. Tian juga tidak mengerti apa nama alat-alat itu. Maklum dia memang sama sekali tak pernah memegang alat bengkel. Jika motor atau mobilnya rusak tinggal langsung ia antar ke bengkel hitung-hitung menambah pelanggan mas bengkel.
"Mas Tian ini kuncinya." Aji menyerahkan kunci mobilnya pada Tian.
"Makasih loh Ji."
"Belum dicoba kok udah bilang makasih mas," jawab Aji yang membuat Tian agak tersipu. Serasa digombalin Aji. Padahal maknanya tak sekotor itu. Hanya saja Tian juga sudah ditahap naksir Aji.
"Kalau gitu tak coba dulu ya Ji." Tian kemudian berjalan ke arah mobilnya dan mencoba mobil itu.
Suara deru mesin mobil mulai terdengar. Tian kemudian mematikan mesin mobilnya dan berjalan menuju Aji lagi. Senyumannya tak pernah padam dari wajah tampannya. Aji sedikit terpana, seolah memberinya celah untuk mengagumi sosok Tian.
"Udah bisa Ji. Sekarang udah bisa bilang makasih kan?" ucap Tian. Aji hanya terkekeh karena guyonannya ditanggapi oleh Tian.
"Boleh mas silahkan."
"Makasih Ji. Oh iya jadinya habis berapa?" tanya Tian. Aji segera memberikan nota dari temannya. Karena memang bengkel Aji hanyalah bengkel motor bukan bengkel mobil. Ia juga hanya sekedar tahu mesin-mesin mobil.
"Ji. Kamu nanti latihan ke rumah atau enggak?" tanya Tian setelah memberikan uang pada Aji untuk membayar jasa bengkel temannya.
"Pasti mas. Apalagi beberapa hari ini akan ada acara purnaman sekaligus buat latihan bersih desa juga," jawab Aji.
"Oh...kirain hari ini nggak ada latihan reog." Tian sudah gugup kembali. Ia juga agak bingung apa yang harus ia tanyakan lagi untuk basa-basi pada Aji.
"Mas! Mau mampir ngopi dulu nggak?" tanya Aji. Entah setan mana yang merasuki Aji hingga seberani menawarkan kopi pada Tian. Aji bahkan tidak tahu apakah Tian juga suka kopi hitam seperti dirinya. Atau Tian lebih suka kopi-kopi yang ada di cafe-cafe mahal itu. Goblok Aji! Ia merutuki dirinya sendiri.
"Boleh," jawab Tian. Hati Aji ikut sumringah mendengar jawaban Tian. Meski ia hanya bisa menyajikan kopi hitam.
"Ayo mas ke atas kalau gitu." Aji mengajak Tian naik ke kamar miliknya. Di depan kamar ada teras yang cocok untuk menikmati kopi di pinggir telaga.
Tian pelan-pelan menelisik tempat milik Aji. Ia naik tangga dan sampai di depan pintu kamar yang tak lain milik Aji. Baru berkenalan beberapa hari sudah diajak ngamar sama mas crush. Begitu pikir Tian. Ini merupakan waktu tersingkat ia pdkt hingga bisa masuk ke dalam kamar seseorang.
"Lewat sini mas," ucap Aji sembari menunjukkan jalan yang berada di sisi depan kasur yang terlihat rapi. Bau wangi Aji menyeruak ke dalam indra penciumannya. Sangat wangi hingga Tian sedikit tergoda untuk tidur di kasur itu.
"Duduk sini mas." Aji menunjukkan kursi kayu yang terletak di teras kamar. Tian tersadar dari lamunannya dan memilih untuk berjalan lagi. Ia kemudian duduk dan memandang senja dan telaga di depannya.
YOU ARE READING
DUA YANG TAK SAMA (joonghwa version)
Fanfiction(lokal/jawa au) |🚫boyslove🚫 Aji hanya mencintai namun semuanya terasa salah.
