B

35 9 1
                                        

Marka tau ini hanya mimpi, tempat yang sejauh mana mata memandang hanya lah bunga dimana pun itu. Bahkan ditempat dia berpijak ada bunga yang diinjaknya hingga patah.

Dia terus berjalan mengabaikan bunga yang dipijaknya, hingga sampai dia di sebuah pohon besaaar. Saking besarnya dahannya tak terlihat sampai mana.

Disana ada Haechan sedang duduk di ayunan dikelilingi kupu-kupu. Haechan tampak segar, tidak seperti malam tadi saat dia menemuinya.
Haechan berbalik menatap Marka, mata mereka bersitubruk. Marka terpana beberapa saat sampai suara Haechan menyadarinya.

"Kenapa sih kamu kesini juga?". Haechan tampak kesal karna hadirnya Marka. Marka ingin menjawab tapi suaranya tercekat di tenggerokan.

Perlahan Haechan turun dari ayunan, berlari mengejat kupu-kupu seperti anak kecil. Tawa ceria nya sedikit mengalihkan Marka dari suasana teganh barusan. Setelah puas berlari Haechan kembali menghampiri Marka dengan napas yang masih ngos-ngosan.

"Hahh, enak banget tau disini. Ga kaya di sana, aku dapetnya sakit doang hahh". Ujar Haechan sembari merebahkan tubuhnya di atas karpet merah yang tidak Marka lihat tadi. Tiba tiba saja ada karpet. Aneh.

Haechan memberi gestur pada Marka agar tidur di sampingnya, Marka ikut berbaring. Hening beberapa saat hingga akhirnya Marka berceletuk.

"Kenapa lo bisa ada disini? Lo ga ngelakuin sesuatu yang buruk kan?". Marka ngomong gitu sambil natap Haechan yang dari tadi tidak mengalihkan pandangan dari awang-awang yang tertutup daun daun lebat.

"Enggak". Haechan menggelengkan kepala, kemudian dia ikut membalas tatapan Marka.
Tatapan yang gak pernah Marka berikan padanya saat ia di dunia nyata dulu.

"Aku lagi istirahat aja disini, besok aku pulang kok hehe". Haechan nyengir sambil ambil ancang ancang buat bangun dari pembaringan, Marka ngernyitin keningnya. Nih anak mau apa lagi, ga capek apa ya?.

"Udah, sana pulang. Tuh jalan liat kan?". Haechan nyuruh Marka pulang sambil menunjuk bunga bunga yang udah tumbang di injak Marka tadi. Marka berdiri dan natap Haechan bentar sebelum berbalik dan ada cahaya yang ngisap dia.

Hal terakhir yang dia liat cuma senyuman dan lambaian tangan Haechan doang.

.....

Marka tersentak dari tidurnya, dia melihat sekeliling ini sudah kamarnya. Dia ngelihat jam yang udah jam Tujuh kurang, Marka ke kamar mandi dalam keadaan masih linglung.

Apa bener dia mimpi Haechan? Kenapa kaya nyata banget dan tumben dia mimpiin mantan kekasih nya itu. Marka masih ingat jelas senyuman dan gerutuan Haechan di mimpi itu.

Marka keluar kamar buat turun kebawah mau makan, pagi ini Marka ada kelas pagi. Di bawah udah ada Mom And Dad Marka nunggu Marka buat makan bareng.

Mom agak aneh liat tingkah Marka pagi ini, biasanya anaknya itu bakal teriak kalau dia udah selesai dan ngecup pipi sebelum duduk di kursi. Tapi pagi ini Marka langsung duduk tanpa rituala pagi nya itu.

"Mark? Kenapa nak? Ada masalah?". Tanya Mom yang khawatir sama keadaan Marka.

"Engga Mom, Marka cuma mikirin mimpi Marka doang kok". Katanya sambil mengambil roti dan mengoles selai kacang di atas rotinya. Mom yang paham hanya mengangguk. Mereka lanjut sarapan dengan tenang.

Marka berangkat kampus dengan Motor nya, niatnya mau jemput Renja. Karna Renja bilangnya di antar supir jadinya Marka langsung ke kampus.

Di kampus Marka udah ditungguin Geng dia buat ke kelas, emang sih ada yang beda kelas. Cuma ya sama sama jalan di koridor tuh rasanya beda. Mata Marka bergulir kian kemari mencari sosok yang di mimpi semalam, tapi tidak ad nampak batang hidungnya.

"Nyari siapa?". Suara lembut itu ngalun indah bertanya pada Marka. Renja, kekasih baru Marka.

"Ah. Engga, liat liat doang". Renja tau Marka bohong tapi ia hanya iyakan saja.

Kelas Marka, Jemin, Jeno itu satu jurusan. Di situ mereka pisah dengan Renja. Renja di jurusan Seni sedang mereka Teknik.

Dalam hati Jemin sedikit takut ada hal buruk yang terjadi ataupun yang di lakukan Haechan. Dia memang membenci Haechan karna cerita Abang dan Renja yang bersahut sahut di Mabes. Sebenarnya Jemin tidak menyangka apa yang di katakan Abang seperti itu tentang Haechan.

Dari situlah bibit bibit kebencian timbul di hati Jemin. Padahal dia hanya mendengar dari satu pihak saja, biarlah. Suatu saat kebenaran akan tetap terbuka.

Singkat waktu kelas selesai dan mereka langsung gas ke Mabes. Rumah lama Marka yang tidak di pakai, mereka ubah menjadi Markas Besar. Marka tentu tidak keberatan ya.

Marka, Renja asik berpacaran sambil menonton Film. Sedang Jeno Jemin bersenda gurau sampai dering telepon tidak dikenal masuk. Ditolak beberapa kali oleh Jemin karna menurutnya sangat tidak penting dan mengganggu.

Di telpon ke 6, Jisung. Adik Jemin menyuruh mengangk, siapa tau penting. Jika tidak kenapa spam segala pikirnya. Alhasil di angkat Jemin lah telpon itu.

"Syukurlah. Apa ini teman Haechan? Jika ya bisa anda ke RS Un-".

"Tidak, saya tidak kenal Haechan. Maaf". Belum selesai orang di seberang menyelasaikan perkataannya, Jemin duluan menyela.

"Hey. Tapi teman anda sekarat".

"Aku tidak perdu- APA?! HAECHAN SEKARAT?".

Jemin langsung mematikan Telpon dan langsung ke RS tersebut. Hanya ada satu RS disini.

"Cepat! Haechan sekarat. Perlu kita hubungi keluarganya?". Tanya Jemin yang di dalam mobil bersama jeno. Ya hanya mereka yang pergi karna tiba tiba Renja sakit perut dan Marka tidak bisa pergi.

Di RS Jemin langsung ke Resepsionis mencari ruang Haechan. Berjalan tergesa gesa kesana, di depan pintu ada dua orang sedang mengobrol dengan ekspresi serius. Perlahan Jemin mendekat dan Jeno di belakang.

"Ah! Keluarga Pasien?". Tanya Dokter yang dibalas anggukan oleh Jemin.

"Jadi begini, tetangga pasien tadi datang mengantar pasien ke mari karna pasien kejang kejang dan mulut berbuih". Dokter berkata dengan lirih.

"Setelah kami periksa ternyata pasien overdosis obat dan saat ini kami tidak bisa mengeluarkan zat obat karna sudah 24 jam".

"Dengan berat hati kami nyatakan pasien kritis karna obat yang beliau konsumsi adalah obat keras dan tanpa anjuran dokter". Dokter pamit meninggalkan Jemin yang mematung melihat wajah pucat Sahabat No! Mantan Sahabat nya di dalam sana.

"Jen... Apa kita salah memperlakukan Haechan seperti itu? Entahlah tapi aku merasa akan ada sesuatu yang buruk terjadi". Ujar Jemin pada Jeno yang juga menatap Haechan sendu.

Jujur Jeno tidak tau mana yang harus dia pilih, Haechan juga termasuk temannya. Tapi Ego enggan mengakui dan lebih memilih mengabaikannya. Di saat ia tau bagaimana kehidupan Haechan dirumah ataupun Percintaan Haechan dengan Marka.

Dengan bodohnya dia percaya apa yang di katakan Renja dan Abang pada mereka semua. Ego pasti akan menimbulkan masalah. Kini Esok ataupun lusa takkan luput dari masalah.

..........

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Can't Save Us My Atlantis. ●markhyuck●Where stories live. Discover now