Semilir angin sore menerpa wajah seorang pemuda yang tengah duduk tenang di bawah pohon. Beralaskan kain bermotif kotak-kotak, juga beberapa makanan dan minuman yang tersaji. Beberapa sudah habis, beberapa lagi masih ada yang tersisa.
Pandangannya teduh, menatap damai aliran sungai Han yang terbentang di hadapan. Kedua tangannya menjadi penyangga tubuh, terarah ke belakang seraya. Lalu lalang anak-anak yang berlarian tak kunjung membuat pemuda itu beranjak, semakin mengukir senyum tipis yang samar, sore yang nyaman, menurutnya.
Kemudian senyuman itu hilang, bersamaan dengan isi kepalanya yang memutar kenangan tempo waktu. Tepian sungai Han, selalu menjadi tempat yang ia suka, sejak dulu. Bersama orang masa lalu.
Pemuda itu menggeleng, menepis sekelebat bayangan sesak yang memenuhi rongga dada. Ia menoleh, mendapati seorang pemuda lain yang tengah berlari mendekatinya bersama anak lelaki berusia empat tahun.
"Sayang," panggilnya.
Pemuda yang baru datang itu tampak kelelahan, lalu membaringkan tubuhnya beralaskan kain kotak-kotak itu, dengan kepala yang bertumpu pada paha pemuda yang sedari tadi diam di sini.
"Sudah selesai bermainnya?" tanya si pemuda yang tengah duduk.
"Dad! Aku juga mau tid—"
Belum sempat bocah itu menyelesaikan bicaranya, suara jatuh diiringi tangisan anak lelaki lain membuat ketiga orang itu bangkit. Benar saja, bocah lain terjatuh tak jauh dari sana, mungkin tersandung, bisa jadi. Tak ada yang melihat kejadian itu, kecuali si bocah yang sudah menangis di tempat tanpa beralih sedikit pun.
Lantas saja ketiga orang itu menghampiri. Salah seorang dari mereka mengusap kotor pada celana si bocah, dan yang lainnya sibuk bertanya, atau diam memperhatikan di sisi.
"Kau tidak apa-apa?" tanya si pemuda yang sedari tadi duduk di bawah pohon.
"Mom!" teriak anak itu, keras sekali, beradu dengan tangisnya yang terdengar pilu.
Seorang pemuda berperawakan sedang menghampiri. Raut wajahnya tampak khawatir, langsung menghujani sang anak dengan pelukan singkat. Diperiksanya berkali-kali tubuh anak itu, untungnya selain kotor pada bagian celana, tak ada yang luka.
"Jeno! Kamu membuat mom khawatir," ucapnya pelan sembari memegang kedua bahu bocah tersebut, lalu menunduk untuk menghilangkan rasa takut akan hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi pada anaknya.
Pemuda yang tadi membantu untuk membersihkan celana anak itu berdiri, ia tersenyum lega karena si bocah sudah menemukan induknya. Kemudian ia berjalan, pergi dari sana bersama anaknya sendiri yang sedari tadi hanya memerhatikan.
Menyisakan seorang pemuda lain yang masih pada posisinya. Berjongkok, memerhatikan kedua orang di hadapannya.
"Tidak ada yang luka, kan?" tanyanya.
Tak ada jawaban untuk sesaat, sebelum akhirnya pemuda yang menunduk itu mendongakkan kepalanya. Dadanya bergemuruh, rasa takutnya muncul lagi. Bukan tentang sang anak kali ini, melainkan rasa takut lainnya, tentang takut yang sudah lama tak ia rasakan.
Ia menoleh pada pemuda di sebelahnya. Senyum tipis itu memang tak seberapa, namun lesung pipi sudah mampu tercetak jelas di wajah lawannya.
"Jae..."
"Mom, ayo pulang, sakit..."
Bocah yang terjatuh itu merintih, mengalungkan kedua tangannya di leher si mom, membuat kesadaran pemuda itu kembali lagi.
Pemuda berlesung pipi itu menatap si bocah, lekat dan dalam. Memerhatikan wajah anak itu dengan seksama, mengangumi dalam hati betapa miripnya mata anak lelaki ini dengan pemuda yang ia panggil mom tadi.
"Jaehyun! Ayo kita benahi barang sebelum senja!" pemuda lain berteriak tak jauh dari sana.
Lelaki berperawakan tinggi itu menoleh sesaat, lalu mengacungkan ibu janji, tanda bahwa sebentar lagi ia akan membantu. Lalu matanya kembali menatap pemuda yang masih berjongkok di bawahnya ini. "Aku pergi, senang berjumpa denganmu lagi, Taeyong."
Langkah kakinya ringan meninggalkan pemuda dan anak kecil itu. Menyusul pemuda dan anak kecil lain yang tengah sibuk menata barang bawaan ke dalam keranjang, melipat kain kotak-kotak itu setelah mengibasnya untuk menghilangkan remahan makanan.
Taeyong, pemuda yang masih setia merasakan kalungan tangan sang anak, menatap betapa bahagianya Jaehyun dengan dua orang di sana. Tertawa riang, dan bersenda gurau. Sesekali Jaehyun menjahili anak di sana, lalu mendapat cubitan kecil dari pemuda yang Taeyong lihat memiliki cincin sama seperti yang Jaehyun kenakan di jari manis.
Hingga pemuda itu dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang menepuk pundaknya, membuyarkan isi kepalanya yang berkecamuk. Ia mendongak, mendapati sang suami di sana.
"Jeno tidak apa-apa, kan? Bagaimana kalau kita pulang sekarang?" tanya pemuda itu.
Taeyong tersenyum, kemudian mengangguk. Tubuh anak kecil itu diambil alih oleh pemuda yang baru datang, menggendongnya dengan santai bak koala. Taeyong berdiri, membenahi sedikit rambut Jeno yang berantakan. Tangannya menggandeng indah di lengan pemuda itu, berjalan meninggalkan tempat.
Dan Jaehyun melihat itu. Ia tersenyum, senang sekaligus sesak dengan pemandangan yang ditangkap matanya.
Dia masih sama seperti dulu, hanya saja sekarang Jonghyun yang ada di sebelahnya, bukan aku, begitu batin Jaehyun.
"Daddy kena!" pekik sang anak, membuyarkan lamunan Jaehyun.
Jaehyun sedikit terlonjak, lalu tertawa. Membumbung tinggi Mark Jung, lalu memutarnya beberapa kali di udara.
"Sudah puas, kan, mainnya? Ayo pulang, sebentar lagi hari akan gelap," ucap pemuda yang sudah siap dengan keranjang pikniknya itu.
Kedua orang itu mengangguk. Mark diturunkan oleh Jaehyun, berlari terlebih dahulu menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Menyisakan sepasang orang tua itu, bergandengan tangan dengan mesranya, menatap bangga pada sang putra yang sudah tumbuh kian besar.
"Terima kasih atas waktu luang mu hari ini, Jaehyun," ucap si pemuda.
Jaehyun menoleh, mencium pucuk kepala lelaki di sebelahnya ini sekilas. "Apapun untukmu dan Mark, Winwin."
Kemudian tak ada lagi pembicaraan, hingga keduanya sibuk masing-masing di dalam mobil; Jaehyun yang fokus di balik kemudi, Winwin yang memainkan ponsel untuk melihat daftar keperluan bulanan yang akan dibeli besok, dan Mark yang sibuk mengagumi betapa indahnya sinar matahari sore pada jam 6:15.
Indah, meskipun samar.
YOU ARE READING
ONE SHOOT JAEYONG BYTILLEUL
Fanfiction๑ upload kapan aja sesuka hati ๑ genre campuran ๑ vote & comment ya start : 10-2-2023
