"Kenapa aku harus diperlakukan seperti ini?"
Hening...
Dalam sebuah kamar, terdapat dua orang wanita didalamnya. Satu dengan gaun tidurnya. Terduduk ditepi kasurnya itu. Satu lagi dengan berpakaian jas juga rok span selutut. Tak lupa dengan sebuah iPad dalam genggamannya itu.
"KEMANA PRIA ITU SIALAN?!!"
Prakhg—
Barang-barang yang berada diatas nakas tercecer berantakan. Raut wajah emosi akan frustasi terpancar di wajahnya yang masih terlihat cantik dikala usia sudah dikata sangat dewasa.
Wanita yang lain itu hanya terdiam. Dengan raut wajah yang tenang, ia sama sekali tidak berniat menjawab. Sesekali gerakan jemari nya sangat lincah menari diatas layar iPad yang bewarna Space Gray. Dibalik kacamata, matanya yang sipit itu sesekali melihat pada wanita yang terduduk dan sesekali menunduk pada layar yang menyala. Terlihat menuliskan sesuatu.
"Jawab! Jangan diam saja. Dimana bajingan itu–"
"Tenanglah. Suara mu itu terdengar sampai ujung sana." Kemunculan seorang pria membuat mata wanita yang terduduk menatapnya nyalang. Sedang yang satu terlihat membungkuk singkat. Gesture menghormati sang pria. "Kenapa repot-repot sampai berteriak untuk mencariku? Sangat merindukanku kah adikku tersayang, Dahlia."
•—•
Waktu seakan terus berjalan. Hari demi hari. Minggu demi minggu. Sebulan sudah terlewat dengan tidak terasa.
Hari ini Kalyan sedang ingin bersantai dirumah. Tidak ingin ke kantor, dan tidak ingin kemana-mana. Bahkan saat si anak bungsu itu datang ke kamarnya dan meminta padanya untuk diantarkan ke sekolah, Kalyan langsung berpura-pura tidur kembali. Ia sangat malas, malas, malas, dan teramat malas beraktivitas.
Apakah Kalyan seorang diri dirumah? Tentu saja tidak. Karena terdapat Griffin, si anak sulung, yang juga berada dirumah. Tak lupa, para pembantu juga penjaga.
Kalyan bahkan belum bertemu dengan anak-anaknya sedari pagi, terkecuali Nio yang mendatanginya. Dikarenakan ia yang tak ikut sarapan. Sudah dibilang, hari ini ia ingin bermalas-malasan. Tak terkecuali, makan.
Informasi penting. Bahkan Kalyan tak mengangkat panggilan dari tangan kanannya itu. Sudah dapat ia pastikan, Ken, si pria kucing itu pasti sedang menggerutu.
Tok tok
"Tuan..."
"Ahh Bima. Kebetulan, perutnya emang udah bunyi-bunyi minta asupan." Ucap Kalyan senang melihat Bima yang datang dengan nampan berisi nasi juga lauk pauk. Tak lupa, disampingnya ada segelas minuman bewarna putih.
"Saya tau kapan cacing diperut tuan memberontak." Ucap Bima bercanda. Ya bercanda, dengan wajahnya yang datar.
Kalyan memutar kedua matanya. Mendengarnya, membuat ia merasa bahwa Bima itu aneh. Sebenarnya Bima niat bercanda apa tidak.
"Mau kemana?" Tanya nya melihat langkah mundur Bima, setelah menaruh nampan pada atas nakas, seolah ia ingin langsung pergi.
"Saya ada urusan."
"Urusan apa?"
"Melakukan pengajaran juga pelatihan pada pengawal yang akan berada disisi tuan saat anda ingin berpergian."
Ahh benar. Ia hampir melupakan itu. Sialan memang. Ini semua adalah ide tamaram dari si manusia kulkas itu. Dan pasti, ide itu langsung disetujui oleh kedua orangtuanya. Mengingat, tak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Sial, sial. Sebenernya kejadian itu sudah cukup lama. Tapi entah kenapa, kakaknya itu kembali mengungkitnya. Memangnya dirinya ini anak kecil apa. Sungguh, membayangkan nya saja membuat Kalyan tak ingin membayangkan.
"Jangan pergi dulu dong."
Bima melihat arloji dipergelangan tangannya. Sebentar lagi waktunya ia untuk mengajari. "Apa anda ingin sesuatu yang lain? Biar saya ambilkan." Ucap Bima dengan mata melihat pada tuannya yang sedang berbaring dengan manja. Juga selimut yang hampir menutupi wajahnya. Hanya kedua mata juga rambut berantakan nya yang terlihat.
"Suapin dulu."
Apa?
Hahh benar dugaannya. Sepertinya tuannya ini kembali pada 33 tahun yang lalu. Hanya anak kecil berusia 10 tahun yang tersesat sesaat. Sungguh.
"Maaf tuan—"
"SUAPIN DULU BIMA!!!"
Apa harus sampai berteriak seperti itu tuan? Batinnya.
"Asal kamu tau ya. Tangan aku ini gak mau gerak. Katanya dia males megang sendok."
Konyol.
"Tapi, tuan—"
"10 sendok aja deh. Abis itu kamu boleh pergi. Gak kasian memangnya kamu sama cacing-cacing diperut ini. K-e-r-o-n-c-o-n-g-a-n!! Nih nih denger."
"Keluar. Biar ayah saya yang menyuapi."
"Baik." Bima menunduk hormat. Lekas ia pergi dari sana. Waktunya sudah terbuang selama 10 menit. Sangat berharga. Bisa-bisa pengawal baru itu akan mencontohnya dan menyepelekan waktu.
"Kenapa ditutup gitu? Katanya mau makan. Mau disuapin kan?" Tanya Griffin menatap tumpukan selimut yang menutupi seluruh tubuh ayahnya.
"Ayah makan sendiri aja. Kamu pasti sibuk kan." Ucap Kalyan dengan suara yang teredam akan selimut.
Kalyan merasa malu. Kenapa ia harus bertingkah seperti anak kecil dihadapan Bima? Aish... Ini semua salah rasa malasnya. Apalagi dilihat anak sulungnya. Pasti Griffin akan menganggap ia ayah yang kekanak-kanakan. Ironis. Mau ditaruh dimana mukanya yang tampan ini.
Perutnya kembali berbunyi dengan nyaring. Malu kembali menaikinya. Oh Tuhan...
Srekh-
Selimut ditarik Griffin. Kalyan menyengir. Dengan gerakan cepat ia terduduk. Mengambil piring itu dan menyendoknya. Bersiap memasuki mulut, sebelum sendok dan juga piring diambil alih Griffin.
"Lain kali kalau mau disuapin minta ke aku. Gak usah ke Bima. Jangan bertingkah kayak gitu lagi didepan Bima. Bukan Bima aja, tapi orang lain juga. Aku gak suka ayah kayak gitu ke orang lain. Cuma boleh sama aku. Sama aku, ayah."
—a y a h—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬