"Siapa, anda ini– sebenarnya?"
"Maaf?" Tubuhnya menegang.
Filix tertawa. Dengan gerakan menepuk paha seolah itu adalah sebuah lelucon yang lucu. "Ahh maaf tuan Zey. Saya hanya bercanda karena melihat wajah anda terlihat sangat tegang. Mengesankan melihat respon anda."
Kalyan pun merespon dengan tertawa canggung. Ia melonggarkan sedikit dasi yang terasa seperti mencekik lehernya. Dasi yang dipasangkan si anak tengah, Elard.
"Saya ingin bertanya. Entah itu beberapa minggu atau bulan yang lalu, apakah ada seorang wanita yang datang kesini?"
Ia terlihat berpikir. Mencoba mengulik ingatannya. "Kalau tuan Filix hanya menanyakan seorang wanita, maka saya hanya bisa menjawab banyak wanita yang berlalu lalang dikantor saya. Dan mereka semua bisa dikatakan adalah client saya." Filix menatap Kalyan. "Tapi jika anda menyebutnya ciri fisiknya, kemungkinan 80% saya dapat mengingatnya." Kalyan berucap.
Filix menganggukkan kepalanya. Dengan jari telunjuk juga jempol yang berada dibawah dagu, ia menatap keluar sana. Melihat langit cerah berwarna biru dengan gumpalan-gumpalan awan putihnya.
"Hmm... Rambutnya kecoklatan, panjang terurai sepinggang..? Tinggi semampai, badannya terlihat ramping, tapi juga memiliki beberapa bagian yang menonjol besar—"
Sontak telinga Kalyan memerah. Mendengarnya membuatnya membayangkan yang tidak-tidak. Lagian, kalimat yang diucapkan Filix sangat frontal. Dirinya bahkan hampir tersedak saat meminum kopi nya.
Lupakan. Dari ciri yang disebutkan, fisiknya memang ciri-ciri wanita pada umumnya. Tapi satu hal tentang rambut itu... Sepertinya Kalyan mengingat seseorang.
"—Namanya Dahlia / Dahlia?"
Ucap keduanya dengan kompak.
Sontak Filix kembali menatap Kalyan. Seolah ada binar pada mata hitamnya yang legam.
•—•
Filix membungkukkan badannya dengan senyum nya yang terlihat amat lembut dan hangat. Lalu ia memasuki mobil miliknya yang mana pintu sudah dibukakan oleh sang supir. Setelah ia masuk, pintu pun ditutupnya. Sang supir berjalan memutar kedepan. Memasuki mobilnya. Lampu mobil tampak menyala, tanda mesin mobil sudah dihidupkan.
Kalyan menatap jauh mobil yang melaju. Dengan tangan yang bersedikap, ia menatap malas manusia disampingnya.
Vinscho.
BENAR!! Manusia batu itu kini disampingnya.
Terkejut? Iya, jelas. Saat dirinya ingin mengantar Filix menuju bawah, baru saja membuka pintu ruangannya, ada sesosok manusia yang berdiri dengan menyandar pada dinding. Dengan tampangnya yang datar.
"Kenapa, dik?" Tanya Vinscho pada adiknya itu.
Malas menjawab, Kalyan pun melongos pergi begitu saja.
"Omong-omong, kenapa dia bisa ada disini?"
"Kepo."
"Saya bertanya lho. Sopan kamu jawab seperti itu?"
"Sopan kok."
Melihat alarm dalam kepala nya berbunyi. Kalyan menoleh sesaat kebelakang. Dalam seperkian detik, lidahnya tampak keluar. Memelet dengan wajahnya yang tengil. Lupa akan umur dan tempat dimana ia berada, Kalyan berlari dengan cepat saat melihat kakaknya itu yang semakin dekat dengannya.
"Orang tua dilarang kepo sama urusan anak muda." Ucapnya sebelum benar-benar kabur.
"Sepertinya tuan Zey kerasukan anak kecil." Ratap Ken yang melihat kelakuan bos nya dari meja resepsionis.
•—•
"Terimakasih sudah meluangkan waktunya."
"Ya, ya, jika untuk tuan muda saya pasti akan usahakan."
"Ya. Mari, dok."
Dengan langkah tegap, Elard berlalu meninggalkan bangunin putih megah dibelakangnya. Bangunan putih yang selalu menjadi ciri khas dengan bau obat-obatan, tangisan, mau pun raungan menyakitkan akan kepergian orang terkasih.
—a y a h—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬