Sialnya

13 3 0
                                        

Gambaran anatomi potong lintang otak terlihat jelas pada layar LCD. Bu Candra selaku dosen mata perkuliahan Teknik CT-Scan lanjut sedang menjelaskan secara detail per bagian anatomi dengan nada bicara tegas sekaligus penuh penekanan. Seluruh isi kelas pun memerhatikan saksama, sesekali ada yang terlihat menguap-menguap. Memang, perkuliahan pagi menuju siang ini terbilang cukup menguras energi, sebab materi yang diberikan bejibun dan memuat banyak poin penting. Kabarnya, itu semua karena sebentar lagi perhelatan ulangan tengah semester akan dilaksanakan.

"Harap diingat, ya. Pada gambaran CT Scan ini apabila menemui pendarahan, jangan lupa diberikan tanda atau lebih dikenal sengan sebutan ROI (Region Of Interest), yaitu memberikan sebuah titik penting pada area yang sekiranya terlihat jelas pendarahannya. Setelah yakin, baru kalian hitung volume pendarahannya. Agar apa? Agar Radiolog bisa memberikan informasi diagnostik dengan sejelas-jelasnya."

Penjelasan panjang lebar Bu Candra kompak diiyakan. Kemudian, dosen berkacamata dengan kerudung syar'i menutup dada itu meneruskan penjelasan ke bagian lain, bukan anatomi otak lagi, melainkan anatomi thorax beserta organ yang terlindungi di dalamnya. Di sela-sela penjelasan yang makin mendalam itu, Laksmita berusaha keras untuk tetap fokus memerhatikan ke depan, walaupun debaran jantungnya tidak bisa dikondisikan. Belum lagi sensasi panas dingin kerap menjalar melalui aliran darah, yang membuat Laksmita gelisah sembari menggertakan gigi terus-terusan.

Kalau bukan karena dua pesan datang bersamaan dari dua pemuda yang sedang dan pernah dekat itu, Laksmita mungkin akan menjalani perkuliahan dengan tenang dan damai. Namun, nyatanya dia malah dibuat bingung. Bingung harus membalas apa. Sebab, semuanya terjadi terlalu mendadak. Dia ingin merutuki semesta. Kenapa semesta tidak mendukungnya untuk move on sekaligus menjaga hati agar terhindar dari acara bawa perasaan yang pada akhirnya menimbulkan sakit hati.

Lama kelamaan, Laksmita muak terhadap kondisi jantung yang tidak bisa diajak kerjasama. Alhasil, dia melampiaskan kekesalannya dengan membuat coretan abstrak pada kertas kosong bagian paling belakang dari buku catatannya. Hingga tidak sadar, kertas tempatnya menumpahkan segala amarah itu hampir sobek menjadi beberapa bagian. Beruntung, Radefa tidak memerhatikannya seperti biasa. Cewek Jakarta Selatan itu lebih memilih terkantuk-kantuk daripada melihat Laksmita yang sedang sibuk marah-marah dalam diam.

"Sabar, Laksmita. Saaa-baaar," gumam Laksmita sambil menarik napas panjang, lalu mengembuskannya lagi. Seolah-olah, amarah yang baru saja melekat pelan-pelan terhempas dengan sendirinya.

***

Hampir menyentuh dua jam berlalu, mata perkuliahan Teknik CT Scan lanjutan dengan pembobotan SKS lumayan padat itu rampung juga. Usai Bu Candra menutup kelas dengan kalimat penyemangat, raut-raut wajah yang dipenuhi kesuraman itu mendadak bersinar kembali. Seperti matahari yang baru saja keluar dari peraduannya. Termasuk Radefa, tadinya terkantuk-kantuk mendadak nyawanya kembali terisi 100%.

Keluar pintu kelas perkuliahan, Radefa langsung melakukan peregangan kecil-kecilan. Punggungnya terasa encok akibat terlalu lama duduk di kursi. Meskipun kursi itu ada bantalan empuknya, tetapi tetap saja bisa menyebabkan kebas pada pantat sekaligus pegal linu.

"Sumpaaah, hari ini, kok, kuliahnya kayak lama banget. Mana Bu Candra kalau ngomong cepet. Udah gitu bawain materinya segunung-gunung," keluh Radefa.

Laksmita berdecak pelan. "Segunung-gunung apaan? Aneh banget sumpah."

Kini keduanya berjalan beriringan menuju kantin. Selain asupan nutrisi otak yang harus dipenuhi berupa ilmu, perut juga minta haknya karena sejak tadi cacing-cacing terus berdendang.

"Maksudnya buanyaaak banget, Laksmita!" Radefa membalas nge-gas.

"Santai, Sist. Lagian, kamu, nih, hobi ngontak-ngantuk, tuh, kenapa? Udah dibilangin jangan begadang, masih ngeyel aja," ujar Laksmita sambil bersedekap. Dia mengomel layaknya emak-emak pada anaknya karena susah dikasih tahu. Pasalnya, Laksmita sangat paham kalau Radefa hobi sekali begadang. Beberapakali cewek itu mengiriminya pesan ketika tengah malam menyapa. Dia menduga, Radefa sengaja begitu sebab ingin menyelesaikan ratusan episode dari anime 'One Piece' dalam semalam. Padahal, kalau kata Roma Irama, begadang itu jangan keterusan kalau tiada artinya. Bukan cuma itu, Laksmita pernah membaca artikel dan jurnal yang bilang kalau pembentukan dan perbaikan sel tubuh itu terjadi sekitar jam 22.00 malam ke atas sewaktu kita istirahat.

Nah, apa jadinya kalau kita keseringan begadang? Memaksakan tubuh kita yang sudah bekerja keras dari pagi ke malam itu terus terjaga, tanpa boleh melepas lelah?

"Gue bukannya sengaja begadang, La. Tapi emang gue insomnia, deh, kayaknya," ucap Radefa jujur. "Gara-gara itu, mata panda gue makin tebel. Nyebelin. Gimana, ya, cara ngilanginnya? Takutnya, cowok-cowok ganteng pada nggak mampir ke hati gue kalau gini caranya!"

Laksmita paling malas kalau Radefa sudah mulai menggila begini. Mungkin karena kelamaan menjomlo, otaknya geser sedikit, ada gila-gilanya.

"Cowok ganteng mulu. Udah dapet hilalnya belum? Jangan kebanyakan ngomong kalau usaha aja nggak." Laksmita menjawab sarkas. Sontak Radefa mengerucutkan bibirnya, tidak terima.

"Iya, iya. Gue tau, kok, yang udah punya belahan jiwa. Ya, meskipun cuma sebatas temen aja." Tanpa sadar, jawaban Radefa membuat Laksmita cemberut. "Eh, aku nggak salah ngomong, kan?" imbuh Radefa lagi, sontak satu cubitan di lengan mendarat cantik.

"La! Sumpah, ya! Lama-lama, lengan gue yang putih mulus ini hilang kecantikan paripurnanya." Radefa bicara seraya mengusap-usap lengannya yang perlahan memerah itu.

"Salah siapa juga!"

Meskipun baru saja saling menyindir, Laksmita dan Radefa tetap pergi bersama menuju gerai boba terdekat dari kampus. Kalau soal minuman atau makanan, Laksmita tidak peduli apa yang terjadi. Apalagi sebelumnya ada embel-embel kalau Radefa akan membelikannya milkshake boba rasa matcha dan caramel yang paling best seller di menu gerai itu.

Selagi Radefa sedang memilih minuman pada buku menu sekalian membayar di tempat, Laksmita duduk di bangku panjang yang sengaja disediakan dan diletakan depan gerai, sembari membuka ponselnya. Benda pipih hitam itu baru dibuka setelah dianggurkan selama perkuliahan tadi. Beberapa notifikasi muncul bertubi-tubi usai paket data dihidupkan. Dua pesan yang membuat Laksmita belingsatan sengaja belum direspons. Cewek itu lebih memilih melihat-lihat foto atau reels lucu pada menu explore, alih-alih sebagai healing jiwa raga. Kondisi jantungnya telah berangsur stabil, jangan lagi membuat drama dan merusak suasana.

Namun, tetap saja, sesusah apapun menjaga diri agar tetap dalam kondisi aman, tanpa gangguan, Laksmita malah mencari perkaranya sendiri. Jemarinya bergerak tidak menentu, tanpa sadar berujung mendatangi profil Instagram milik Juvena. Foto mawar tertusuk pisau masih ada di sana. Selain itu, ada beberapa foto yang sudah Laksmita lihat sampai bosan. Puas memastikan semuanya terlihat, kini Laksmita beralih pada bagian foto hasil ditandai dari orang lain.

"Ini siapa?" Sialnya, dia berakhir menemukan sesuatu yang seharusnya tidak terlihat dan membuat hatinya berkecamuk tanpa alasan yang jelas. []

CHECK PATTERNWhere stories live. Discover now