Cklek ..."Xavier, sudah pukul duabelas waktunya kau sarapan," sapa tenang seorang perawat berpakaian putih.
Ia tersenyum tipis sedikit ragu mendekati sosok pria besar berkulit pucat serta rambut hitam agak ikalnya yang duduk tertunduk diatas ranjang, kedua tangan kekar tersebut diikat menimbulkan bekas dari kulitnya yang agak terkelupas akibat gesekan di pergelangan saat mencoba melepaskan diri.
"Aku dengar namamu Xavier ya? Aku perawat baru di rumah sakit ini, sekarang adalah waktunya kamu makan lalu minum obatnya," ucapnya berdiri di samping membawa semangkuk bubur.
"Maaf ya, kau harus di tahan sementara dulu dan tidak boleh keluar karena sedang ada kunjungan," imbuhnya.
Tak ada respon atau reaksi, perawat memeriksa nama yang tertera di dada pakaian pasiennya.
"Kavier, Killian, Winchester? Kavier Killian Winchester, jadi itu nama lengkapmu? Sangat bagus aku jadi teringat salah satu pemain klub bola."
Saat menaikan pandangan ke wajah, dia hampir tersentak mundur begitu diberikan tatapan mengerikan dari kedua mata yang diselimuti aura gelap pasiennya ini.
Sedikit ia tekankan dalam ingatan jika pasien yang tengah ditanganinya adalah pasien paling berbahaya bahkan di cap monster agresif disini, tidak ada perawat yang mau bertahan karena sering mendapat kekerasan dan tak jarang kasus terbunuh olehnya.
Xavier di diagnosis skizofrenia dan bipolar, dua penyakit ganda yang menyerang kewarasannya serta masa remajanya yang gelap, ia dimasukkan ke RSJ setelah melakukan aksi pembunuhan terhadap adik perempuan nya sendiri oleh keluarga Winchester.
"Kunci."
Perawat itu mengerjap mendengar suara beratnya yang membuat bulu kuduk merinding.
"Kunci? Nanti akan aku beri tapi untuk sekarang kau harus menghabiskan dulu makanannya, pagi tadi juga kau belum meminum obat kan?" alih nya mencoba tetap tenang.
"Kuncinya? Aku ingin makan dengan kedua tanganku sendiri!"
"X--Xavier tenang okay biar aku saja yang menyuapimu bagaimana?"
Manik hijau zamrud nya berkilat tajam, memiliki fitur wajah yang dominan barat serta hidung mancung dan rahang tegas sempurna, Xavier terkekeh sumbang dengan gelengan menunjuk wajah pucat si perawat.
"Kau bukan Brianna, aku tidak mau bertemu kalian! Dimana Brianna ku?!"
"Brianna? Aku tidak tau siapa dia," wajah Xavier nampak tertegun bahkan matanya melebar, "Tolong jangan menyulitkan tugasku disini, aku hanya ingin memberi makan pasien gila sepertimu, apa kau tidak bisa bersyukur masih ada perawat yang mau memberimu makan hah?"
Dengan kesal rahang Xavier di cengkram agar terbuka, "Makan! Makan ini dasar gila!" sendok berisi bubur dimasukan secara paksa.
"Haha lihat, katanya kau pasien paling mengerikan nyatanya tidak ada apa-apa dihadapanku, padahal kau sangat tampan, jika saja tidak gila," bibir Xavier di usap.
Grep!
Aakhh!
Tangan lancang itu bisa ia cengkram hingga mangkuknya jatuh dan pergelangan tangannya ditekan berlawanan arah hingga.
Krek!
"Aarghh sakit! Lepas aku mohon lepaskan aku hiks, kenapa kau mematahkan tanganku-- tolong!"
Ia mulai terisak mencoba sekuat tenaga melepaskan cengkraman erat tersebut, Xavier tersenyum lebar setelah berhasil mematahkan tangan wanita ini mengingat borgol nya memiliki panjang yang lumayan untuk menggapai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Ending)
General Fiction𝘚𝘦𝘳𝘪𝘦𝘴 𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘮𝘪𝘨𝘳𝘢𝘴𝘪 08 𝘍𝘰𝘭𝘭𝘰𝘸 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢. _________ "Aku mencintaimu 𝘈𝘥𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘦." "Aku mencintai 𝘈𝘵𝘭𝘢𝘴, cintaku habis pada putraku sendiri." _________ Aurora Certer, seorang aktris...