── .✦ Dua puluh tiga

6.6K 549 43
                                        

Disclaimer 🔞

Jarum jam menunjuk tepat pukul empat dini hari. Langit masih muram, diselimuti gelap yang belum sepenuhnya surut. Suasananya tenggelam dalam keheningan yang nyaris suci, hanya ditemani detak jam dinding dan dengung pelan angin di balik jendela.

Lyora membuka mata perlahan. Bukan karena mimpi buruk. Bukan pula karena alarm. Tapi karena suara seperti kegiatan seseorang tengah memasak, pelan tapi jelas berasal dari arah dapur.

Clang!

Kali ini seperti sendok jatuh atau mungkin panci. Jantung Lyora berdetak cepat.

Aneh.

Rumah ini harusnya sunyi. Semua orang masih tertidur. Dan tidak ada alasan logis untuk ada suara terlebih hanya dia yang mendengarnya. Widuri yang berada disampingnya ma—

"LOH INI KAN KAMAR GUE... ?!!"

Lyora terperanjat, tubuhnya sontak bangkit dari tidurnya. Nafasnya memburu, dan pandangannya menyapu ruangan, kamar ini... tirai biru tua dengan renda putih, dinding krem, rak buku kecil di sudut ruangan. Ini jelas kamarnya pribadi.

"Apa-apaan ini...?"

Ia mengucek mata, berusaha mencari jejak logika, tapi semuanya terasa nyata. Kasur yang empuk, aroma lavender samar dari diffuser yang sudah lama rusak, tas miliknya yang semula dipakai untuk menginap kini tergeletak dilantai, dan bahkan dua boneka beruang yang seharusnya tersimpan di dalam kotak kini berada disampingnya.

"Gue mimpi kali, ya? Perasaan gue tidur dikamar Roro bareng yang lain," gumamnya, setengah berharap bahwa ini hanyalah bunga tidur.

Sebaliknya, suara dentingan dari dapur kembali terdengar.

Clang! Clink... Clink...

Lyora menyibak selimut dan berdiri, kakinya telanjang menyentuh lantai dingin. Dengan langkah cepat, ia membuka pintu kamarnya. Hanya satu orang ia pikirkan yang bisa melakukan hal seperti ini.

Sesampainya di depan dapur, langkahnya terhenti. Draeven tengah berkutat didapur, pria itu bertelanjang dada dengan peralatan memasak yang tercecer disembarang arah. Bau tumisan tercium dan gesekan spatula di atas wajan terdengar jelas sekarang.

"Apa tidurmu nyenyak, sayang?" celetuk Draeven tiba-tiba. Ia menoleh sekilas ke arah Lyora yang tengah melangkah mendekat.

"Apa yang lo lakuin gila Draev! Bunda gue bisa bangun, Kenapa gue bisa ada di sini? Gimana gue harus jelasin ke Bunda sama temen-temen gue? Astaga, lo bikin gue pusing." Lyora mendesah pelan, menahan diri agar tak berteriak dan membangunkan orang rumah.

Draeven perlahan membalikkan badan, sorot matanya tajam. "Menurutmu untuk apa aku membawamu ke sini? Setelah apa yang kukatakan, kau kabur. Aku ragu kau benar-benar ingin mengingat aku."

"Gue nggak kabur! Bu-bukannya lo sendiri yang bilang gue boleh pergi buat mengingat semuanya?" sanggah Lyora, sedikit mundur ketika Draeven mulai mendekat. Netra pria itu tampak menggelap.

Dibalik tangannya mengeluarkan cahaya putih bercampur hitam. Dapur yang semula berantakan kini tertata rapi seperti sediakala, benda yang terjatuh bergerak dengan sendirinya tanpa disentuh tangan dan kompor yang hidup mendadak mati.

Dalam sekejap, Draeven menghimpit tubuh Lyora ke dinding. Nafas mereka saling bersilangan, jarak lenyap tanpa aba-aba.

"Setahuku, kau boleh pergi kalau kau lupa siapa aku. Tapi kenyataannya, kau malah memanfaatkan itu buat menghindar dariku... bukan begitu?" bisikan Draeven terdengar pelan, namun setiap katanya tajam. Ia menyeringai, nyaris penuh kemenangan.

That Naughty Monster is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang