Ini hari yang memalukan, Zetta menatap tajam pada Reiner yang menatapnya sambil senyum-senyum sendiri, cowok itu pasti gila, dia pasti tidak waras, sarafnya pasti putus dan otaknya sisa setengah.
"Kenapa?" Reiner memiringkan kepala, "lo lagi ngumpatin gue dalam hati ya?"
Zetta mendengus, memilih memalingkan wajah ke arah lain dan menatap pada sekumpulan murid-murid yang keluar dari gerbang, ini sudah jam pulang sekolah.
"Zee, mau ikut gue gak?" Tanya Reiner tiba-tiba.
"Gak mau!"
"Galak sekali" Reiner tertawa kecil, "ayolah Zee, gue beli waktu lo deh"
"Berapa?"
Sekali mata duitan tetap mata duitan.
"1 jam seratus ribu?"
Zetta kembali menatap Reiner, "mau ngapain dulu nih, gak aneh-aneh kan?"
"Cuma temenin gue jalan-jalan aja"
"Kemana?
Reiner tidak menjawab, namun dia menarik tangan Zetta untuk memasuki mobilnya, oh tentu saja Reiner tidak menyetir, ada sopir pribadi miliknya yang bertugas menjemput cowok itu. Zetta duduk di sampingnya yang kini tengah menelfon seseorang.
Terdengar decakan dari Reiner, namun saat matanya melihat Zetta, senyum ramah kembali muncul, senyuman yang terdapat lesung pipi itu memang sangat menawan.
Hampir satu jam berkendara melewati jalan raya sampai jalan sunyi penuh hutan, mereka sampai di arena berkuda yang di miliki khusus keluarga Reiner. Suasananya yang jauh dari kota membuat udara di sana masih terasa segar dan asri, padahal ini sudah menjelang sore hampir malam.
Tidak hanya ada arena berkuda di sana, namun lapangan golf yang luas membuat Zetta bisa berlarian kesana-kemari sambil menjejaki rumput-rumput yang tumbuh dengan baik.
Reiner tertawa melihatnya, dia mengenggam tangan Zetta karena gadis itu tidak bisa diam, mereka menuju salah satu sepupunya yang sedang asik bermain golf.
"Tumben bawa gandengan" Sepupunya yang bernama Rhaka langsung menyapa, "Pacar lo?"
"Bukan" Zetta menyahut, "teman"
"Teman tapi gandengan, teman apa teman?" Rhaka menyoraki, dia menatap Reiner dengan senyum nakal, "hati-hati loh, Reiner itu walau pendiam pandai menggigit"
"Tinggal gigit balik" balas Zetta acuh, lalu dia menatap pada stick golf di tangan Rhaka, "lo bisa main golf?"
"Bisa dong, lo mau main juga?" Rhaka menatap Zetta, "gue pake yang wood, lo bisa ambil stick lain di sana" tunjuknya pada sebuah area peristirahatan yang tidak jauh dari mereka, "kalau pemula biasanya pakai iron nomor 7 atau 9"
Zetta meringis, dia menatap pada Reiner yang sedang asik menelfon seseorang, "Rein, kita kesini ngapain?"
Tangan Reiner mengusapi rambut panjang Zetta, "sebentar ya Zee" ucapnya sambil mengetikkan sesuatu di ponsel.
Rhaka ikut memperhatikan, sedetik ada seringai nakal di wajahnya melihat tingka Reiner, namun dia tahan agar suasananya tidak canggung, jadi dia menatap Reiner dan bertanya, "kenapa?"
"Lioner gak bisa di hubungin"
"Ah ya, kemarin juga dia gak datang kesini, padahal jarang banget dia absen kecuali kalau ada jadwal lomba"
Kening Zetta berkerut mendengar percakapan kedua orang itu, "Lioner?"
Rhaka langsung menyahut, "sepupu kita juga Zee, ini kan area khusus keluarga kita-kita"

KAMU SEDANG MEMBACA
Boys With Luv
FantasyZetta Maharani hanya seorang gadis yang ingin memperjuangkan masa depannya. Dia bahkan rela meninggalkan kampung halamannya untuk menggapai mimpi serta cita-citanya. Tapi bagaimana kalau dia tiba-tiba saja memasuki sebuah novel dark romance yang set...