── .✦ Dua puluh

6.1K 436 51
                                        

"OMG! Apa badan gue nggak cukup kecil buat ditindihin lo? Kemarin malem lo menghilang, sekarang muncul lagi kayak jelangkung, moving it's my body!" omel Lyora merasa terganggu karena hembusan nafas hangat Draeven tepat diwajahnya.

Seingatnya, Draeven menghilang tiba-tiba setelah mengancamnya. Dan pagi ini, dia muncul lagi bak perangko yang tahu tempat asalnya dimana. Lyora harus membiasakan diri dengan situasi ini, bagaimana lagi jika posisi mereka sangat intim. Nafasnya terasa tersendat mengingat jarak mereka yang terlalu dekat.

Draeven tidak langsung menjawab. Ia justru memiringkan kepalanya, memperhatikan wajah Lyora yang merona kesal. Bibirnya melengkung membentuk seringai. "Bukankah katamu tubuhku hangat untuk dipeluk?" ucapnya dengan suara serak, suaranya terdengar semakin berat.

"Siapa yang bilang? Kapan gue ngomong gitu? Gue nggak pernah tuh bilang pelukan lo hangat, lo aja yang ngarang! Yang ada, gue pengen lari sejauh mungkin," Lyora mendengus sambil memegang lengan Draeven, mendorongnya agar menjauh. Tapi tubuh Draeven tak bergeming. Ia justru semakin merapatkan tubuh Lyora pada dadanya yang telanjang.

"Minggir ih, berat tahu! Tubuh gue entar gepeng, jangan kayak gini astaga, Oh My God! Gue nggak tahu pintu kamar kekunci atau nggak, lo mau gue ketangkep basah sama Bunda dengan posisi yang bikin dia serangan jantung? Gitu maksud lo?! Iya?! Lagian kasur gue cuman cukup buat satu orang, dua orang juga bisa tapi itu maksa banget. Belum lagi tubuh lo yang seperti titan, dasar monster gila! Udah kemarin malem lo macem-macem sekarang nggak mungkin otak mesum lo nggak bekerja, dan juga kenapa tubuh atas lo telan—"

Draeven langsung membungkam Lyora dengan ciumannya. Tangannya yang sempat didorong Lyora kini mendarat kembali di pinggang gadis itu, menariknya lebih erat. Ciuman itu mendominasi, menekan bibir Lyora lebih dalam seolah ingin menghentikan semua celotehannya. Lyora terperangah, tubuhnya menegang. Draeven sedikit menggigit bibir bawah Lyora, membuatnya tersentak.

"Mmff—" Lyora akhirnya memukul dada Draeven, tidak terlalu kuat tetapi cukup untuk mengakhiri tautan bibir mereka. Nafasnya memburu, pipinya memerah.

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika kita memiliki anak," Draeven berkata sambil tersenyum tipis, matanya masih menatap Lyora lekat-lekat. "Kurasa aku yang harus sabar mendengarkan celotehan istri dan anakku dari pagi hingga bertemu pagi kembali."

"Anak ayam?! Asal aja kalau ngomong! Gue nggak mau punya anak dari lo, entar yang ada nyeremin," Lyora mendengus sarkastis. Ia menyentak tangan Draeven, duduk dan merapikan rambutnya yang berantakan. "Lo mending pergi dulu. Gue nggak mau Lisya tiba-tiba masuk dan lihat Kakaknya sama pria nggak pake baju. Siap-siap aja gue dikebiri."

"Ini masih pagi," Draeven menarik lengan Lyora dengan paksa, membuatnya kembali jatuh terlentang di kasur. Tubuh Lyora kini terperangkap di antara lengan Draeven. "Temani aku tidur," bisiknya. Tanpa memberi ruang untuk protes, Draeven menarik selimut tebal dan menutup tubuh mereka berdua.

"Gila! Kayak suami istri, anjir!" pekik Lyora sambil menutup sebagian wajahnya, menyembunyikan rona tipis yang bersemayam di pipinya. "Gue tahu lo kaya, tapi kenapa nggak pake baju lagi kayak orang gembel? Apa perlu uang yang lo kasih gue beliin baju lo selemari, hah?"

"Cerewet," Draeven berkomentar singkat sambil menampar pantat Lyora, membuatnya meringis.

"Ish! Mukul-mukul pantat gue terus. Lo mau pantat gue bengkak?! Lo itu mesumnya kebangetan," Lyora mendesis kesal.

Draeven hanya memejamkan mata. Ekspresinya berubah, keningnya berkerut seolah menahan sakit. Peluh mulai membasahi keningnya, membuat Lyora khawatir.

"Lo kenapa, Draev?" Lyora mencondongkan tubuhnya, tangannya terulur menyentuh pipi Draeven. Suhu tubuhnya terasa dingin, tetapi peluhnya semakin deras. "Hei, lo lagi sakit? Gue nggak nyangka makhluk jadi-jadian kayak lo bisa sakit."

That Naughty Monster is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang