biar makin kerasa feel nya coba sambil dengerin lagu
cinnamon girl— Lana Del rey*****
BAB 50 – Luka yang Belum Selesai
Langit sore itu cukup cerah. Aqeela baru saja keluar dari gerbang sekolah dengan langkah ringan. Hari ini... lumayan baik. Tidak ada yang menyebalkan, tidak juga terlalu berat. Dia memutuskan untuk tidak langsung pulang—ingin duduk sebentar, menikmati waktu sendiri yang mulai langka belakangan ini.
Langkahnya membawanya ke sebuah kafe kecil di pojok jalan. Tempat yang dulu pernah dia hindari, tapi entah kenapa hari ini menariknya masuk seperti magnet. Interiornya hangat, klasik, dengan aroma kopi dan kayu yang menenangkan.
Dia memesan matcha latte, duduk di dekat jendela, membuka bukunya yang belum selesai dibaca sejak minggu lalu. Tapi matanya tidak betah berlama-lama di halaman yang sama. Ada perasaan aneh di dadanya, seperti firasat samar yang nggak bisa dijelaskan.
Beberapa menit kemudian, pintu kafe terbuka. Aqeela tidak terlalu memperhatikan, sampai suara barista menyebut, “Kopi hitam, atas nama William.”
Jantungnya berhenti.
Telinganya berdengung.
Perlahan, seperti dalam film slow motion, dia menoleh ke arah suara itu.
Cowok itu berdiri di depan bar. Jaket hitam, celana jeans gelap, dan wajah... yang pernah sangat akrab.
William.
Aqeela sontak menunduk. Tangannya refleks menggenggam cup matcha di depannya, seolah ingin menyamarkan getaran yang mulai menjalar dari ujung jari hingga dadanya.
Tapi suara itu—suara yang dulu sering mengisi hari-harinya—menggema jelas di ruang kecil ini.
William berbalik.
Tatapan mereka bertemu.
Sesaat, waktu berhenti.
Aqeela tahu, ekspresi terkejut di wajah William bukan hanya karena dia nggak menyangka akan melihatnya di sini, tapi karena... William seperti melihat seseorang yang pernah dia kenal, tapi tidak yakin sepenuhnya.
William mengerjap. “Aqeela?”
Suaranya pelan, agak ragu.
Aqeela mengangguk kecil. “Hai.”
Canggung. Sunyi. Dan semua kenangan yang sudah dikubur pelan-pelan... mulai naik ke permukaan.
William berdiri di tempatnya beberapa detik, lalu dengan gerakan hati-hati, melangkah mendekat. “Boleh duduk?”
Aqeela menggeser tasnya tanpa menjawab. Isyarat kecil yang cukup untuk mengizinkan.
Dia duduk di seberangnya. Ada jeda. Mereka saling menatap, saling menebak isi kepala masing-masing.
“Udah lama, ya,” kata William akhirnya.
“Iya,” jawab Aqeela pendek.
“Aku baru balik dua minggu ini,” ucapnya sambil tersenyum kecil, “Masih... belajar ngapalin jalan.”
Aqeela tersenyum hambar. “Selamat datang kembali.”
William tertawa ringan. “Rasanya... aneh. Banyak yang berubah. Tapi banyak juga yang kayak nggak pernah berubah sama sekali.”
Aqeela mengangguk pelan. “Termasuk kamu?”
Dia mengangkat bahu. “Mungkin.”
Ada keheningan lagi. Tapi bukan yang menyakitkan. Hanya... kikuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARQEEL
FanfictionAqeela nggak pernah benar-benar peduli sama Harry. Buat dia, cowok itu cuma "salah satu anak Asrama" yang kebetulan ada, tapi nggak pernah masuk dalam radarnya. Harry terlalu pendiam, terlalu dingin, dan lebih sering tenggelam dalam laptopnya daripa...