BAB 8

83 8 0
                                        

“Davidhhh, ahhhh … shitt, fuck me hard! Aaahhg, ikeh … ikeh, aaaah. “

“Bimo, ahh Biiim … your hole—uhhh. “

“DAVID, yang kencang, Sayang! “

“Biiiim … aaaaah, Biiiim! “

Byuuuur!

“Banjir, banjir, banjir! “

“Banjir pala lu peang! Dasar mesum. Bangun oy, udah siang masih bae molor. Kamu teh kebo apa orang sih kasep-kasep molornya kayak koala? Bangun iyeuh! “

“Emak ihhh, David masih ngantuk.” David ngedumel. Heran, emaknya akhir-akhir ini galak kayak bu kos sebelah kalau nagih anak kos yang nunggak. Suaranya cem anggota head hazer teknik. Eh lupa ding, si David yang head hazer. 

Emak mendelik melihat celana anaknya yang basah dan menggembung.

“Enggak sopan! Buruan selesaikan di kamar mandi, jemur kasurnya, beresin, cuci! Meski liburan bukan waktunya bermalasan!” Emak memukul David dengan sapu. David berteriak lalu masuk kamar mandi. Emak ngedumel sambil turun ke dapur memasak. Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar, emak segera ke depan dan membukanya. Bimo sudah berdiri manis membawa sekantung belanjaan. Dia memang udah ada janji mau belajar bikin mirror cake sama emak.

“Eh, Bimo. Masuklah. Wah, Kamu sudah wangi dan rapi, baguslah. Ayo masuk, letakkan saja di dapur bahannya. Mari sarapan pagi dulu,” sambut emak mengajak Bimo sarapan. Suara gedebuk terdengar dari loteng. Soalnya David sibuk menjemur kasurnya di balkon, kalian salah kalau mikir dia basah karena mimpi anu, dia basah karena ngompol. Catet, ngompol, makanya emak murka.

“David kenapa, Emak?” tanya Bimo.

“Udah gak usah dianggap. Ayo makan.”

“Bimo mau tunggu David, Emak,” jawab Bimo malu-malu. Tak lama David turun sudah berganti baju dan mandi. Dia ikut bergabung sarapan, pipinya tampak merah karena ada Bimo. Semalam dia mimpi basah dengan pria manis itu. Bimo tampak malu-malu kucing sedangkan emak hanya bisa menggeleng pelan melihat remaja di depannya. Selesai sarapan Bimo dan David cuci piring sama-sama sambil bersenda gurau sedangkan emak sedang menerima telepon sambil marah-marah.

“David, bagaimana kalau kita buat emak dan papa kamu menyatu lagi?”

“Eh, apa ini akan berhasil, Bimo?”

“Kalau belum coba mana tahu.”

“Tapi bagaimana caranya?”

Bimo pun beringsut mendekat dan membisikkan kata-kata ke telinga David, tapi efeknya lain. David ngerasa setiap bisikan Bimo adalah ajakan untuknya berbuat anu-anu di dapur. David gemetar menahan hasratnya yang setinggi Gunung Kilimanjaro.

“Bagaimana, David? “

“Apanya?”

“Ya idenya. Menurut kamu gimana?”

“Gue oke aja, Bimo. Terserah Bimo baiknya gimana,” tanggap David yang sebenarnya enggak nyambung Bimo ngasih saran apa. Orang dia enggak konek malah konak.

Emak menghampiri keduanya, Bimo dan emak memulai belajar membuat kuenya sedangkan David hanya memperhatikan Bimo dari belakang. Tubuhnya lumayan sintal sebagai cowok, kulitnya putih susu, bokongnya indah dan pasti empuk kalau diremes. Pinggangnya kayak pinggang cewek, oh tidak, adik kecil David jangan bangun. David bingung, mendesah kecil dan mondar-mandir membuat emaknya kesal.

Tok!

Tok!

Tok!

David membuka pintu rumah, Pak Atim dan Mbak Suchan berdiri di depan rumah membawa segerombolan anak mereka yang menatap David. Emak keluar dan melihat mereka.

“Ada apa ya?”

“Mbak Hana, saya nitip anak-anak boleh tak? Bentar saja, kami mau ada urusan,” kata mbak Suchan.

“Ya udah masuk aja, nanti David yang asuh daripada mondar-mandir gak jelas,” kata emak kembali ke rumah. David mendelik, dia bukan enggak suka anak kecil, tapi anak Pak Atim itu loh banyak.

Melodi anak dari Mbak Wiwin. Karena mereka suka JKT48, jadi anak mereka diberi nama Melodi, satu-satunya anak perempuan berumur lima tahun, sedangkan dari Mbak Suchan cowok semua. Berhubung Mbak Suchan asli Jawa, jadi anaknya juga namanya Jawa banget. Yang pertama Yudhistira, dipanggil Yudhis. Umurnya delapan tahun. Dia pendiem dan David paling demen anak pendiem. Yang kedua Bima, dia gendut banget, usianya tujuh tahun. Yang ketiga Arjun, nah dia paling ganteng lah, umurnya enam tahun. Yang terakhir kembar Nakula dan Sadewa, umurnya lima tahun sama kayak Melodi. Kayak nama wayang ya? Emang iya.

“Bimo, bantu David jaga anak-anak biar Emak yang masak.”

Bimo dan David menjaga anak-anak Pak Atim, yang paling enggak bisa diem itu yang kembar. Yudhis sibuk baca buku anak-anak sedangkan Bima sudah menghabiskan sepuluh bungkus Lays dan Tao Ka Noi. Melodi dan si kembar berebut mainan. Terpaksa Bimo yang memisahkan mereka dan menggendong Melodi yang terus-menerus menangis.

“Hei. Jangan kamu jambak dia!”

“Huwaaa!”

Nakula dan Sadewa menangis, Arjun berusaha menenangkan adiknya tapi tidak mau. Emak keluar dapur dan entah kenapa mereka semua diam. Mungkin karena emak punya aura-aura mae nak kali ya? Mereka makan dalam diam dan menurut, David dan Bimo kecapekan dan pinggangnya sakit karena David terus-menerus menggendong si kembar bergantian.

“Habis makan kalian semua tidur. Emak akan pergi, jaga mereka dan kalian tidurlah, jangan menyusahkan atau Emak suruh Chucky temani kalian.”

“Iya, Emak,” ujar mereka kompak.

David menggelar kasur lantai dan mereka tidur berjejer. Melodi dan si kembar diberi susu dulu baru tidur, sedangkan Arjuna, Bima, dan Yudhis sudah lelap, si Bima bahkan ngorok.

Emak sudah pergi, entah ke mana dia menaiki taksi dan berlalu. David dan Bimo istirahat sambil meminum teh hangat.

“Pahit,” kata Bimo.

“Masa sih? Manis ah, tehnya manis meski tanpa gula.”

“Ini pahit, David,”

“Sini, gue beri tahu kalau ini manis.” David menarik Bimo dan melumat bibir lembut itu. Bimo terkejut tapi kemudian menikmati ciuman dari David.

Setelah melepaskan ciumannya, David menatap Bimo.

“Bimo, jadi pacarku ya?”

“Eh David, aku—”

“Tak apa, mungkin ini kecepatan. Tapi gue suka lu sejak awal, dan gue tahu ini salah. Gue cowok lu cowok tapi gue—”

“Aku juga mau kok,” kata Bimo dan mereka pun lanjut berciuman.

Tak berapa lama mereka terusik dengan ketukan pintu, Pak Atim dan Mbak Suchan menjemput anak-anak mereka.

Emak gua FujoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang