Part 37. Perkara Kayu Bakar

25.8K 190 21
                                        

Inaya berbaring dengan kepala sedikit lebih tinggi karena ia menumpuk dua buah bantal di bawah kepalanya. Kaki kanannya menyerong menumpuk di atas kaki kirinya.

Ia sedang menggulir ponselnya saat seorang bayi tua tengah menyusu di payudara kanannya. Itu adalah pak Yanto. Beberapa saat setelah persenggamaan mereka, ayah mertuanya itu tak pernah lepas dari pentil dada wanita itu.

Inaya diam hanya sesekali mengelus rambut pak Yanto. Ia tengah mengirimkan video hasil karyanya bersama pria itu kepada Tristan. Sebagai imbalannya, Tristan juga mengirimkan beberapa koleksinya kepada Inaya.

Mau dibandingkan seperti apapun video karya Inaya tetap kalah dari milik Tristan. Di video anak didiknya itu si pemeran wanita selalu dibuat tak berdaya di bawah kungkungan si pejantan.

Inaya sebenarnya beberapa kali membayangkan bagaimana jadinya jika ia berada pada posisi wanita di video Tristan.

Entah itu Dinda atau wanita lain yang pernah bermain dengan anak itu. Semuanya selalu terkejang-kejang dan ekspresinya seperti sedang terbang ke langit ke tujuh.

Ingin tahu bagaimana rasanya, tapi Tristan sampai saat ini tidak pernah mengajaknya berhubungan intim. Gengsi di tambah takut membuat Inaya hanya mampu menonton aksi anak didiknya lewat layar ponsel.

Tiba-tiba dia ingat kalau sudah hampir jam 7 malam. Bara pasti mencarinya. Ia pun melirik ke arah pak Yanto. Bayinya itu masih setia menyusu di dada kanannya. "Yah, udah dulu, nanti mas Bara nyariin Naya."

Pak Yanto berhenti bukan untuk mematuhi perintah Inaya namun untuk berpindah ke puting satunya. Inaya mencubit pipi pak Yanto gemas.

"Ayah, ih! Ayah pengin ya Naya berantem lagi sama mas Bara." Inaya terus mendorong kepala ayah mertuanya agar berhenti namun tenaganya teramat lemah seperti hanya omong kosong belaka.

"Mmmhhh...ayah lagi nikmatin nenen kamu dulu, Nay. Mmmhhh..." Tangannya bergerilya ke bawah. Inaya membuka pahanya mempersilahkan pak Yanto untuk mengobok-obok vaginanya.

"Ssshhh...yahhh, udahhh..." Inaya akhirnya berhasil mendorong pak Yanto. Dia tatap wajah mertuanya itu. "Ayah, Naya mau pulang. Kapan-kapan lagi, yah."

Inaya menampilkan senyum terbaiknya agar pak Yanto luluh. Dan berhasil karena lelaki itu berhenti. "Bukannya bagus kalo kalian marahan? Biar cepet cerai terus ayah nikahin kamu."

Inaya menggeleng. "Iya tapi bukan gini caranya. Naya gak mau ada di pihak yang salah. Naya maunya cerai tapi mas Bara yang salah."

"Tapi Bara kan udah terbukti kdrt sama selingkuh, Nay. Itu udah jadi bukti cukup kalo Bara bersalah."

"Iya tapi itu udah lewat. Harusnya begitu kdrt langsung ditindak lanjuti. Ayah juga waktu itu malah nyuruh damai aja."

Pak Yanto tersenyum. "Ya kan ayah belum tau kalo hubungan kita bakalan kayak gini, Nay."

"Jadi ayah nyesel nih punya hubungan ini sama Naya?" Inaya melirik tajam membuat pak Yanto kalang kabut.

"Ehhh, ya enggak dong. Ayah justru beruntung banget bisa kayak gini sama kamu. Makanya ayah sekarang penginnya kamu cerai dari Bara."

"Huuu...dasarrr..." Inaya mencibir.

"Ya udah kamu boleh pulang tapi kita main satu kali lagi, yah," pinta pak Yanto. Inaya tidak dapat menolaknya.

Mereka akhirnya melakukan satu kali lagi sebelum Inaya betul-betul pulang ke rumah.

Sekitar satu jam kemudian Inaya sudah berada di rumah. Untung saja Bara belum pulang ke rumah. Mungkin sedang lembur atau ada pertemuan mendadak, Inaya tidak terlalu peduli juga.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang