"Udah ganteng udah anak ayah mah. Walau lebih gantengan ayah sih." Ucap Kalyan dengan pede. Menatap anak bungsunya yang sedari tadi merapikan pakaiannya. Maklum. Anak baru dihari pertama harus terlihat rapi dulu. Kalau sudah hari kedua, baru deh sikat.
Nio memutar kedua bola matanya. Ia lekas turun dari mobil. Kalyan melihat itu pun terburu-buru ikut keluar. Berjalan memutar dari depan dan menghampiri Nio yang terheran melihat ayahnya.
"Kenapa?"
Kalyan menyengir. Ia mendekati Nio, membuat anak itu semakin heran.
"Ayah punya sesuatu buat kamu."
"Apa, yah?"
Ia tersenyum. Memegang pundak Nio, "Kiss."
Cuph
"..."
Nio membeku. Matanya melotot. Dengan refleks ia mendorong ayahnya untuk pergi menjauh. Membuat Kalyan tertawa dengan puas.
Tanpa berkata-kata, Nio berbalik badan dan berjalan dengan cepat memasuki gerbang sekolah. Pergi tanpa menatap balik Kalyan. Lihatlah. Telinga anak itu sangat merah.
Menyadari ia diperhatikan. Nio menatap sekitar. Lalu memasang wajah garang. Membuat beberapa orang yang memang sedari awal memperhatikan pun berpura-pura seolah tak melihatnya. Dengan tawa kecil yang ditutupi.
Dibelakang sana, mobil yang dikendarai Kalyan pun melaju pergi. Meninggalkan area sekolah. Pergi menuju kantornya. Rasanya ia rindu melihat wajah menyebalkan Ken. Saking rindunya, jika bertemu akan ia jambak rambut pria itu.
•—•
"Argshh! Apa maksud anda tuan?!" Ken bertanya dengan memegang rambutnya. Ia rasa beberapa helai rambutnya yang berharga itu terlepas.
Kalyan mengedikkan bahunya acuh. Tanpa merasa bersalah ia pergi meninggalkan Ken dibelakang. Sesekali tersenyum disaat karyawan nya menyapa. Tahan sebentar lagi Kalyan... Sebentar lagi... Tinggal menunggu anak sulung nya terlepas dari kuliah, maka dirinya pun akan terlepas dari semua kepusingan ini.
Membayangkan nya membuat dirinya semakin tersenyum dengan lebar. Membuat beberapa wanita dibalik meja berbisik-bisik dengan tersenyum malu karena merasa bos-nya itu tersenyum kepada mereka.
Ken yang tertinggal pun mengejar bos-nya itu. Setelah sejajar ia mencoba memberitahu kan sesuatu.
"Tuan. Didalam sana terdapat tuan–"
"Apa kabar tuan Zey."
Kalyan menoleh pada tangan kanannya. Bertanya maksud dengan ini. Kenapa sepagi ini sudah ada tamu saja. Sedang Ken hanya terdiam disamping bos-nya.
"Maaf saya baru menjenguk anda setelah beberapa saat yang lalu saya mendengar peristiwa kecil yang terjadi pada anda, tuan Zey. Saya sangat sibuk sehingga tidak bisa menjenguk orang seberharga anda sejak kemarin-kemarin."
"Ahh... Hahahaha tidak masalah. Lagian itu sudah lama. Silahkan duduk kembali."
Mereka kini saling duduk bersebrangan dengan meja lingkaran sebagai penengah. Ken pergi sesaat Kalyan menyuruhnya membuatkan mereka minuman.
"Ada perlu apa sehingga tuan Filix datang sepagi ini ke perusahaan saya." Kalyan bertanya.
Filix, client yang ia dan Ken temui disebuah resort sebelum ia mengalami penculikan itu.
"Sebelumnya, boleh saya merokok?"
Kalyan menatap Filix yang bertanya dengan mengacungkan sebuah bungkus rokok. Rokok yang ia ketahui harganya sangatlah fantastis.
Ia mengangguk, dengan gerakan tangan yang seolah mempersilahkan. "Silahkan."
Filix pun membuka bungkus rokok itu.
Ken datang, lalu menaruh dua buah gelas kopi dengan beralaskan piring bundar yang memiliki lukisan abstrak yang indah.
Ia menarik satu buah rokok itu keluar. Menaruhnya dibibir dan menyulutkan api dengan korek yang memiliki desain khusus. Karena korek ini dibuat dengan terkhusus pula.
"Pertama-tama. Kedatangan saya kesini karena ingin menanyakan sesuatu yang mungkin sangat lancang bagi anda."
"Silahkan. Selagi saya bisa menjawabnya."
Ken berdiri dibelakang kursi Kalyan. Dengan tangan yang ditaruh dibelakang badan, ia menatap Michael.
"Bolehkah tangan kananmu itu keluar terlebih dahulu?"
Kalyan menatap Ken dalam diam. Mengisyaratkan lewat matanya untuk pria itu keluar.
Melihat Ken yang sudah keluar, Filix menjentikkan rokoknya pada asbak, lalu kembali menyulutnya.
—a y a h—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬