Part 36. Satu Hari Dua Lelaki (3)

38.7K 197 12
                                        

Inaya memekik saat tubuhnya dihempaskan di atas ranjang oleh pak Yanto. Untung saja kasur itu cukup empuk untuk meredam benturan tubuh Inaya.

Seketika pak Yanto sudah berada di atas tubuh Inaya. "Nay, kamu cantik banget," puji lelaki itu kepada Inaya.

"Kalo cantik jangan dianggurin aja dong, yah," tantang Inaya yang langsung dibuktikan oleh pak Yanto.

Pria paruh baya itu langsung menerkam Inaya dengan buas. Pak Yanto mencium bibir Inaya seraya meremas-remas gundukan kenyal yang menggantung di dada Inaya.

"Mmmhhh...ssscccppp...aaahhh..." desah Inaya ketika mendapatkan serangan dari berbagai sudut oleh pak Yanto.

"Emmmhhh...buka aja, yah," pinta Inaya yang ingin segera dilucuti pakaiannya.

Pak Yanto tentu saja menuruti permintaan Inaya, karena itu juga yang ia inginkan dari menantu cantiknya itu.

Tanpa menunggu lama seluruh pakaian Inaya sudah tercecer di lantai. Kini tubuhnya bugil tanpa selembar kain pun karena sejak mengganti pakaiannya tadi, ia memang tak mengenakan dalaman apapun.

"Ayah juga buka, dong!" protesnya karena hanya dia yang telanjang sedangkan ayah mertuanya masih dalam kondisi pakaian lengkap.

"Hehehe, kamu pengin banget apa ngeliat ayah telanjang?" Pak Yanto tersenyum menggoda Inaya.

Wanita itu langsung mengerucutkan bibirnya. "Pengin aja, gak pengin banget," jawabnya datar.

Pak Yanto lalu melepaskan kaos yang ia kenakan. Inaya berperan mencopot celana kain yang dipakai pak Yanto. Dari mulai gesper, kancing, hingga resleting celana pak Yanto, ia lepaskan.

"Yah, udah keras banget!" Inaya takjub karena di balik celana dalam milik pak Yanto terdapat benda panjang nan keras.

Inaya mengurutnya naik turun. Setelah pak Yanto melemparkan celananya ke sembarang arah, ia kembali mendekat pada Inaya.

"Kalo mau liat, lepas aja, Nay." Tanpa berpikir panjang, Inaya memelorotkan celana dalam pak Yanto sampai ke paha.

Di sana tersuguh menara tumpul yang berdiri dengan kokohnya. Kalau dibandingin dengan milik pak Rahmat jelas lebih besar, tapi kalau dengan Tristan sepertinya belum ada apa-apanya.

Inaya mengocok sebentar benda itu agar kerasnya maksimal. Setelah itu, ia langsung mengoral kejantanan ayah mertuanya yang tengah berdiri.

"Ouhhh...ssshhh...enak, Nay." Lelaki itu merem melek merasakan kuluman Inaya yang begitu nikmat. Apalagi ia dimanjakan oleh lidah wanita cantik itu yang menari-nari di atas lubang kencingnya.

Entah sejak kapan Inaya hobi sekali menjilati lubang kecil yang berada di ujung helm milik lelaki. Rasanya seperti sedang mengemut lopipop. Lidahnya pun ikut menari-nari menyapu seluruh titik sensitif yang dimiliki laki-laki.

Sambil bermain di helm pink pak Yanto, Inaya mengocok batang serta meremas lembut kedua telur lelaki itu yang menggantung di bawah kejantanannya.

Tak ingin kebobolan lebih dulu, pak Yanto menghentikan aksi Inaya. Dia kemudian melucuti sisa kain yang melekat di tubuhnya hingga telanjang bulat.

"Nay, giliran ayah, yah." Inaya mengangguk saja kala ayah mertuanya merebahkan dirinya kemudian melebarkan pahanya.

Pak Yanto amat sangat takjub dengan pemandangan di hadapannya. Segitiga bermuda milik Inaya yang begitu indah dan terawat, juga rambut-rambut tipis yang menghiasi bagian atas layaknya mahkota sang ratu.

"Ayah, ih! Kebiasaan banget ngeliatin mulu! Naya malu, yah!" ucapnya protes seraya mengapitkan kedua pahanya dengan telapak tangan menutupi pemandangan indah itu.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang