[3]

465 47 6
                                        

HAPPY READING





Jisung terus menangis di bed king size milik bajingan yang telah merusak hidupnya. Tidak ada yang bisa di lakukan lagi selain menangis. Sekuat apapun ia meronta, tetap saja ia tidak bisa menghentikan kebejatan Minho beberapa saat yang lalu.

Jisung tidak tahu dosa apa yang di lakukannya sehingga membawanya bencana sedahsyat ini padanya. Ia tidak pernah membuat sakit hati orang lain. Ia bukan orang yang pandai menyindir atau senang mengurusi urusan orang lain. Ia hanya orang biasa dari perkampungan yang mengadu nasib di kota untuk memperbaiki keadaan ekonomi.

Baru saja ia ingin memulai hal baru setelah putus dari Bangchan, ia telah mengalami nasib sesial ini. Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa laki-laki itu begitu kejam padanya? Memangnya siapa laki-laki itu? Bukankah mereka baru saja bertemu? Lalu apa ini?

Merasa sia-sia saja meski air matanya mengering, akhirnya Jisung menyeka air matanya dan berusaha duduk.

Perih. Hancur. Sakit hingga ulu hati

Air matanya kembali luruh, namun ia meyakinkan dirinya untuk tetap tegar.

Selimut putih sehalus sutra yang menjadi saksi perbuatan Minho padanya beberapa saat yang lalu, di sibakkan secara perlahan. Meski terasa perih seperti akan melebur, Jisung menggeser kakinya dan berpijak pada lantai. Pandangannya di edarkan untuk mencari pakaian yang di buang begitu saja oleh bajingan keparat tidak punya moral itu. Jisung memantapkan agar tubuhnya tidak limbung dan jatuh, ia pun memungut satu persatu dan meletakkan di pinggir bed dan kemudian memakainya secara perlahan.

Hanya ia sendiri di sana. Seluruh isi ruangan itu hanya diam membisu menyaksikan kehancurannya. Begitu juga dengan Minho, seusai merenggut harta berharga Jisung, ia bergegas pergi dan meninggalkan Jisung dalam kebisuan.

Tidak bertanggung jawab. Bajingan. Keparat.

Sebanyak apapun Jisung memaki, tetap saja tidak bisa mengembalikan semuanya seperti awal, seperti sejam yang lalu. Ia sudah ternodai. Ia sudah kotor. Ia merasa dirinya begitu menjijikkan.

Jisung ingin sekali berteriak sekuat-kuatnya, ia tidak ingin mengingat desahan kepuasan dari Minho, yang sangat berbanding terbalik dengannya yang kesakitan. Oh, manusia seperti apakah dia? Kenapa dia berbuat seperti ini pada Jisung baik-baik? Apakah ia tidak menyadari bahwa Jisung tidak ada niat menggodanya? Jisung hanya berniat membantunya dari kesulitan barang bawaan. Tidak lebih. Tidak ada yang lain.

Terseok-seok untuk menggapai daun pintu, itu sudah pasti terjadi. Jisung kembali menangis meski sudah kesekian kalinya ia mencoba tegar. Namun rasanya terlalu sakit, sakit hingga ulu hatinya yang paling dalam.

Beberapa orang menyerngit melihat keadaan Jisung yang memprihatinkan. Sebagian dari mereka mungkin berfikir jika ia barus saja di putuskan pacarnya, atau memergoki kekasihnya sedang bercinta di dalam apartemen. Tetapi Jisung tidak peduli dengan pemikiran mereka yang tidak tahu apa-apa. Ia hanya ingin segera meninggalkan tempat kotor tersebut. Dalam hati ia berjanji tidak akan memijakkan kaki di apartemen ini.

Mengendarai bus untuk perjalanan pulang mungkin ide yang tidak bagus, Jisung pun menyetop sebuah taksi dan segera masuk ke dalamnya. Di dalam taksi kembali ia menangis, ia berjanji ini untuk yang terakhir kalinya. Sesampainya di kontrakan, ia tidak akan menangis lagi. Biarlah supir itu berfikir yang bukan-bukan terhadapnya. Ia tidak peduli dan melanjutkan tangisnya.

Lima belas menit berlalu, akhirnya Jisung turun dari taksi setelah membayar tangihan kendaraan. Ia merasa kantong tasnya dan mengeluarkan kunci, untung saja ia tidak melupakan tas kecil yang selau menemani hari-harinya beberapa bulan ini sejak di beli. Tangannya gemetaran sehingga menyulitkan dirinya membuka pintu. Jisung menghela nafas panjang dan mencoba sekali lagi.

BROKEN || MINSUNG [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora