BAB 8 : Malu

15.7K 1.4K 106
                                        

Marina menyodorkan amplop coklat tersebut ke hadapan Zetta, wajahnya masih datar tanpa ekspresi, "kamu terima uang ini, dan jauhin anak saya"

Zetta meneguk ludah, tangannya di bawah meja gemetar karena di tawarkan uang lima puluh juta. Bayangkan 50 juta, ini dia bisa beli rumah gak sih? Atau dia gunakan untuk bisnis?

Zetta sudah menghayal jadi orang kaya dengan uang lima puluh juta.

Melihat pergerakan dari Zetta yang masih diam, Marina menambahkan, "saya tambah 50 juta lagi, kalau itu belum cukup buat kamu"

"Serius Tante?"

"Seratus juta, Deal?" Marina menambahkan satu amplop di atas meja yang sama tebalnya.

Zetta menahan senyum, tangannya meraih dua amplop di atas meja yang masing-masing berisi lima puluh juta. "deal, tante. Saya bakal jauhin Arjuna sesuai permintaan Tante"

Marina terkekeh sinis, "miskin tetap miskin, sudah saya duga kamu tidak mencintai Arjuna, kamu hanya ingin memiliki hartanya saja"

Zetta tanpa ragu mengangguk, "benar tante, kok tante tahu sih?"

"Gadis kurang ajar, jadi selama ini kamu mempermainkan Arjuna? Berapa banyak harta yang telah Arjuna berikan?" Tanya Marina lagi dengan wajah kesal.

"Enggak tahu, enggak bisa keitung" Zetta masih membalas sopan, "uang ini aku terima--"

Marina mengambil kembali amplop tersebut dengan kasar, "kamu gak pantas dapat apapun dari keluarga saya, uang ini saya anggap pembayaran hutang dari semua yang pernah Arjuna kasih ke kamu"

LAHH?!

Zetta terganga syok, "Tante gimana sih? Lagi bercanda ya?"

Lalu masih dengan raut wajah sinis, Marina mengambil segelas air di atas meja dan menyiramkan pada wajah Zetta dengan cepat, "jauhin Arjuna, dasar gadis matre!!"

Selepas menyiram Zetta, Marina bergerak keluar dari sana sambil membanting pintu restoran, meninggalkan Zetta yang masih syok di tempat.

Untungnya yang di siram adalah air putih, kalau orange jus, Zetta akan lebih malu dari sekarang, belum lagi perhatian seluruh orang di restoran tertuju padanya.

"Ahahaha, lucu banget adegannya, kalian lagi syutting sinetron atau gimana?"

Kepala Zetta menoleh ke samping, menemukan seorang laki-laki yang duduk bertiga bersama temannya, dan semuanya tertawa melihat kondisi Zetta.

"Berisik, lo liat ada kamera gak disini?" Tanya Zetta sarkas, "atau lo liat ada sutradara disini hah?"

"Galak banget sih mbak, cuma nanya loh" jawab si cowok sambil terkekeh kecil, "gak jadi deh uang 100 juta-nya" ujarnya lagi meledek, "atau 100 rupiah mau gak mbak?"

Zetta mendelik kecil, "mas diem, atau saya siram pake air di depan saya"

"Loh saya salah apa?" Si cowok terkekeh di ikuti teman-temannya, "belum apa-apa udah mau di siram"

Zetta tidak lagi membalas ucapan si cowok, dia meraih tas miliknya dan hampir berdiri saat pelayan restoran menghampiri dirinya.

"Kak, ini bill-nya, tolong di bayar"

"Loh, bukannya udah di bayar sama nenek sihir tadi?!"

"Belum, mbak"

Zetta memejamkan mata penuh kekesalan, detik itu juga dia mendengar tawa dari meja sebelah, wajah Zetta memerah karena malu, adegan sinting macam ini kenapa harus terjadi pada hidupnya sih?

Selesai menetralkan diri, Zetta membuka dompet miliknya yang sialnya hanya berisi kertas-kertas usang dan sebuah koin, masih dengan wajah memerah, Zetta kembali menatap pegawai tersebut pasrah, "mbak, boleh ngutang dulu nggak, atau saya bayar pakai cuci piring?"

Boys With Luv Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang