Tandai kalau ada typo!
°
~ Selamat membaca.•
•
•
Hari ini Givana pergi ke sekolah dengan mood yang tidak baik. Moodnya sudah hancur sejak semalam.
"Kenapa sih? Senyum dong" ucap Dariel.
Givana memanyunkan bibirnya seraya menjatuhkan kepalanya pada bahu Dariel.
"Gimana biar hidup gak ada masalah?" Tanya Givana.
Dariel terkekeh pelan "Kalau gak ada masalah, bukan hidup namanya" jawabnya.
"Lo percaya gue?" Tanya Givana.
"Percaya" jawab Dariel yakin.
"Kalau Lo? Percaya gue gak?" Tanya balik Dariel.
"Gak tau" jawab Givana jujur.
Dariel tersenyum "Gue bakal buat Lo percaya sepenuhnya"
Dariel menarik kepala Givana dari bahunya lalu mengarahkan wajah gadis itu untuk menatapnya.
"Makan dulu" ucapnya.
Givana mendengus. "Gak mau, gue kenyang"
Dariel tak menjawab. Lelaki itu mengambil sebuah sendok lalu menyendok nasi goreng yang ada di hadapannya dan mengarahkannya pada Givana.
"Aaa"
Givana membuka mulutnya menerima suapan itu.
"Enak gak?" Tanya Dariel yang di angguki Givana.
Ting!
Atensi Givana teralih kala mendengar suara notifikasi dari ponselnya.
Givana-pun membukanya.
Alvaz
Bokapnya Tante Lauren datang hari ini.Setelahnya Givana kembali menaruh ponselnya di atas meja.
Givana tersentak kaget kala Dariel tiba-tiba menyentuh wajahnya.
"K-kenapa?"
"Mata Lo. Kenapa? Habis nangis?" Tanya Dariel.
Givana menggeleng. Masalah ini tidak perlu melibatkan Dariel.
"Kurang tidur aja, gue nonton semalem" jawab Givana bohong.
Dariel menatap tak percaya "Bohong"
"Yaudah"
Tanpa kata Dariel melabuhkan kecupan pada kedua mata Givana, membuat Givana sontak menutup mata.
"Kalau ada apa-apa bilang gue"
Givana mengangguk.
Dariel menyentuh dahinya sendiri. "Giva, kening gue sakit" adunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ephemeral Maiden
Teen Fiction"Tarik pelatuknya, Haga. Gue mau mati sekarang." ~ Tak pernah Alena bayangkan, akhir hidupnya justru datang dari tangan kakaknya sendiri. Namun alih-alih mati, ia justru terbangun di dunia asing-terjebak dalam tubuh seorang figuran dari novel yang b...