[25] Fiyu dan Haldan

611 118 50
                                    



Disclaimer :

Fiksi. Fiksi. Fiksi.

Cukup ambil pelajarannya.

.

.

.

Untuk yang Tak Pernah Sempat Lahir.

Keesokan harinya, Haldan terbangun dengan memeluk boneka Teddy Bear. Ia mengernyit. Lelucon siapa yang menaruh boneka di lengannya di saat badannya terasa remuk redam. Ia yakin ada beberapa memar di sepanjang kakinya terutama lutut dan pergelangan kaki. Namun yang paling terasa perih adalah bagian pelipis. Ia temukan perban menutup rapi di sana. 

Matanya mengerjap. Boneka itu masih di lengannya. Tapi boneka itu justru semakin ia peluk, karena ia teringat pada pemilik wangi ini dengan baik. 

Wangi seseorang yang pernah ia harapkan keberadaannya. Seseorang yang dulu pernah membuatnya tak bisa melupa. Seseorang yang berhasil membuatnya menyukai gambar ikan di kulitnya. Ia teringat senyum miring itu, caranya mengejek, tawa renyahnya. Meskipun wajahnya samar di antara remang cafe bar. Tapi suaranya mendayu memikat. 

Mereka saat itu… adalah dua manusia yang sama-sama menertawakan kehidupan. Gadis itu sedang berjuang mempertahankan kewarasan akibat orang tuanya yang bercerai. Dan dirinya yang baru saja kehilangan sosok Ayah.

Dan malam itu, keduanya merayakan patah hati dengan bermalam bersama. 

Satu hal yang paling mencolok dari gadis itu. Yakni tato dua ikan dengan ekor yang mengembang cantik dan berenang di antara bintang biduk. 

“Apa artinya?” tanya Haldan setengah mengantuk saat mengusap pergelangan tangan Fiyu usai mereka bercinta.

“Harapan," ucap Fiyu terdengar parau. “Aku seperti ikan, berenang nggak tahu arah. Tapi tetap membutuhkan petunjuk untuk pulang. Meskipun aku nggak tahu, ke mana aku harus pulang.”

Hanya kalimat itu yang dia ingat. Setelahnya ia tenggelam dalam pengaruh alkohol. Dan kehilangan gadis itu keesokan paginya.

“Pagi, Dan!”

“Han, nggak lucu banget lo naroh boneka di sini,” protesnya sengit, tapi masih memeluk boneka itu.

Hanif sempat terdiam. “Bukan gue.” Ia melanjutkan pemeriksaan. 

“Terus siapa?”

“Pagi, Dok," suara seorang gadis terdengar ngos-ngosan. Gadis itu memasuki ruangan dengan sedikit tergopoh-gopoh membawa tas belanja. 

“Fiyu?” Haldan tampak kaget.

Fiyu tersenyum tipis. Ia meletakkan sarapan di atas nakas rawat inap Haldan. Dan membawa beberapa botol mineral yang tampak keberatan. 

“Pagi, Fiyu. Semalam pulang sama siapa?” tanya Hanif.

“Dianterin Zerina sama Pak Gavin, Dok.” 

“Baguslah.” Hanif menjelaskan kondisi terkini Haldan kepada Fiyu alih-alih kepada Haldan sendiri. Dan tentu saja situasi ini membuat Haldan semakin bingung. “Besok dia bisa pulang.”

“Oh, oke, Dok. Makasih.” Fiyu menunduk sopan.

“Sama-sama. Dan, gue pulang dulu. Mau tidur, nanti sore sama yang lain ke sini lagi."

THE NIGHT BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang