Part 33. Kencan Dengan Brondong

25.4K 170 23
                                        

"Mau nonton film apa?" tanya Tristan ketika mereka sudah berada di depan loket.

"Yang jadwalnya paling deket aja."

"Emm, yang ini aja gimana?" tunjuk Tristan kepada salah seorang poster yang ada di dinding.

Melihat gambar pada poster itu, Inaya langsung membuang muka. "Jangan yang itu! Yang lain aja!" ujarnya dengan wajah pucat.

Tristan lalu menatap Inaya dan poster bergambar pocong itu secara bergantian. Ia langsung paham apa yang membuat wajah ibu gurunya berubah drastis.

"Oke saya pesen dua tiket untuk film tapi pocong janda," ucapnya pada petugas kasir.

Mendengar itu, Inaya langsung mencubit pinggang Tristan. "Aduduh...!!!" Tristan memekik sembari memegangi pinggangnya.

"Udah dibilang jangan nonton film itu, ihh!" protesnya. Namun Tristan tidak peduli malah seperti tersenyum mengejek.

"Ini film yang paling deket jam tayangnya. Dua puluh menit lagi," kata Tristan. "Kenapa emangnya? Takut, ya?"

"Ihh, siapa yang takut?" sanggah Inaya. Padahal dia takut setengah mati dengan sosok yang namanya pocong.

Tapi gengsinya mengalahkan rasa takutnya. Akhirnya dengan langkah gemetar ia mengikuti Tristan saat lelaki itu dengan girang menariknya ke dalam ruangan bioskop.

"Tristan, nanti kalo pocongnya nongol bilang, ya!" Ketika cahaya lampu mulai menggelap, duduk Inaya semakin merosot ke bawah.

"Lagian ngapain juga sih kita duduk paling atas? Yang tengah kan banyak yang kosong!" Inaya kembali menggerutu karena sebelah kanan dan kiri mereka tampak kosong hanya mereka berdua di barisannya.

"Gak asik, ah! kalo kencan di bioskop itu enaknya paling atas."

"Hah, kencan?!" Inaya melotot tajam ke arah samping dimana Tristan bersikap sangat santai setelah membuat dadanya berdegup kencang.

Film pun dimulai. Awal cerita masih bisa dinikmati oleh Inaya. Tampak duduknya masih belum berubah posisi. Namun ketika film mulai memasuki seperempat jalan, duduknya mulai gelisah.

"Tan, pocongnya kapan muncul!" Inaya sudah melingkarkan tangannya di lengan muridnya itu.

"Gak tau juga, kan aku baru nonton."

"Hwaaaaa...!!!" Pekik Inaya reflek memeluk Tristan saat tiba-tiba ada jumpscare muncul sosok pocong di layar kaca berukuran besar itu.

Tristan justru tertawa ngakak. Wanita yang tengah memeluknya itu memukul-mukul dada bidang Tristan. "Tan, udah, yuk! Kita pulang aja!"

"Lah, baru juga berapa menit. Tenang Bu guru, kalo takut ada aku."

Entah sihir darimana, setelah itu Inaya langsung diam. Meski masih takut dia tak lagi protes. Tapi sepanjang film itu diputar dirinya terus ngumpet di belakang bahu Tristan.

Saat mencoba untuk mengintip, waktunya bertepatan dengan kemunculan sosok yang amat sangat ditakutinya.

"Haaaa...Tristan! Ibu takuttt...!!!" pekik Inaya seraya memeluk muridnya dengan kuat.

Tristan reflek mencondongkan tubuhnya ke arah Inaya hingga perempuan itu dapat menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Tristan.

Lama dalam posisi itu, Inaya merasa nyaman. "Ini anak baunya wangi banget, sih! Jadi betah lama-lama gini," batin Inaya.

Dia justru menempelkan lubang hidungnya di kulit leher Tristan yang harum. Lelaki itu pun menyadari apa yang dilakukan oleh ibu gurunya itu. Ada rasa geli ketika hidung Inaya menggesek-gesek area itu.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang