PART 37 : Sweet Wait

Start from the beginning
                                        

"Aku tidak bisa kehilangan anak kita, Mark... Kau berjanji, kan? Untuk selalu bersamaku dan bersama anak kita..."

Namun sesaat setelah ia menutup mata, dada Haechan terasa sesak. Tidak seperti biasanya. Seperti ada sesuatu yang menghisap energi dari tubuhnya. Ia mengerutkan kening pelan... dan untuk sesaat, feromon di udara berubah— dari hangat dan manis, menjadi sedikit getir. Tajam. Asing.

Dan di luar, langit yang tadinya cerah mulai ditutupi awan gelap perlahan.

•*¨*•.¸¸♪

Sudah hampir sebulan sejak dokter mengonfirmasi kehamilan Haechan, dan sejak hari itu pula, Mark berubah menjadi versi dirinya yang paling cerewet, paling protektif... dan paling manis. Bahkan sekarang, di pagi yang tenang itu, Haechan baru saja selesai menggosok gigi dan hendak menuju dapur, saat suara Mark terdengar nyaris panik dari ruang tengah.

"Sayang! Kau mau ke mana? Kau harus duduk! Kaki itu harus diangkat sedikit—ayo sini, sini ke sofa. Aku sudah siapkan bantal kaki dan selimut, tinggal kau duduk saja!"

Haechan hanya bisa terkikik sambil berjalan pelan, membiarkan Mark menuntunnya dengan wajah khawatir berlebihan. Mark mengangkat kedua kakinya dengan penuh kehati-hatian, lalu meletakkannya di atas tumpukan bantal. Ia menyelimutkan selimut lembut hingga ke paha Haechan, memastikan tak ada satu inci pun yang terpapar udara dingin pagi.

"Sekarang... diam di sini. Jangan gerak," kata Mark dengan nada sangat serius, berlutut di hadapan Haechan dan mulai memijat pelan pergelangan kaki omeganya.

"Mark..." Haechan mencoba protes, tapi nada suaranya kalah oleh geli yang mulai menjalari tubuhnya karena sentuhan lembut itu. "Aku hamil, bukan sakit parah."

"Tapi ini penting!" Mark menjawab cepat. "Kaki hamil bisa bengkak, sirkulasi darah bisa terganggu, harus dipijat tiap hari. Itu sudah aku baca dari tiga artikel medis, satu jurnal, dan dua forum orang tua."

Haechan tak bisa menahan tawanya sekarang. Ia menyandarkan kepala ke sandaran sofa, menatap kekasihnya yang begitu fokus memijat-mijat kakinya, seolah sedang mengurus barang pecah belah paling mahal di dunia.

"Kau mau makan? Ada mengidam apa?" Mark bertanya lagi, sambil terus memijat.

Haechan mengangkat alis. "Aku belum ngidam apa-apa sih."

Mark mengerucutkan bibir. "Kalau tiba-tiba mau mangga muda jam dua pagi, kau bangunkan aku ya. Aku bisa cari meski harus terbang ke Busan."

"Mark, kita di Seoul."

"Kalau perlu, aku cari sampai ke luar negeri."

Tawa Haechan pecah, keras, jujur. Ia menarik tangan Mark ke dadanya, menatapnya penuh cinta.

"Kau... terlalu manis, tahu tidak?"

Mark hanya tersenyum puas. "Aku hanya mencintai dua makhluk paling penting di dunia sekarang. Aku harus memastikan kalian baik-baik saja."

Setelah beberapa saat dalam diam yang nyaman, Haechan berkata pelan, "Nanti kalau kita tahu gendernya... ayo hias kamarnya bareng-bareng, ya."

Mark langsung mengangguk cepat. "Tentu! Aku sudah punya ide untuk tiga konsep— kalau dia suka langit, kalau dia suka laut, dan kalau dia suka ruang angkasa. Aku juga mulai browsing wallpaper, boneka..."

"Mark, dia bahkan belum punya gigi, apalagi preferensi," sela Haechan sambil tertawa.

Mark hanya menyengir.

"Ngomong-ngomong," Haechan melanjutkan dengan senyum kecil, "kau ingin anak laki-laki atau perempuan?"

Mark terlihat berpikir sebentar sebelum menjawab. "Aku mau anak laki-laki."

Haechan terkejut. "Eh? Kukira kau mau anak perempuan. Kau selalu bilang ingin punya putri kecil."

"Aku mau anak laki-laki," kata Mark sambil mengangkat dagunya bangga. "Supaya ada tambahan pasukan yang menjagamu selain aku."

Haechan tertawa keras lagi. "Kau tidak takut bersaing?"

Mark mendekat, membelai pipi Haechan sambil menatapnya dalam-dalam. "Tidak. Karena aku tahu... aku yang pertama di hatimu."

Haechan terdiam sejenak, hatinya meleleh. Kalimat itu sederhana, tapi diucapkan dengan cara yang hanya bisa dilakukan Mark— dalam, yakin, dan tulus. Ia tersenyum dan memeluk Mark erat.

"Benar. Selalu yang pertama."

Mereka tetap seperti itu untuk beberapa waktu, saling memeluk di tengah kehangatan pagi dan suara burung dari luar jendela. Mark sesekali mencium kepala Haechan, lalu mulai mengoceh lagi.

"Kalau dia laki-laki, kita harus ajari dia berenang sejak dini. Aku juga mau ajari bela diri ringan, terus kalau dia..."

Sambil mendengar Mark terus berbicara, Haechan menyandarkan dagunya di bahu Mark dan bergumam dalam hati, "Kalau seperti ini... bagaimana aku bisa membuang bayi kami? Mark jelas menantikannya lebih dari siapa pun di dunia ini."

Dan pada saat itu juga, ia tahu, tak peduli risiko apa yang akan datang, ia tidak akan menyerah pada kehidupan kecil yang tumbuh dalam dirinya— karena Mark sudah menjadikan mereka pusat dari seluruh dunianya.

— to be continued —
˚✧⋆ jangan lupa vote dan comment ya ˚✧⋆

Kok sedih ya... 🧎🏻🧎🏻🧎🏻


Hi semuanyaa, jadi menurut draftku hyper dominant code bakal end sebelum chapter 50 yaa 😮‍💨 Dan sebelum end, bakal aku debutin satu cerita lainnya 😍😍 Hint : alur ceritanya di Moscow yaa 😋 Coba tebak trope mereka apaa....

HYPER DOMINANT CODEWhere stories live. Discover now