40. HARQEEL

3.4K 191 12
                                        

Malam mulai turun ketika Aqeela, Harry, dan Noel masih duduk di lorong rumah sakit. UGD sudah tenang, Flavio pun masih tidur dengan alat infus terpasang di tangannya. Tapi di luar ruangan itu, ketegangan belum benar-benar menghilang.

Noel duduk agak jauh dari Aqeela dan Harry. Tatapannya kosong, jari-jarinya memainkan tali jam tangannya seperti ada sesuatu yang ingin dia tahan. Sementara itu, Aqeela duduk di samping Harry. Kepalanya bersandar pelan di bahu cowok itu.

“Lo capek?” tanya Harry, pelan banget, hampir kayak bisikan.

Aqeela gak jawab, tapi pelan-pelan angguk.

Harry naikin tangannya, ngerapihin rambut Aqeela yang sedikit berantakan, lalu narik hoodie cewek itu lebih ke atas biar gak kedinginan.

“Nanti pulangnya gue pesenin teh hangat, ya. Lo butuh istirahat.”

Aqeela ngelirik pelan. “Har…”

“Hm?”

“Thank you…”

“Buat?”

Aqeela narik napas, suaranya serak, “Buat selalu jadi satu-satunya orang yang gak pernah pergi.”

Harry senyum kecil. “I’m not going anywhere, Qeel. Biarpun lo chaos, biarpun dunia lo kebalik... selama lo butuh, gue di sini.”

Dan kalimat itu... nancep. Banget.

Aqeela tiba-tiba pengen nangis lagi. Tapi bukan karena sedih—karena lega.
Ada seseorang yang gak nanya banyak hal. Gak paksa dia buat jelasin semuanya. Tapi cukup ada. Dan itu bikin semua luka yang belum sembuh rasanya gak sepedih sebelumnya.

Harry tiba-tiba berdiri, lalu berdiri di depannya, nunduk dikit.

“Lo udah makan?”

“Belum,” jawab Aqeela lirih.

Harry lalu duduk jongkok di depannya. “Gue pesenin makan dulu, ya. Lo harus jaga diri lo juga. Flavio pasti gak pengen lo tumbang juga.”

Pas dia berdiri lagi dan ngelewatin Noel buat ke vending machine, Noel akhirnya buka suara.

“Lo suka dia?”

Aqeela noleh.

Noel masih duduk, tapi matanya sekarang nancep ke Aqeela. Gak marah. Gak sinis. Tapi jelas... cemburu.

Aqeela gak langsung jawab. Tapi ekspresi wajahnya cukup.

“Gue tahu kok,” gumam Noel, setengah senyum. “Dari cara lo liat dia… dari cara dia selalu bisa bikin lo ngerasa aman.”

“Noel…”

“Gak apa,” potong Noel cepat. “Gue gak marah. Cuma... pengen tahu, aja. Biar gue gak berharap kayak orang bodoh.”

Aqeela diam. Gak enak hati. Tapi juga gak mau bohong.

“Dia baik, Noel. Dia... ngerti gue.”

Noel senyum tipis, tapi matanya jelas patah.

“Ya. Gue tahu. Dia selalu bisa, ya?”

Aqeela mau jawab, tapi Harry udah balik bawa dua botol teh dan satu kotak roti isi dari vending machine. Dia ngelihat Noel sebentar, lalu balik ke Aqeela, nyodorin minuman.

“Ayo, makan dulu. Jangan mikir yang enggak-enggak,” katanya, lembut.

----

Setelah minuman di tangan mereka tinggal separuh, Aqeela pelan-pelan narik napas panjang dan noleh ke arah ruangan tempat Flavio dirawat. Lewat kaca kecil di pintu, ia bisa lihat wajah sahabatnya yang masih tertidur dengan wajah pucat dan oksigen tipis di hidungnya. Dada Aqeela sesak.

HARQEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang