Part 31. Murid Nakal

33.3K 163 28
                                        

Bara dan ibunya tampak sedang berbincang-bincang. Bara sibuk memasukkan barang-barang ke bagasi mobil milik ayahnya. Hari ini adalah hari kepulangan ayah dan ibunya setelah beberapa hari menginap di rumah Bara.

"Lama banget sih, ayah kamu itu!" sungut Bu Rani yang duduk di kursi teras rumah.

"Masih banyak kali Bu yang harus dibawa. Bara bantuin kali ya biar cepet."

"Gak usah! Kamu di sini aja. Biar ayahmu yang kerja. Lagian ayahmu itu loh apa-apa diminta. Nanti sampe rumah tinggal bingung mau ditaruh dimana barang-barangnya."

"Gak papa sih, Bu. Lagian di sini juga gak kepake. Daripada dibuang kan sayang."

Sejenak Bu Rani terdiam memperhatikan anaknya memasukkan beberapa kardus kecil ke dalam mobil.

"Bar, kamu pasti nyesel kan nikah sama Naya? Kamu sih, dulu ibu jodohin sama anak temen ibu gak mau. Malah dapet perempuan yang gak jelas gitu."

"Ck, Bu, masalah itu gak usah dibahas lagi kenapa, sih?"

"Ya ibu gak terima lah anak ibu diperlakukan gak baik sama istrinya. Kesannya kamu disepelekan banget sama Naya."

"Anak temen ibu tuh, sekarang udah jadi perawat. Gajinya gede, cocok sama kamu yang jadi polisi, malah kamu milih guru honorer yang gak jelas masa depannya."

Bara menghela nafas panjang. Meski dirinya sedang marahan dengan Inaya, tapi mendengar ibunya menghina istrinya membuat hatinya kesal juga.

"Bar, kalo kamu cerai sama Naya sekarang, ibu yakin anak temen ibu masih mau sama kamu loh, meskipun kamu duda. Dulu waktu kamu belum nikah, ibunya nanyain kamu terus kapan mau main ke rumahnya."

"Mumpung kamu belum punya anak, lebih baik kamu pertimbangkan untuk cerai dari Naya."

"Bu! Tolong, lah. Bara cinta sama Naya. Bara yakin bisa memperbaiki hubungan sama Naya. Jadi tolong jangan minta Bara buat cerein Naya, yah," balas Bara sedikit ngegas.

"Ck, kamu itu sama kayak ayah kamu. Keras kepala!" ucap Bu Rani sebal dengan respon anaknya itu.

Tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Bu Rani sibuk memainkan ponselnya membuka chat grup rumpi yang menjadi sarana ghibah para ibu-ibu. Hingga berselang sekitar lima belas menit, pak Yanto keluar dari rumah.

"Ayah darimana aja, sih? Kok lama banget!" omel Bu Rani saat suaminya keluar dari rumah membawa dua kardus berukuran besar.

"Lah, darimana? Ya, habis packing lah, Bu. Ini buktinya." Pak Yanto menunjukkan dua kardus di tangan kanan dan kirinya yang diikat menggunakan tali rafia.

"Kayaknya ayah agak kewalahan, ya? Sampe keringetan gitu," kata Bara melihat bulir-bulir keringat dari dahi ayahnya.

"Ya kalo tau kewalahan bantuin dong, Bar. Jangan diem aja." Bara langsung sigap mengambil barang-barang itu dari tangan ayahnya lalu memasukkannya ke dalam mobil.

"Naya mana? Kok daritadi gak keliatan?" Bu Rani penasaran karena dari dia bangun belum melihat menantunya itu.

"Terakhir Bara liat sih masih tidur di kamar, Bu."

"Dasar perempuan pemalas! Jam segini masih molor. Gimana mau sukses kalo kayak gini terus!" Lagi-lagi Bu Rani mengambil kesempatan untuk menjelek-jelekkan menantunya di hadapan Bara.

Dia kesal karena gagal menjodohkan Bara dengan anak temannya gara-gara Inaya.

"Udah lah, Bu. Tadi ayah liat dia di dapur kok. Mau buatin sarapan ayah bilang gak usah karena kita udah mau pulang."

Tak berselang lama, yang dibicarakan muncul juga. "Baru bangun, kamu?! Kerjanya kamu kalo libur gitu, ya?"

Inaya hanya bisa menunduk tanpa mau menyanggah kata-kata ibu mertuanya.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang