Karena walkie-talkie yang dimiliki Raka dan Ivan memiliki jarak jauh. Dan sekolah antar rumah yang juga tidak sampai berkilo-kilometer. Jadi, mereka tidak susah untuk saling menghubungi satu sama lain.
Seperti sekarang..
"Halo, halo. Ini Raka. Ipan ada di sana?"
Dari gerak-gerik dan suaranya terdengar layaknya seorang polisi. Tapi polisi satu ini kicik.
Ivan diseberang yang lagi bersandar di kasur, terkekeh kecil sambil menatap walkie-talkie di genggamannya.
Awalnya tadi ia kesepian karena terus berada di kamar sendirian. Namun, sekarang tidak lagi sebab adiknya. "Iya, Ivan ada di sini."
"Ipan, kamu sama siapa?"
"Sendirian. Kalo kamu lagi sama siapa di sana?"
Di kelas itu, Raka menatap sekeliling sebentar. Dia juga ragu untuk mengatakan lagi dengan siapa, karena cukup susah melihat dari bawah meja belajar saat ini.
"Ugh, gak tau." Ia berkata sambil mengelus-elus kepalanya yang terantuk langit-langit meja.
Ivan mengernyit. "Kok gak tau?"
"Aku gak mau jawab."
"Haha, oke-oke. Ini udah jam istirahat, kamu udah makan?"
Raka menggeleng, meskipun sang kakak tidak bisa melihatnya.
"Raka? Kamu udah ke kantin?"
"Aku gak ke kantin," jawab Raka singkat.
"Loh, kenapa?"
"Karena gak ke kantin," balasnya nyeleneh.
"Evan gak ke kelas kamu?" tanya Ivan bingung. Soalnya Evan sudah ditugaskan untuk-berangkat-ke kantin-pulang-bersama Raka.
"Gak. Epan sama cewek," jawab Raka dibumbui kebohongan. Sengaja, pikirnya.
"Beneran?!"
"Hu'um. Aku lapar. Tapi Epan lagi sama cewek sampe lupa ngajak aku ke kantin."
Setelah itu, Raka cekikikan sendiri. Seru juga bohongin orang.
"Oh, Epan-nya lagi sama cewek, ya?"
Raka mengangguk.
Orang itu manggut-manggut saja. "Sampe lupa sama adiknya, ya?"
Raka hendak mengangguk kembali-Tapi tunggu? Itu suara siapa? Kaya gak asing. Mana tepat di sampingnya lagi. Raka menoleh..
Oh, Evan.
Hehe.
Raka menggaruk tengkuk saat menemukan Evan tengah berjongkok di sampingnya untuk melihatnya di kolong meja.
Sejak kapan kakaknya itu di sini?
Ck. Dia Datang tiba-tiba, macam jailangkung saja.
Raka kembali pada walkie-talkie-nya sebentar. "Ipan, Ipan. Raka mau udah dulu."
"Hm, iya-iya. Kamu jangan lupa makan."
Setelah itu, sambungan tidak lagi tersambung. Raka kembali menoleh pada Evan yang masih tersenyum paksa.
"Udah?" tanya yang lebih tua.
"Hum."
"Oke, saatnya pembohong kecil ini keluar dari kolong meja." Evan menggeser meja lebih jauh, lalu mengangkat badan ringan sang adik. Digendongnya ala koala untuk dibawa keluar kelas segera.
Namun, apalah daya ketika si adik malah memberontak di gendongannya. "Lepas! Mau bareng Cicak!"
Evan tidak menggubrisnya. "Cicak lagi bertelur. Kamu sama Abang aja," katanya seraya terus merakit langkah menyusuri koridor.
Raka mendengus. "Cicak itu bukan cicak. Cicak juga cicak tapi." Cara bicaranya amburadul dan terdengar ragu. "Gak taulah." Raka tak lagi memberontak, ia rebahkan kepalanya pada bahu sang kakak.
"Kamu kenapa bohong sama Ivan, hm?" tanya Evan kemudian.
"Suka sukaku," jawab Raka julid.
"Emang Epan marah?" lanjutnya dengan bertanya.
"Iya," balas Evan. "Marah karena kamu gak kasih Bang Evan walkie-talkie kaya Ivan."
"Oh. Epan emang gak dikasih."
Evan mengernyitkan dahi. "Loh, kenapa?"
"Suka sukaku."
Terserah. Evan memilih diam selanjutnya.
"Epan, katanya di kantin ada mie enak," celetuk Raka setelah beberapa detik. Ia memainkan telinga sang kakak yang mana membuat si empu cukup kegelian.
"Terus?"
"Aku mau beli."
"Gak boleh makan mie."
"Suka sukaku."
"Terserah! Pokoknya terserah!!" pekik Evan terlampau sebal.
•••
Raka, Abang gak bisa anter kamu pulang. Ada tugas dari guru. Kamu bareng supir, ya.
Katanya Evan, sih, gitu. Tapi, dari beberapa menit lalu Raka menunggu di parkiran, supir itu tidak datang-datang menjemputnya.
Sudah dua kali supir itu telat menjemputnya. Raka jadi ingin menginjak kakinya untuk ke-dua kali juga.
Tangannya sudah penuh tanah dan lumpur karena tadi Raka sempat mencari skateboard Galaksi yang ia kubur. Tapi, tidak ketemu. Untuk pencarian selanjutnya Raka akan meminta tolong pada orang nanti.
Seperti dejavu, Raka menunggu di area parkiran dengan wajah datar. Namun, yang berbeda hanyalah seragam anak itu yang kusut, tangannya kotor begitupun wajahnya, dan sepatunya yang tinggal sebelah.
Evan, adekmu lengah dikit langsung jadi anak ilang.
Berbeda dengan wajahnya yang datar tanpa emosi. Dalam hatinya Raka terus merengek ingin pulang segera.
Kalau pulang sendiri sih bisa saja. Tapi, Raka tidak mau berjalan kaki untuk sekarang.
Ingin menelepon seseorang? Raka tidak bawa ponsel. Bahkan walkie-talkie yang pagi lalu berada di tangan, kini sudah menghilang entah kemana.
Lima detik setelah itu, keberuntungan tengah berpihak pada Raka, ketika sebuah mobil mengkilap berwarna hitam berhenti tepat di depannya.
Raka bersorak gembira dalam hati. Sudah pasti mobil itu akan menjemputnya. Wah, siapa ya? Raka akan berterima kasih pada orang itu.
Athan.
Raka sedikit melebarkan pupil matanya saat kakak sulungnya keluar dari mobil itu dengan masih memakai pakaian formal. Oh, apakah Raka masih bisa menafsirkan kalau ini keberuntungan?
Anak itu membatu di tempat, sementara Athan mulai melangkah mendekat.
"Kenapa penampilanmu?" tanya Athan agak kaku. Ia terkejut melihat adiknya sangat kotor sekarang.
Raka tak menjawab, ia hanya diam. Ralat, kaget karena Athan berjongkok, dan mengeluarkan tisu basah dari sakunya.
Si sulung itu hendak meraih tangan Raka, tapi anak itu mundur selangkah.
Athan tersenyum tipis. Perlahan, diraihnya lagi tangan Raka, ketika tidak ada pemberontakan ia mulai mengelap tangan itu.
Dari tangan, Athan mengelap pipi kotor adiknya dengan gerakan lembut. Dan, semua yang ia lakukan membuat Raka tak bisa berkata-kata apa-apa.
Ini ... nyata? Bahkan Raka tidak bisa mempercayainya.
"Ayo, pulang sama Abang." Setelah membersihkan badan adiknya, Athan berdiri dan menggenggam tangan Raka.
Raka mengerjap. Kesadarannya mulai terkumpul dari rasa keterkejutan. Ia lekas memberontak mencoba melepaskan tautan tangannya dengan sang kakak.
"Gak mau! Lepas!"
Hayo.. Raka berontak tuh..
Segini dulu. Aku mau siap-siap dinner bareng Heeseung ~
Vote dan komentarnya, beb 💋

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!