Mark melirik sekilas ke arah orang-orang yang memperhatikan, lalu kembali menatap Haechan. "Biar saja. Yang penting mereka tahu kau milikku."
"Ya ampun... kau ini..."
Tiba-tiba, seorang anak SMP, mungkin sekitar 14 tahun— berlari dari seberang jalan, dengan mata membulat seperti hendak menangis bahagia. Dia berhenti di depan mereka, napasnya ngos-ngosan, tapi senyumnya sangat lebar.
"Lee Haechan? Astaga! Ini... ini sungguhan kamu?? Aku fans berat kamu dari drama pendek kamu yang viral itu!! Ya Tuhan, aku tidak percaya bisa ketemu kamu di sini!"
Haechan tertawa riang, membungkuk sopan. "Senang bertemu denganmu juga. Terima kasih, ya. Namamu siapa?"
"Jung Woon! Boleh... boleh aku memelukmu?" tanyanya polos.
Namun sebelum Haechan sempat menjawab, suara dalam namun tegas terdengar, "Tidak boleh."
Jung Woon memandang ke arah Mark, sedikit terkejut. "Kenapa...?"
Mark menatap lurus, matanya tidak tajam, tapi jelas— tidak terbuka untuk kompromi. "Karena dia sudah menjadi milikku. Kau akan mengerti saat kau punya omegamu sendiri nanti."
Anak itu mengangguk cepat, gugup tapi tersenyum. "Oh... iya... Maaf ya..."
Haechan tersenyum lembut, "Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mendukung aku, ya. Semangat sekolahnya!"
Anak itu melambaikan tangan dan dengan polos, melempar flying kiss ke arah Haechan. Haechan refleks tertawa dan membalas, tapi ketika ia menoleh...
Mark berdiri diam, alisnya sedikit bertaut dan bibirnya mengerucut. Ia tidak berkata apa-apa, tapi ekspresinya jelas: cemburu.
"Aigoo... Mel, itu bocah..." goda Haechan sambil menggeleng.
"Tidak ada batas usia untuk kompetitor."
Haechan tertawa keras, menggandeng lengan Mark lebih erat. "Kau ini... aku cuma punya satu alpha, dan itu kau. Bukan siapa-siapa lagi."
Mark mendekat, mengecup cepat pelipis Haechan. "Aku tahu."
♫•*¨*•.¸¸♪
Sore itu, sinar matahari menembus dedaunan taman dengan hangat yang lembut. Haechan dan Mark berjalan berdampingan di jalan setapak yang dipenuhi bunga musim semi yang bermekaran. Mereka baru saja membeli dua cone es krim dari gerai kecil di sudut taman—vanilla untuk Mark dan cokelat hazelnut kesukaan Haechan.
Mark menggenggam tangan Haechan dengan santai, dan mereka menikmati keheningan yang nyaman, hanya diiringi tawa anak-anak kecil yang bermain di kejauhan. Bau manis bunga bercampur aroma es krim mereka, dan hawa tenang terasa menyelimuti semuanya.
Saat mereka berjalan perlahan di bawah pohon sakura yang mekar lembut, seorang anak kecil, mungkin sekitar tiga atau empat tahun—tiba-tiba berlari tergesa, dan jatuh tepat di depan kaki mereka. Es krimnya terlempar, dan lutut kecilnya tergores ringan. Bocah itu terdiam sesaat sebelum mulai menangis dengan suara pelan, seperti menahan malu.
Mark langsung jongkok dengan refleks. "Hei, hei... jangan menangis, ya?"
Tangannya dengan lembut menyeka air mata si bocah, lalu membuka napkin dari kantongnya untuk membersihkan tangan dan lutut anak itu.
"Kau tahu? Luka kecil itu artinya kau pemberani. Dan para pemberani selalu cepat sembuh."
Anak kecil itu terisak, tapi mulai berhenti menangis saat melihat senyum hangat Mark. Mark mengambil es krimnya sendiri dan menawarkan sedikit kepada bocah itu sambil berkata, "Coba ini. Vanillanya enak banget. Tapi hanya untuk yang senyum, ya?"
Bocah itu mengangguk kecil, mengulum senyum malu-malu sambil menerima suapan kecil. Melihat pemandangan itu, Haechan hanya berdiri dengan senyum penuh cinta, wajahnya lembut menatap bagaimana sisi paling manis Mark muncul tanpa perlu diminta.
"Mark Lee, kau itu bahaya banget..." bisik Haechan pelan.
Tak lama, datang seorang omega dewasa, kemungkinan kakak si anak. Rambut panjangnya dikuncir, dan dia terlihat agak terengah.
"Maaf! Maaf... Aku tadi sedang membeli minum—Ah, Gaeul, kau tidak apa-apa?"
Anak kecil itu mengangguk, lalu menunjuk Mark. "Oppa ini baik..."
Omega itu mengalihkan pandangannya pada Mark dan langsung tertegun, matanya membulat sedikit saat memperhatikan wajah tampan dan postur gagah Mark. Lalu, dengan agak malu-malu, dia memberanikan diri.
"Um... terima kasih ya sudah bantu adikku. Kalau... tidak keberatan, bolehkah aku, mungkin... menyimpan nomormu?"
Mark, masih dalam posisi berjongkok, hanya tersenyum sopan. Dia berdiri pelan, mengusap kepala Gaeul sekali lagi sebelum mengangkat tangan kirinya... menunjukkan cincin pernikahan perak yang mengkilap.
"Aku sudah menikah, dia omegaku," ucapnya tegas tapi tetap lembut sambil menunjuk ke arah Haechan yang berada sedikit belakang dari mereka.
Omega itu langsung membungkuk dalam-dalam ke arah Haechan. "Ah! Maaf! Aku... sungguh tidak tahu. Maaf sekali— terima kasih sudah bantu adikku."
Saat omega itu membawa adiknya pergi, Haechan yang dari tadi menonton dari belakang hanya menyilangkan tangan di dada, cemberut manja.
Mark melirik ke arahnya, lalu berjalan santai dengan senyum geli. "Apa kau sedang cemburu, hm?"
"Iya," balas Haechan cepat—terlalu cepat.
Mark makin tersenyum. Ia mendekat, menurunkan suara sambil membisik di telinga Haechan, "Sepertinya... kau harus mulai scenting aku."
Haechan tersentak kecil, menatap Mark dengan mata bulat dan pipi merona. "Scenting? Tapi... aku feromonku tidak terlalu kuat. Aku resesif..."
"Tidak masalah. Feromonmu adalah milikku, kuat atau lemah. Dan aku ingin memilikinya." Mark menatap lurus padanya. "Aku alphamu, dan aku akan selalu mengizinkanmu untuk scenting diriku."
Haechan tertawa pelan, salting, dan memalingkan wajah. "Aduh... bisa jangan gombal di tempat umum?"
"Tidak bisa," jawab Mark tanpa ragu.
Mereka kembali melangkah menyusuri taman. Tapi belum lama berjalan, Haechan meringis kecil dan berhenti.
"Ah... Mark, kayaknya kakiku lecet. Boots aku sempit..."
Tanpa pikir panjang, Mark jongkok di depan Haechan. "Naik. Aku gendong."
"Hah?" Haechan terbelalak. "Nggak usah, nanti—"
Tapi Mark sudah melepaskan boots kecil di kaki Haechan, lalu membopongnya naik ke punggungnya dengan satu gerakan. Satu tangan menyangga punggung bawah Haechan, dan tangan satunya menggenggam boots Haechan yang sudah dilepas.
"Besok, aku belikan sepatu baru yang lebih nyaman dan cantik. Tapi sekarang, ayo kita pulang."
Haechan tertawa di punggung Mark, melingkarkan tangan di leher alphanya. "Ya ampun... aku benar-benar seperti anak kecil."
"Anak kecil yang kusayang."
Perjalanan mereka pulang jadi lebih indah dari sebelumnya. Haechan tertawa dan mulai bercerita tentang hal-hal kecil— tentang burung lucu yang dia lihat tadi, tentang ide karakter baru untuk drama barunya, tentang rasa es krim yang mengingatkan dia pada masa kecil. Mark hanya mendengarkan, sesekali menjawab pendek, tapi sorot matanya begitu hangat dan lembut, seolah seluruh dunia ini cukup hanya dengan suara Haechan.
Saat matahari mulai tenggelam dan langit berubah jingga, Haechan menyandarkan pipinya di bahu Mark, mendesah pelan.
"Aku bahagia sekali hari ini..."
Mark mengangguk, mengecup lembut tangan Haechan. "Aku juga. Dan aku akan pastikan kebahagiaan ini tidak pernah berhenti."
— to be continued —
₊˚✧⋆ jangan lupa vote dan comment ya ₊˚✧⋆
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
PART 31 : Little Wound
Start from the beginning
