Givana menendang-nendang batu kerikil yang ada di depan kakinya. Gadis itu tengah menunggu jemputannya yang entah kenapa masih belum datang.
Pikirannya melayang pada cerita Raisha waktu di rooftop tadi.
Raisha bilang, dia mengejar Maven karena terpaksa.
"Gue di paksa bokap gue, kata dia gue harus ngejar Maven. Gue boleh berhenti kalau ayah gue sendiri yang nyuruh berhenti, gue gak bisa Va, gue tertekan"
Givana tak pernah menyangka dibalik Raisha yang selama mengejar Maven setengah nyawa, ternyata hasil paksaan. Betapa jahatnya ayahnya itu?
Givana sudah bertanya, kenapa Raisha tidak menolak? Raisha menjawab, Ia sudah menolak, tapi ayahnya mengancam akan membuang semua barang-barang peninggalan ibunya tanpa sisa jika Raisha berani menolak.
Entah apa alasan ayahnya menyuruh Raisha untuk mengejar lelaki itu.
Tin! Tin! Tin!
Lamunan Givana buyar oleh sebuah mobil yang membunyikan klakson di depannya.
Pengemudi itu menurunkan kaca mobilnya.
"Maven?" Gumam Givana.
"Ngapain di situ?" Tanya Maven.
Givana menatap dengan alis terangkat "Nunggu jemputan lah"
Memangnya apalagi?
"Masih lama gak? Udah mau sore, bareng gue aja" tawa Maven.
Givana menggeleng "Gak tau, lo duluan aja" tolak Givana.
Maven melirik kearah jam "Naik" titahnya.
Givana menggeleng "Gue-
"Jemputan lo gak akan datang, cepet naik" potong Maven.
Givana terdiam menimbang-nimbang keputusannya. Dia tak ingin pulang bersama Maven, tapi jika jemputannya benar-benar tak akan datang bagaimana?
Tapi kenapa supirnya tak mengabarinya?
"Yaudah" putus Givana. Gadis itu memutari mobil dan membuka pintu penumpang.
Hendak mendudukkan dirinya tapi Maven lebih dulu berucap "Gue bukan supir lo, di depan" ujarnya.
"Sama aja, kan-
"Gak mau ngulang" pungkas Maven.
Givana menghela nafas, kembali menutup pintu dan beralih pada pintu depan.
"Seatbelt" ingat Maven.
Givana memakai seatbelt sesuai perintah Maven.
Setelah memastikan Givana benar-benar aman, Maven menjalankan mobilnya.
Saat di perjalanan nyaris tidak ada obrolan jika saja Givana tak membuka pembicaraan lebih dulu.
"Lo kok baru pulang?" Tanya Givana.
"Latihan" jawab Maven singkat.
Givana membulatkan bibirnya membentuk huruf 'O'.
Givana melabuhkan pandangannya pada luar jendela.
Otaknya berpikir, Maven menolak ajakan Raisha tapi dia mengajaknya.
"Rumah lo masih sama, kan?" Tanya Maven.
"Hm" jawab Givana.
Rasa canggung melintasi mereka.
Ck
Decakan singkat itu keluar dari bibir Givana. Rasanya sangat tidak nyaman ketika saling diam seperti ini.
Givana kehabisan topic untuk mengobrol dengan Maven, tapi lelaki itu sepertinya tak mencarinya sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ephemeral Maiden
Teen Fiction"Tarik pelatuknya, Haga. Gue mau mati sekarang." ~ Tak pernah Alena bayangkan, akhir hidupnya justru datang dari tangan kakaknya sendiri. Namun alih-alih mati, ia justru terbangun di dunia asing-terjebak dalam tubuh seorang figuran dari novel yang b...