11 - Bermain-main

53.9K 2.5K 17
                                        

Tandai kalau ada typo!

Kantin sekolah sudah sangat ramai. Begitu ramainya hingga Givana dan sahabat-sahabatnya kebingungan mencari tempat duduk karena semua meja telah terisi penuh.

Suara bising bercampur tawa dan dentingan sendok membuat kepala terasa berdenyut. Tidak tahan dengan kericuhan tersebut, Givana memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.

Namun siapa sangka, di sanalah ia justru bertemu dengan Maven yang tengah menemani Flora. Lelaki itu terlihat begitu lembut, mengusap-usap kepala gadis di sampingnya.

Melihat pemandangan tersebut, Givana tersenyum miring. Ia menghela napas pelan, bertanya-tanya dalam hati: mengapa lelaki pintar sering kali mudah diperdaya oleh perempuan licik?

Contohnya Haga, kakaknya sendiri yang cerdas, dan Maven, lelaki pintar yang selalu menempati peringkat pertama secara konsisten. Givana tahu itu karena sebelumnya ia pernah membaca kisah mereka dalam novel.

Tapi bagaimana bisa Givana menyebut Flora sebagai perempuan licik padahal Flora adalah tokoh protagonis? Nyatanya, tidak semua protagonis sempurna. Banyak dari mereka yang melakukan kesalahan, namun karena gelar 'protagonis', pembaca cenderung memakluminya.

Saat melewati mereka, Givana berdehem singkat tanpa menoleh. Maven hanya melirik sekilas, begitu pula Flora.

Keingintahuan menyeruak dalam benak Givana. Ia ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Ia melangkah pelan menuju rak buku tak jauh dari tempat keduanya duduk, lalu berpura-pura mencari buku. Nyatanya, ia tengah menguping.

"Hm?" sahut Maven kala Flora berucap.

"Kamu kenal Givana?" tanya Flora, suaranya dipelankan.

Givana bersyukur telah diberi pendengaran yang tajam. Ia mengernyit heran. Kenapa namanya disebut?

"Maksud aku.. kamu kenal banget sama dia?" lanjut Flora.

"Enggak," jawab Maven seadanya.

Flora tampak berpikir sejenak. "Dia suka minta apa aja sama kamu?" tanyanya lagi.

Maven melirik ke arah rak buku tempat Givana bersembunyi.

Givana buru-buru menarik kepalanya agar tak terlihat. Astaga, lelaki itu…

"Gak ada, kemarin-kemarin aja," jawab Maven.

Ia sebenarnya tahu kalau Givana tengah menguping.

"Oh ya? Gak ada minta aneh-aneh?" tanya Flora lagi. Maven hanya menggeleng.

Givana mulai curiga. Kenapa Flora terlihat khawatir? Apa ia takut Givana meminta sesuatu yang aneh?

Sudut bibir Givana terangkat. Bermain-main sepertinya akan menyenangkan.

Givana keluar dari balik rak dan berdiri menghadap Maven dan Flora.

"Flora," panggilnya.

"Kenapa Giva?" sahut Flora dengan nada lembut.

Givana tersenyum. "Gue punya permintaan," ujarnya pelan, menyesuaikan dengan suasana perpustakaan.

Maven hanya diam memperhatikan. Ia siap turun tangan jika permintaan Givana melewati batas.

"Permintaan apa?"

Givana menyeringai tipis. "Sini."

Flora berdiri dan mendekatinya. "Deketan," pinta Givana.

Transmigrasi Ephemeral MaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang