Buru-buru dia menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak. Dia laki-laki. Athan Alandra, putra sulungnya Bastian yang memiliki badan kekar, tidak semestinya bersifat banci.
Dia ... harus menemukan Raka. Apapun caranya.
Meminta maaf pada adiknya itu, adalah hal wajib baginya.
Athan sudah tak sanggup lagi merasakan sesak, sesal, sakit dalam hatinya. Bagaimana jika Raka tidak memaafkannya?
Bagaimana jika adiknya yang di luar sana kenapa-napa? Bastian tidak akan ragu untuk menghabisinya. Dan Athan tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
Lepas dari semua itu, kenapa juga dia harus membenci salah satunya adiknya? Sesungguhnya Athan tak bisa menyeimbangi perasaan, antara peduli dan benci.
Tapi ... Raka masih kecil, bukan?
Umurnya dengan Kay tidak terpaut jauh. Mamanya ketimbang peduli dengan si bungsu, begitupun dia, ayahnya dan si kembar. Lalu Raka? Bukan masalah dia peduli atau tidak. Namun, ketika dia belum sepenuhnya dewasa, pasti anak itu memiliki rasa cemburu
Athan kasihan dengan dia ... tapi Athan juga tidak ingin Kay kekurangan kasih sayang.
Akh! Dia harus apa?
"Sial, sial, sial! Aghh!" Athan berteriak sambil memukuli dinding koridor rumah sakit.
"Sepertinya dia salah masuk rumah sakit, harusnya dia dibawa ke rumah sakit jiwa," kata orang yang tak sengaja lewat dan melihat kelakuan Athan barusan.
Athan tak mengindahkan perkataan dan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ia berjalan keluar dengan napas menggebu-gebu.
Satu tujuan sekarang: menemukan Raka.
•••
15.30 PM.
"Raka, kamu sukanya makan apa?"
Pertanyaan itu. Kenapa harus ditanyakan terus-terusan? Sudah pasti jawabannya 'permen'.
"Permen," jawab Raka sambil memperlihatkan permen tangkai yang baru ia keluarkan dari dalam mulutnya.
Zila—mamanya Kairo dan Ichak tersenyum lebar. "Bagus, dong!" seru Zila. "Mama punya dua toko permen di kota ini. Kamu bisa ke sana buat cobain aneka macam permen. Gratissss!"
Mata Raka berbinar-binar. Kapan lagi coba makan permen banyak, gratis pula. "Bener?"
Zila mengangguk, sambil mengelus rambut Raka. Sejak dia dan suaminya pulang, anak itu sudah menarik perhatiannya. Bahkan Zila memaksa agar Raka memanggilnya Mama.
Kairo dan Ichak yang duduk berdua di ujung sofa bersungut-sungut. Mamanya itu, daritadi menempel pada Raka hingga mereka tidak punya waktu untuk bersama bocil pendek itu.
"Tapi kamu jangan terlalu banyak makan permen, nanti giginya rontok," ucap Zila sedikit menakuti-nakuti.
Arga yang baru mendekat, menggeleng-gelengkan kepala. Merasa maklum dengan ucapan istrinya. "Bener! Nanti giginya hitam! Terus ompong, dong."
Pak? Anda sama saja.
Raka mendekatkan wajahnya pada wajah Mama Zila. Anak itu membuka mulut, menunjukkan kalau dia tidak ompong. "Aku gak ompong."
Zila terkekeh kecil. Tangannya bergerak mencubit pipi Raka. "Kamu gemesss bangettt! Jadi anak Mama, yuk!" ajaknya girang. "Nanti Mama kasih permen banyak-banyak!"
Raka menggeleng. "Aku udah punya Kakak Permen. Gak perlu Mama Permen lagi." Kairo yang disebut membusungkan dadanya bangga.
"Loh, kenapa? Gak papa, dong. Nanti kamu punya Mama Permen, Papa Permen, Kakak Permen. Kita poto, terus posting di Facebook, caption-nya 'Keluarga Permen!'"

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!