09 -

55.9K 2.6K 27
                                        

Tandai kalau ada typo!





Dengan tatapan datar, Givana menatap orang-orang di meja makan satu per satu.

Tanpa sengaja, matanya bertemu dengan mata yang menyorot dingin milik Aidan. Givana tak melepas tatapannya, begitupun Aidan.

Menatap Aidan dalam. Givana merasa.. ada yang mengganjal dengan tatapan Aidan padanya. Sejenis benci, penuh dendam, dan tidak peduli.

Ting!

Dentingan sendok yang di taruh kasar mengambil alih perhatiannya.

Lauren, wanita itu memasang wajah masam.

"Kenapa sayang?" Tanya Brian lembut.

Givana berdecih sinis. Apa-apaan panggilan itu? Sayang? Ingin sekali rasanya untuk Givana tertawa keras.

"Aku gak selera makan" jawab Lauren cemberut.

"Kenapa?"

"Ada mereka" ujar Lauren mengarah pada Alvaz juga Givana.

Alvaz menghentikan pergerakannya. Brian menatap pada Givana dan Alvaz secara bergantian.

"Kalian ma-

"Udah" potong Alvaz. Lelaki itu beranjak dan melengos pergi.

Givana terdiam sesaat. Apalagi sekarang? Kenapa wanita tua itu lebay sekali. Tidak selera makan karena adanya mereka? Huh? Tidak tahu diri.

"Kamu Givana?" Tanya Brian.

Givana menoleh "Buta?" Tanya balik Givana. Geram sekali rasanya.

Brian menatapnya tajam "Gak sopan!"

Givana mengedikkan bahunya acuh. Membuat Brian menggeram marah.

"Papa lagi bicara sama kamu Givana!" Marahnya.

"Gak sopan" Balas Givana dengan membalikkan perkataan Brian tadi.

"Gak sopan apa? Kamu yang gak sopan!"

Givana tersenyum miring "Aku lagi makan, Papa nyuruh aku buat berhenti, itu sopan?"

Brian terdiam. Ucapan Givana tidak salah, tapi menjengkelkan. Lauren lebih utama disini.

"Ka-

Ck

Aidan berdecak kesal "Ribet" ucapnya seraya beranjak dan langsung meninggalkan meja makan.

"Iya bener" timpal Givana dengan wajah sok polos.

"Tante kalau gak nyaman makan bareng aku sama bang Alvaz, makan aja sendiri di tong sampah" ujarnya. Detik selanjutnya Givana ikut beranjak dan berjalan menyusul Aidan.

"DASAR GAK TAU DIRI-" dan apalah selanjutnya, Givana tak mendengarnya jelas karena sudah jauh.

Hendak menginjak tangga tapi terhenti saat mendengar bel berbunyi.

Ding-dong, ding-dong

Givana berdecak, sepertinya tamu kali ini tak sabaran.

Kaki jenjang Givana melangkah pada pintu. Tangannya bergerak untuk membuka pintu.

"Woih, Giva! Udah sembuh?" Tanya salah satu dari mereka.

Givana mengangkat alis. "Udah" jawabnya cuek.

Transmigrasi Ephemeral MaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang