Bab 21

41.3K 4.4K 404
                                        

Plak!

Wajah Bastian mengeras. Dia marah, sangat marah sekarang. Sulungnya itu benar-benar membuatnya emosi.

"Apa yang kamu pikirkan, Athan?! Kamu sudah kehilangan akal, hah?!"

Athan hanya bisa diam. Pipinya masih terasa kebas akibat tamparan sang ayah yang begitu keras.

Pagi ini, Bastian dan Gisel kembali dari luar kota. Mereka sudah tahu semua kejadian semalam. Tidak habis pikir bagaimana bisa sulung mereka itu berbuat yang tidak seharusnya ia perbuat? Salah besar mereka memberi harapan pada Athan kalau dia bisa menjaga adik-adiknya.

Harapan mereka tak sesuai.

Hancur karena sikap Athan yang emosional.

Mansion itu terasa tegang. Suasana sesak menyelimutinya tanpa memberi sedikit celah untuk bernapas lega.

Gisel yang duduk di sofa, menunduk, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Perasaan risau daritadi menggerogoti relung. Ia khawatir dengan anak-anaknya.

Kay yang sebelumnya sudah Gisel jenguk di rumah sakit belum menunjukkan tanda akan sadar. Ivan juga belum kelihatan dari pagi tadi. Dan anak keempatnya ... Gisel langsung menangis setelah itu. Dari semuanya, hanya Raka yang paling ia khawatirkan. Ke mana anaknya? Gisel takut, sangat takut kalau terjadi apa-apa dengannya.

Sementara Evan, ia sudah pergi beberapa menit lalu untuk mencari Ivan dan Raka yang di luaran sana.

Bastian mengusap wajahnya kasar. "Ayah benar-benar kecewa dengan kamu, Athan!" ungkapnya setengah membentak.

Athan menunduk, matanya menatap kosong ke arah lantai yang seolah sedang mengejeknya.

Sakit, sesak, bimbang-bercampur dalam hatinya.

Namun, ia tidak marah, ia terima.

Sudah beratus-ratus kali dia memikirkan ini dari semalam hingga tidak tidur. Dan kemudian dia sadar.

Kalau dirinya ... memang bersalah.

"Pukul aku lagi, Ayah.."

•••

"Phonophobia. Itu kata dokter semalam."

Raka menatap bingung Kairo yang berdiri di tepi kasur yang ia duduki sekarang.

Kairo mengusap pelan kerutan di kening Raka. "Udah berapa lama kamu kena phobia suara keras, hm?" tanyanya lembut.

Raka mengalihkan pandangan ke depan. Malam itu, dia sudah sadar kalau dirinya sangat ketakutan pada suara keras, contohnya suara klakson mobil. Dan ternyata dia memang memiliki trauma. Namun, Raka tidak tahu sudah berapa lama dia memilikinya, karena itu kali pertama ia mengalaminya.

Di kehidupan sebelumnya, Raka tidak pernah mengalami itu. Apa mungkin ini efek saat dia mati kecelakaan ditabrak mobil yang menyebabkan dia trauma di kehidupan barunya?

Raka akui. Setelah kejadian itu, dia terguncang.

Bayangkan saja, diusir dari rumah dengan tidak hormat dan luntang-lantung di jalanan.

Bukannya mendapat kebahagiaan setelah keluar dari rumah, malah dihadang maut tengah jalan.

Raka menggeleng lemah sebagai jawaban atas pertanyaan Kairo.

Kairo duduk di tepi kasur. Ia mengelus surai Raka dengan gerakan halus. "Satu lagi, kenapa kamu bisa pingsan di tengah jalan?"

Semalam Kairo memang lewat jalan itu dan mendapati banyak orang yang mengerumuni dan mencoba membantu seorang anak kecil yang pingsan. Dengan inisiatif-nya sendiri, Kairo berbohong kalau itu adiknya dan membawa Raka pulang ke rumah.

Raka Alandra (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang