Namun, salah satu dari mereka melirik Yerim dengan penasaran. "Kau tadi bersikap cukup ramah pada Joo Haesol," ujarnya setengah berbisik.
Yerim tertawa kecil, lalu pura-pura menghela napas panjang.
"Aku masih tidak percaya peran utama adalah Joo Haesol."
Beberapa orang menoleh, penasaran dengan ucapannya sebelum semuanya mengangguk menyetujui. Mereka sudah bersama dua tahun, banyak akting bersama di acara drama kampus. Dan pastinya mereka cukup hafal dengan kemampuan dan bakat masing-masing.
Joo Haesol?
Tidak ada apanya jika dibandingkan dengan omega bernama Lee Haechan.
Lee Haechan yang aktingnya di panggung drama cukup terkenal di seraya kampus, bahkan ramai dari fakultas lain yang mengaguminya.
Yerim menyandarkan dagunya di telapak tangan, suaranya terdengar lebih pelan tetapi tetap jelas. "Maksudku, kita tahu bahwa Haechan lebih pantas mendapatkan peran itu, kan? Apa kalian mau berakting dengan orang yang seperti kayu itu?"
Beberapa orang saling bertukar pandang.
"Kalau begitu, kenapa kau terlalu dekat dengannya?" seseorang bertanya dengan suara hati-hati.
Yerim tersenyum kecil, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. "Karena permainan ini tidak bisa dimainkan dengan frontal," katanya pelan. "Haesol anak donatur kampus. Menyerangnya secara terbuka hanya akan membuatku rugi."
Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja. "Tapi aku tidak akan tinggal diam," lanjutnya. "Aku akan memastikan bahwa semua orang tahu siapa yang sebenarnya pantas berdiri di atas panggung itu."
Mata Yerim menajam, ekspresinya dingin dan penuh perhitungan. Ia tidak melupakan bagaimana Haesol merebut peran Haechan dengan cara yang tidak adil.
Dan ia tidak akan membiarkan hal itu begitu saja.
♫•*¨*•.¸¸♪
Di ruang teater yang luas, tim produksi berkumpul di sekitar meja panjang, menikmati makan siang bersama. Percakapan riuh memenuhi ruangan, diselingi suara dentingan alat makan yang beradu dengan piring.
Di tengah-tengah meja, Haesol duduk dengan anggun, dikelilingi oleh beberapa anggota tim. Sebagian besar dari mereka tidak benar-benar menikmati kebersamaan ini, tetapi mereka tahu bagaimana permainan sosial di kampus ini berjalan. Haesol, sebagai anak donatur kampus yang berpengaruh, memiliki posisi yang tidak bisa diganggu gugat.
Sementara itu, di ujung meja, Haechan duduk dengan tenang, menikmati makanannya tanpa terganggu oleh suasana sekitar. Tatapannya tetap fokus pada piringnya, sesekali menyeruput minumannya dengan gerakan santai. Ia tidak butuh perhatian atau validasi dari siapa pun di ruangan ini.
Banyak di antara mereka sebenarnya lebih menyukai Haechan, tetapi mereka tidak bisa menunjukkan itu secara terang-terangan. Namun, Haechan tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Ketenangan makan siang itu tiba-tiba buyar ketika—
"Ugh...!"
Suara seruan tertahan membuat semua orang menoleh. Haesol, yang baru saja memasukkan makanan ke dalam mulutnya, tiba-tiba membelalak dan menutup mulutnya dengan panik. Wajahnya berubah drastis, ketakutan tergambar jelas dalam sorot matanya. Dengan tergesa-gesa, ia bangkit dari kursinya dan berlari ke tempat sampah di sudut ruangan, memuntahkan makanan yang baru saja ditelannya.
Beberapa orang terkejut dan langsung mendekat. "Haesol? Kau tidak apa-apa?" salah satu anggota tim bertanya, suaranya dipenuhi kepanikan.
Yang palsu.
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
PART 17 : The Ties
Start from the beginning
