•~ Selamat membaca ~
---
Gadis itu mulai membuka matanya perlahan.
Yang pertama kali dilihatnya adalah ruangan bernuansa putih gading. Tangannya terhubung ke sebuah selang, diselimuti aroma antiseptik yang asing. Kesadaran mulai menyatu.
Gue... masih hidup?, batinnya bertanya.
Alenandra Shazia. Begitu nama gadis itu. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan.
Sepi. Tak ada siapa-siapa. Apa Haga sedang bersama wanita pujaannya, meninggalkannya sendirian di sini?
Mungkin saja. Lelaki itu memang selalu memperlakukan wanita itu dengan begitu istimewa—wanita yang menurut Alena, tak lebih dari bermuka dua.
Ia masih tak percaya. Haga benar-benar menembaknya. Hanya karena wanita itu.
Rania. Wanita yang selama ini dipuja dan dicintai oleh Haga. Dibandingkan dengan Rania, Alena seolah tak berarti apa-apa.
Lagi-lagi, Haga menghukumnya karena kebohongan Rania. Fitnah. Pengkhianatan. Dan ia—Alena—yang jadi korban.
Lamunannya buyar saat pintu ruangan terbuka.
Seorang pria seusia Haga masuk dan melangkah mendekat.
“Udah sadar?” tanyanya, terdengar tak percaya.
Alena mengernyit bingung. Siapa dia? Temannya Haga?
“Siapa?” tanya Alena pelan. “Kak Haga mana?”
Pria itu mengerutkan dahi. “Haga? Siapa Haga?”
Pertanyaan itu justru makin membingungkan Alena. Jelas Haga kakaknya. Mengapa pria ini tak mengenalnya?
“Lo kenapa? Ada yang sakit?” tanya pria itu, mulai khawatir.
Alena diam, mengamati wajahnya. Apakah ia mengenal pria ini? Sepertinya tidak.
“Lo siapa?” tanyanya.
Pria itu terlihat terkejut. “Gue Alvaz. Abang lo.”
Alena terpaku. Abang? Bukankah ia hanya punya satu kakak laki-laki—Haga?
“Lo gak inget?” tanya Alvaz.
Alena menggeleng pelan.
“Ada yang gak beres. Gue panggil dokter,” gumam Alvaz.
“Dokter! Dokter!” panggilnya tergesa. Tak lama, seorang dokter datang memasuki ruangan.
“Pasien sudah sadar?” tanya sang dokter.
Alvaz mengangguk. “Tapi, Dok… dia gak kenal saya. Kenapa?”
“Saya periksa dulu.”
•
•
Alena mengunyah makanannya tanpa semangat. Lelaki yang mengaku sebagai kakaknya itu memaksanya untuk makan. Tak ada pilihan lain, ia pun menurut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ephemeral Maiden
Teen Fiction"Tarik pelatuknya, Haga. Gue mau mati sekarang." ~ Tak pernah Alena bayangkan, akhir hidupnya justru datang dari tangan kakaknya sendiri. Namun alih-alih mati, ia justru terbangun di dunia asing-terjebak dalam tubuh seorang figuran dari novel yang b...