"Jangan bilang lo... ?!"
Lyora buru-buru menutupi tubuhnya dengan handuk tebal yang ia bawa. Sial, tubuhnya secara tidak langsung terekspos bebas.
Firasat Lyora tiba-tiba tidak enak saat kucing bernama BonBon melangkah masuk ke kamar mandi. Namun, belum sempat ia berpikir lebih jauh, sosok pria yang ia cari muncul begitu saja, langsung menendang BonBon hingga tubuh mungil itu terpental ke dinding.
Bugh!
"Sialan, brengsek ini sudah kubilang cukup menjaga dari jauh, tapi malah sok akrab," geram Draeven, rahangnya mengeras, matanya menyala penuh amarah.
Mata Lyora membelalak, syok luar biasa saat kucing itu berubah wujud di hadapannya menjadi seorang pria.
Bukan sekadar pria biasa. Sosok itu tinggi dengan bahu bidang, postur tegap tapi santai, rambut pirangnya disisir rapi ke belakang, menyisakan beberapa helai yang jatuh natural di dahi. Dia mengenakan setelan formal berwarna mencolok, jas ungu tua, kemeja hitam, dasi merah darah—yang seharusnya terlihat norak, tapi justru memancarkan aura liar, flamboyan, dan berbahaya. Wajahnya tegas, garis rahangnya tajam, bibir tipis yang membentuk seringai nakal, dan sepasang mata abu-abu pucat yang seperti sedang menertawakan dunia.
"Apa? Bukankah kau sendiri yang menyuruhku menjaganya? Dan barusan, dua kalimat yang aku wakilkan jelas keluar dengan suara seperti punyamu," sahut pria itu santai, sambil menepuk-nepuk jasnya seolah tengah membersihkan debu yang tak kasat mata.
Sial. Ini situasi apa, sih?!
Lyora benar-benar tidak paham. Bukan hanya Draeven, kini ada pria asing yang terasa… terlalu akrab dengan Draeven.
"Apa maksudmu menjilat?" tanya Draeven dingin, sorot matanya menusuk.
"Tentu saja, perkenalan," jawab pria pirang itu ringan, sudut bibirnya terangkat jenaka saat melirik Lyora. "Bukan begitu, gadis manis?"
Sebelum pria itu sempat melangkah mendekat, Draeven langsung menggeser tubuhnya, berdiri menghalangi pandangannya.
"Pergi."
"Wah, keterlaluan," pria pirang itu tertawa ringan, seakan tidak peduli pada ancaman Draeven. "Capek-capek aku datang ke sini dengan cepat, dan sekarang malah diusir begini."
"Pergi sekarang juga."
"SEBENTAR!" Lyora akhirnya tak tahan lagi, suaranya meninggi. Dua pria itu spontan menoleh padanya. "KALIAN BERDUA SOSOK ANEH YANG TIBA-TIBA MASUK DAN BERTINGKAH TIDAK MASUK AKAL! BISA NGGAK KASIH GUE PENJELASAN YANG NGGAK BIKIN GUE KAYAK ORANG GILA?!"
Pria pirang itu mengangkat kedua tangan, pura-pura menutup telinganya. "Astaga, suaranya melebihi Paman Theodore."
Sementara itu, Draeven justru tersenyum kecil, tidak merasa terganggu oleh suara Lyora. "Menjelaskan apa? Tidak perlu cari tahu. Dia cuma saudaraku. Sudah, itu saja, dan sekarang dia akan pergi."
"Haha... menjengkelkan sekali monster jelek ini," ujar pria pirang itu santai, kini sibuk membersihkan kacamata bulat tipis miliknya.
"Setelah membuat kebohongan, merekayasa keadaan, hampir menghilangkan nyawa seseorang, dan menyuruhku datang ke sini yang sedang sibuk, kau malah bermesraan di keheningan bersama seorang gadis manusia? Sikapmu melebihi setan."
"Terima kasih atas pujiannya. Sekarang pergilah," ujar Draeven acuh, bahkan tidak menatapnya. Ia berbalik, menatap Lyora yang berdiri kaku sambil melotot, tubuh atasnya kini sudah tertutup handuk tebal hingga sebatas lutut.
"Pakai bajumu."
Lyora mendengus. "Gue nggak bakal pakai sebelum lo keluar."
"Draeven nggak boleh, berarti aku boleh dong?" sela pria pirang, masih dengan seringai tengil.

KAMU SEDANG MEMBACA
That Naughty Monster is My Boyfriend
Fanfiction"Tubuhmu sempurna... padat, berisi, ramping, dan begitu menggoda. Bahkan aromamu membuatku ketagihan. Aku ingin menikmati setiap inci darimu, sayang." _________ Shadowbrook Camp - nama yang sudah dikenal luas. Destinasi favorit bagi para siswa yang...