Typo bertebaran
•
•
•
Happy reading....Langit meletakkan setangkai bunga di atas makam adiknya, menundukkan kepala sembari merapal doa dalam hati. Jian, yang berdiri di sampingnya, melakukan hal yang sama, matanya menerawang dalam kesunyian.
Tatapan Langit jatuh pada foto yang terukir di batu nisan. Senyuman adiknya terpampang di sana, seakan masih hidup dalam ingatannya. Jemarinya yang sedikit bergetar mengusap foto itu, seolah ingin menyentuh kembali sosok yang kini hanya tinggal kenangan.
"Dia seumuran sama kamu, Ji..." gumamnya lirih.
Jiandra menoleh, lalu menatap foto itu lebih lama, merasakan duka yang tersirat dalam kata-kata Langit.
Langit menarik napas panjang sebelum akhirnya duduk di samping makam, membiarkan tangannya menyentuh batu nisan yang dingin. "Dulu... waktu umurku tujuh tahun, Sky masih enam tahun. Dia anak yang ceria banget, nggak bisa diam, selalu ngikutin aku ke mana-mana. Mama sering bilang kalau Sky itu bayanganku..." Langit tersenyum miris, tapi matanya tetap terpaku pada batu nisan.
Jiandra memilih untuk tetap diam, membiarkan Langit melanjutkan kisah yang mungkin masih menyakitinya.
"Sampai suatu hari... ada kecelakaan." Suaranya mulai bergetar. "Hari itu hujan gerimis. Aku sama Sky nemenin Mama ke supermarket. Sepanjang jalan dia selalu genggam tanganku, tapi aku nggak tahu kenapa tiba-tiba dia ngelepasin genggaman itu dan lari ke seberang jalan.ternyata dia lihat Papa..." Langit berhenti sejenak, matanya meredup. "Sama perempuan itu."
Jiandra menahan napas, mendengarkan dengan saksama.
"Setelah Papa selingkuh, kami nggak pernah ketemu lagi. Jadi waktu Sky lihat Papa di seberang, dia senang banget... Dia teriak manggil, tapi-"
Langit menutup matanya erat-erat, seakan berusaha menghapus bayangan itu dari pikirannya. Jian menepuk pundaknya pelan, memberi isyarat bahwa ia tak harus melanjutkan jika terlalu berat.
"Tapi tiba-tiba ada mobil yang melaju cepat. Nggak sempat ngerem." Langit meneguk ludah, suaranya nyaris patah. "Aku cuma dengar suara rem mendadak... suara benturan keras... lalu-"
Ia menarik napas dalam-dalam, tetapi suaranya bergetar. "Sky udah ada di tanah. Nggak bergerak."
Jian tercekat, merasakan nyeri yang menjalar dari cerita itu.
"Aku lari, manggil-manggil namanya, tapi dia nggak jawab... Darahnya banyak banget, Ji... Aku nggak bisa lupa pemandangan itu..." Suara Langit hampir tak terdengar.
Jiandra menunduk, hatinya ikut sesak.
"Sky meninggal di perjalanan ke rumah sakit." Langit mengusap wajahnya, mencoba mengusir air mata yang menggenang. "Aku nggak pernah bisa maafin diri sendiri sejak hari itu. Seharusnya aku jagain dia... Seharusnya aku nggak ngelepasin genggamannya... Kalau aku lebih cepat narik dia, kalau aku lebih waspada... mungkin Sky masih ada sekarang..."
Suasana di antara mereka membisu, hanya suara angin yang berembus lembut di pemakaman yang sepi. Jiandra mengepalkan tangannya, berusaha mencari kata-kata yang tepat.
"Abang nggak salah..." Suaranya bergetar, namun penuh ketulusan. "Sky pasti tahu kalau Abang adalah kakak yang baik. Dia pasti bahagia pernah punya Abang sebagai kakaknya."
Langit terdiam cukup lama sebelum akhirnya tersenyum kecil, meskipun matanya masih menyimpan luka yang dalam. "Aku harap begitu, Ji... Aku harap dia tahu kalau aku sayang sama dia lebih dari apa pun..."
Dan angin pun berembus pelan, seakan membawa bisikan dari seseorang yang kini hanya bisa mereka kenang.
______________________

KAMU SEDANG MEMBACA
Haunted dormitory [END]
Horror"jangan pernah tinggalkan dia sendirian,jika kau tidak ingin dia celaka" "Bapak taukan asal usul asrama ini?" "WOY LIHAT ADA YANG KESURUPAN!!" "Kalian tau nggak,gue denger-denger ternyata asrama ini dulunya bekas tanah kuburan" bercerita tentang keh...