31. HARQEEL

4.3K 217 2
                                        


Ruangan itu terasa semakin sempit.

Aqeela menatap Flavio tanpa berkedip, masih sulit mencerna semua yang baru saja ia dengar. Noel dan Harry berdiri di sisinya, tapi entah kenapa, kehadiran mereka tidak bisa mengurangi rasa dingin yang menjalari tubuhnya.

Flavio bersandar di pintu, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Tatapannya tajam, tapi bibirnya melengkung membentuk senyum yang tidak sampai ke matanya.

"Lo inget William?"

Aqeela menelan ludah. Dadanya terasa sesak, seakan udara di sekitarnya menipis. Nama itu... sudah lama tidak terdengar. Nama yang seharusnya terkubur bersama semua kenangan buruk yang ia coba lupakan.

Flavio melangkah mendekat, suaranya masih santai, tapi ada ketegangan yang jelas terasa di udara. "Lo lupa, atau lo pura-pura lupa?"

Aqeela mundur setengah langkah tanpa sadar. "Gue..."

Dia tidak bisa menjawab. Semua kenangan yang ia coba buang kini kembali menghantamnya dengan kasar.

Noel memperhatikan ekspresi Aqeela yang berubah drastis, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Flavio, cukup."

Flavio hanya melirik sekilas ke arah Noel, lalu kembali fokus ke Aqeela. "Gue cuma mau tahu satu hal, Qeela. Lo beneran gak inget, atau lo cuma pura-pura nggak tahu biar hidup lo tetap nyaman?"

Aqeela terdiam.

Harry yang sejak tadi menahan diri akhirnya buka suara. "Flavio, kalau lo punya masalah, selesaikan dengan cara yang benar. Bukannya—"

"Gue nyebarin berita itu?" Flavio memotong, nadanya penuh ejekan. "Kenapa? Lo pikir Aqeela gak pantas buat tahu apa yang sebenernya terjadi?"

Aqeela mengepalkan tangannya. Napasnya berat, matanya mulai memanas. "Lo... jadi beneran lo yang ngelakuin ini?"

Flavio tertawa pelan. "Lo baru sadar sekarang?"

Aqeela merasa perutnya melilit. Hatinya berkecamuk antara marah, kecewa, dan... ketakutan. Dia tidak pernah mengira orang yang selalu ada di sisinya selama ini adalah orang yang diam-diam ingin menghancurkannya.

Flavio melipat tangannya di dada, ekspresinya sulit ditebak. "Lo mau tahu kenapa? Mau tahu apa yang bikin gue ngelakuin ini?"

Aqeela tidak menjawab, tapi air mata yang mulai menggenang di matanya cukup menjadi jawaban.

Flavio menatapnya dalam. "Karena lo hidup dengan tenang, sementara William gak bisa."

Sekali lagi, nama itu disebut.

Aqeela merasakan tubuhnya bergetar hebat.

"Flavio..." suaranya bergetar.

Flavio tersenyum tipis, tapi sinis. "Dulu, kita bertiga itu sahabat. Lo, gue, dan William. Tapi setelah kejadian itu, cuma lo yang bisa lanjut hidup kayak gak ada yang terjadi."

Aqeela menggeleng. "Enggak... lo salah paham. Gue gak pernah—"

"Tapi kenyataannya lo tetep hidup, kan?" Flavio menyela dengan tatapan tajam. "Sementara William? Lo bahkan gak pernah nyari tahu apa yang sebenarnya terjadi ke dia."

Aqeela terdiam. Dia merasa dunia di sekitarnya mulai berputar.

Harry dan Noel saling bertukar pandang, mencoba memahami situasi, tapi jelas sekali mereka tidak tahu detail cerita ini.

Noel akhirnya angkat bicara. "Flavio, kalau ini tentang masa lalu, lo harusnya ngomong baik-baik, bukan malah—"

"Baik-baik?" Flavio terkekeh, tapi matanya gelap. "Kalian pikir gue gak pernah nyoba? Gue tunggu Aqeela buat sadar sendiri, buat inget apa yang udah dia lakuin. Tapi apa yang gue dapet? Dia terus senyum, ketawa, seakan semuanya baik-baik aja."

HARQEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang