Part 29. Perhatian Ayah Mertua

26.5K 175 24
                                        

Pagi itu Inaya awali dengan mengajar pelajaran di kelas 2 IPA 3. Suasana kondusif sampai seorang siswa masuk sambil menunjukkan senyuman tipis.

"Tristan! Darimana aja kamu? Kenapa jam segini baru masuk?" tanya Inaya setengah membentak.

Yang ditanya justru dengan santainya duduk di kursinya lalu berkata. "Habis dari kantin, Bu!"

"Kenapa lama sekali? Ini udah lima belas menit sejak bel masuk! Kamu tau aturan, gak?!" Inaya mengatakannya dengan penuh emosi.

Meski wanita, tapi sebagai guru dia harus punya wibawa terhadap muridnya. Jangan sampai anak didiknya menyepelekannya.

"Daripada ibu udah bel bunyi masih di ruang kepala sekolah. Lagi ngapain, sih?" jawab Tristan santai.

Namun nada polosnya membuat Inaya membeku. Wajahnya berubah pucat dan tangannya menjadi dingin. Tristan hanya tersenyum miring seperti tidak tahu apa-apa.

Ketika seisi ruangan menjadi sunyi, mereka dibuat menoleh saat satu orang lagi muncul dari arah pintu ruang kelas.

Tak terkecuali Inaya. Alisnya tertutup melihat penampilan seorang siswi yang baru saja datang. "Dinda, kamu darimana? Kenapa pakaianmu kusut begitu?"

Dinda sedikit gelagapan. "Anu, Bu. Tadi saya dari toilet. Buru-buru soalnya udah bel jadi gak sempet ngerapiin baju."

Inaya melihat penampilan Dinda dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kerah bajunya miring, ujung baju sebelah kanan masuk ke dalam rok sedangkan yang kiri keluar, kaos kakinya pun panjang sebelah.

"Kamu habis ngapain emang di toilet?" Inaya penasaran. Ia curiga dengan apa yang dilakukan oleh salah satu muridnya itu.

"Eng...itu..."

"Habis colmek, Bu! Hahaha..." seru salah satu murid lalu diikuti tawa dari murid yang lain.

"Sssttt...!!! Diam semuanya! Jangan berisik. Ini masih jam pelajaran," kata Inaya tegas. Dia kembali fokus kepada Dinda.

"Ya, sudah. Kamu balik ke mejamu, sana! Jangan diulangi lagi, ya!"

Dinda tersenyum sambil membungkukkan badannya. Dia kemudian berjalan menuju mejanya.

Matanya melotot saat melewati meja yang ditempati Tristan. Lelaki itu hanya cengar-cengir sendiri melihat kondisi Dinda saat ini yang bisa dikatakan kacau.

Setelah itu, Inaya kembali melanjutkan materi yang sedang mereka bahas. Namun suasananya terasa berbeda. Apalagi setelah ucapan Tristan mengenai keberadaannya di ruang kepala sekolah.

"Apa dia liat aku pas di ruangan pak Rahmat, ya?" batin Inaya. Alhasil selama pelajaran berlangsung matanya berkali-kali tertuju ke arah Tristan.

Tristan pun sadar namun memilih mengabaikannya. Jam pelajaran berakhir. Inaya membereskan peralatan mengajarnya sebelum kembali ke ruang guru.

"Tristan!" panggil Inaya ketika anak itu berjalan di depan meja guru untuk keluar dari kelas. Tristan menengok. "Ada apa, Bu guru?"

"Mau kemana kamu? Bukannya habis ini ada pelajaran lagi?"

"Mau ngadem dulu di luar, Bu. Daritadi diliatin terus bikin agak gerah," jawab Tristan sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya sendiri.

Inaya merasa tersindir. Setelah Tristan berlalu, dia bangkit dan berusaha menyusulnya. Bagaimana pun juga ia tidak tenang soal apakah anak itu mengetahui sesuatu tentang hubungannya dengan pak Rahmat.

"Tristan, tunggu!" Inaya menahan bahu Tristan hingga dia menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Kamu tahu sesuatu?"

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang