Emak gua Fujoshi

BAB 3

David POV.

Kalian tahu, gue sekarang sedang sedih. Gue kangen sama emak, biasanya pagi-pagi dia sudah ngomel nyuruh gue bangun dan mandi atau nyuruh gue sarapan. Kebiasaan emak adalah membuat jantungan, tapi itu mengajarkan gue kewaspadaan. Setiap kali ada mahasiswa lain mau nyerang gue dari belakang, gue sudah terbiasa dan sigap menghadapinya. Gue meremas rambut frustrasi. Gue keluar rumah dan mengunci pintu.

“Dek David, mau ke kampus ya?” tanya Pak Atim, dia lagi mandiin burung perkututnya. Pak Atim ini juragan empang. Hobinya melihara burung. Dia ini naksir sama emak, tapi emak ogah karena istri Pak Atim udah dua. Itu juga yang keliatan, yang enggak ketahuan belum tentu dua, mungkin tigaaa. (Pakai gaya Sarimi isi dua.)

“Iya, Pak, mau ke kampus.”

“Aduh jangan bapak dong, papi gitu.”

“Maunya. Maaf Eyang, saya berangkat dulu,” kata gue ngebut sampai burung perkututnya terkejut dan merungkut.

Sepanjang di kampus gue resah, gelisah, menunggu di sini tempat yang kau janjikan. Lah, malah nyanyi. Gue ketularan si emak dah. Iya dong, wong anaknya. Emak gue tuh jagonya nyanyi. Meskipun aneh dan absurd, tapi suaranya ngalahin suara Elvi Sukaesih. Emak suka banget lagu dangdut. Biasanya dia nyanyi sambil jemur kolor punya gue atau lagi nyiram kembang di taman depan rumah. Emak itu seneng banget bunga melati, ini emak gue sebenarnya titisan Nyai Roro Kidul atau apa ya? Gue lagi ngaduk-ngaduk makanan di piring, galau banget gue karena emak gue sudah lima hari enggak ada di rumah. Ya … dan itu salah gue.

Ceritanya, lima hari lalu gue diajak ke pesta Cerry. dia adalah mahasiswi seksi dari kampus sebelah. Gue dan teman-teman datang dan kami minum, gue mabuk dan bahkan pulang pun diantar Aming, gue terpaksa meneleponnya. Aming bawa motor dan gue lihat emak masih nonton film Pengabdi Setan di ruangan tengah, nungguin gue.

“David, aduh si kasep baru pulang? Astaga, kamu teh mabuk?” Emak mengomel. Dia mendudukan gue di kursi, tapi gue menolak dengan kasar.

“Apa peduli Emak, hah?! Emak sama sekali enggak peduli perasaan David. David malu punya ibu kayak Emak. Teman-teman David meledek David dan bilang kalau Emak aneh. Apa bapak juga ninggalin Emak karena Emak aneh? David benci sama Emak.”

“David, maafkan Emak, Nak.”

“Lepas! David bukan anak Emak, anak Emak tuh Chucky sama Anabelle!”

Dan yeah, paginya Emak enggak ada di rumah. Chucky dan Anabelle masih ada di kamar, dan gue enggak tahu emak ke mana. Gue mencarinya ke mana-mana, sampai mencari ke pelosok kuburan. Ya kali, kan emak gue orangnya absurd. Gue nyesal udah membentak emak. Bagaimanapun juga dia yang sudah melahirkan dan membesarkan gue yang tampan ini. Emak gue tidak pernah keluar rumah, paling ke depan beli kerupuk balik lagi. Gue khawatir, bagaimana kalau dia dijahati orang, tapi itu mustahil. Mana ada yang mau jahatin emak?

***

Normal POV.

Hana tahu dia salah, dia berpenampilan begitu karena dia enggak mau dilecehkan, bagaimanapun predikat janda selalu jelek seperti lagu dangdut yang sering dinyanyikannya. Janda bodong lah, mabuk janda lah, dan janda-janda lainnya. Tapi dia beda, dia bukan janda seperti itu. Dia jalak alias janda galak, bukan jadol janda dodol. Meski suka dodol tapi dodol yang berkualitas seperti bapaknya si David yang dia mau. 

Hujan turun membasahi bumi. Ini miris, mirip di sinetron Hidayah Indosiar. Di mana si ibu diusir lalu menjadi gelandangan sedangkan anak dan menantunya bersenang-senang dan terkena azab, pantat bisulan. Oke itu aneh.

“Tante, apa yang Anda lakukan malam-malam begini?” tanya seseorang memayungi tubuhnya. Matanya teduh, alisnya tebal, bibirnya merah muda tampak penuh dan basah, bulu matanya lentik. Satu kata untuk menyebutnya, dia cantik, tapi berbatang. Ya emak tahu lah, wong keliatan menonjol gitu, mirip punya anaknya, meski punya anaknya lebih besar karena dia rajin memberinya makan bergizi seimbang.