Bab 13

41K 3.9K 143
                                        

Gimana? Aku double up, kan? >⁠.⁠<

Hampir semua di sana menunjukkan ekspresi menahan tawa. Kay terkekeh geli, tapi tetap mengambil obat yang katanya manis dari sang kakak itu.

"Ini manis?" tanya si bungsu menatap Raka dengan tawa kecil yang masih mengudara.

Raka mengangguk hingga poninya bergerak tuing-tuing. Ia tersenyum menampakkan gigi dan lesung pipinya. Heum, pasti sang adik suka obat manis pemberiannya, bukan? Raka kasihan jika Kay terus saja menelan paitnya obat.

"Yang ini juga maniss!" Evan tiba-tiba bersuara. Gemas sekali dia, tangannya tak tahan untuk tidak mencubit pipi Raka dengan sedikit keras, yang mana membuat si empu langsung dilanda badmood.

"Epan, hutang kamu nambah. Jadi dua juta," kata Raka tak mau dibantah. Evan? Dia hanya tersenyum paksa. Adiknya ini seperti bukan seorang adik, tapi pemalak.

"Makasih, ya, Kak. Aku suka obatnya." Suara Kay kembali terdengar. Anak itu tersenyum lebar dengan bibir pucatnya

Raka menoleh pada Kay, kemudian men-pat-pat kepala adiknya pelan. Oh astaga, bukankah dia seperti seorang abang yang baik? "Sama-sama."

Gisel yang duduk di sofa panjang bersama Bastian hanya tertawa geli. Anak keempatnya itu begitu lucu. Kemana dia selama ini hingga baru mengetahuinya?

Sementara Athan sedari duduk diam. Berkedok bermain ponsel, hanya untuk menahan rasa ingin tersenyum. Namun, tertutup wajah datar bak keramik kamar mandi itu.

"Raka," panggil Ivan mendadak, dia masih duduk di sofa dengan posisi menyender. "Abang capek. Peluk?" pintanya merentangkan tangan.

Raka melangkah ke arah Ivan, lalu menumpahkan berat badannya tepat di atas badan sang abang. Ivan tertawa, dirinya mendekap erat tubuh yang lebih muda.

Ah, seketika lelahnya hilang kalau begini.

•••

Saat ini, keadaan sudah seperti sedia kala. Kay sudah kembali dari rumah sakit, orang tua juga lekas bekerja seperti semula. Hanya saja, ada satu orang yang menambah isi dalam mansion sekarang.

Sulung Alandra itu sekarang tengah memperhatikan si adik ketiganya yang lagi asik nonton televisi sembari mengemut permen tangkai, sendirian. Anak itu menampilkan ekspresi berbeda-beda, kadang tertawa kecil, dan yang membuat kaget, setelah tertawa ekspresinya dengan kilat berubah datar.

Sebelum ke Amerika dan masih menetap di sini, Athan tidak pernah melihat Raka se-anteng ini. Ada saja kelakuannya yang membuat orang harus menegur dan muak terhadapnya.

Tapi kini yang Athan lihat, Raka sangat berbeda. Pembawaannya tenang tanpa ada aura kesialan di sekelilingnya.

Dari mana Athan melihat sang adik sekarang? Dari balik salah satu pilar mansion dengan gerakan sembunyi-sembunyi, seperti seorang maling.

Saat mata hitam sedalam lautan itu tak sengaja menangkap seorang yang berjalan nyaris mendekatinya, Athan segera keluar dari persembunyian. Pura-pura berjalan santai menuju ruang tengah yang terdapat Raka duduk di sana.

Ivan berhenti sejenak, ketika abang sulungnya tiba-tiba muncul dan melangkah santai melewatinya. Darimana dia datang?

Lantas, Ivan tak memperdulikannya lagi. Dia memilih menghampiri Raka-adik kesayangannya itu.

"Raka, kamu ngapain di sini?" tanya Ivan meletakkan tangannya di atas kepala Raka. Matanya sedikit melirik Athan yang duduk di sofa single tak jauh dari mereka.

Raka mendongak, dia menunjuk televisi dengan dagunya. "Nonton si kuning," jawabnya asal-asalan.

Sedetik kemudian, mata Raka berubah serius. Dia menatap layar televisi yang kebetulan menampilkan Squidward dengan muka datarnya. Tanpa sadar, anak itu melirik Athan.
Eh? Kok hampir sama dengan wajah abang sulungnya.

Setelah itu, Raka menggelengkan kepala. Tidak, tidak, tidak. Wajah Athan lebih mirip kayak keramik kamar mandi.

"Ipan duduk," suruh Raka. Memangnya Ivan tidak lelah berdiri sedari tadi?

Ivan mengangguk, dia duduk di samping Raka dengan menempel layaknya perangko.

Raka, sih tidak apa-apa. Tapi, Ivan malah menyender di bahunya dengan tangan yang melingkar di pinggangnya.

"Ipan, kamu berat. Kebanyakan dosa, pasti."

Ivan mendengus pelan. "Gak, ya."

"Dosa kamu pasti suka sembarangan letakkin semp-hmpp!" Mulut laknat adiknya segera Ivan bekap sebelum didengar oleh si sulung.

Bisa gawat. Abang pertamanya itu cinta kebersihan, kalau dia sampai tahu kebiasaan Ivan, bisa-bisa dirinya dihukum dengan membersihkan seluruh isi mansion.

Raka menggigit tangan kurang ajar yang berani menutup mulutnya, membuat si empu memekik sakit. "Ipan, bau tau!"

Ivan meringis sebentar. Kemudian meletakkan telunjuknya di bibir, menyuruh Raka untuk diam. "Sstt.." Dia melirik Athan yang juga sedang menatap ke arahnya dengan wajah datar bercampur bingung. Ivan hanya menyengir.

Athan mendengus, lalu lanjut bermain ponsel seperti tidak terjadi apa-apa.

"Kakak, ayo main!" Tiba-tiba terdengar suara Kay, membuat semua di sana mengalihkan pandangannya. Si bungsu itu berlari diikuti Evan dari belakang.

"Kay, jangan berlari," tegur Athan.

Kay sedikit menormalkan pernapasannya. "Ayo, main!" ajaknya sekali lagi dengan riang.

"Main apa?"

"Challenge!" jawab Kay, kemudian meletakkan sebuah botol dan beberapa kertas di atas meja.

"Nanti kita bakal duduk melingkar, terus botolnya diputar. Kalo botolnya berhenti di salah satu pemain, dia harus ambil satu kertas yang ditumpukkan paling atas, dan lakuin apa yang ditulis di kertas itu."

"Ready?"


Hayoo, penasaran sama tantangannya? >⁠.⁠<

Dikit aja dulu

Vote dan komentarnya, beb 💋

Raka Alandra (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang