[17] Klarifikasi Meja Panjang

576 128 55
                                    




Suara benturan kecil piring kompartemen terdengar saling bersahutan saat ia tiba di kantin GEA. Ruangan luas itu sudah tampak ramai. Beberapa meja sudah penuh. Dan antrianpun sudah memanjang. Seandainya lambungnya tidak meronta-ronta, Zeze pasti memilih tidur saja di ruang kapsul daripada harus berhadapan dengan keempat temannya yang sudah menunggu di sana. Lebih gilanya lagi... mereka telah menyiapkan makan siang untuknya disertai jus jeruk yang bertengger di atas meja panjang itu.

Luar biasa sekali.

Harusnya tadi ia tidak menjanjikan penjelasan apapun. Kalau sudah begini, ya… sudahlah.

"Sini... Sini...," Didi mempersilahkan Zeze duduk di antara Fiyu dan Rico.

"Makan dulu, makan dulu," ucap Rico sambil mendekatkan piring kompartemen milik Zeze.

Hanya Kelly yang kini tampak pura-pura tidak tertarik. Namun Zeze tahu, dari bahasa tubuhnya, betapa wanita itu sedang menahan tawanya sekarang.

Sialan.

Memang Zeze akui, sejak insiden waktu itu. Beberapa orang di sana mulai melirik-liriknya. Faktanya, ia bukan tipikal orang yang bisa dengan mudah mengabaikan, meskipun secara teori ia paham how to act. Buktinya ia selalu overthinking. Memikirkan resiko-resiko terburuk hanya supaya ketika ia terjatuh, ia sudah lebih dulu siaga.

Sebab jatuh dalam keadaan baik-baik saja itu jauh lebih sakit. Seperti situasi hidupnya yang sekarang.

"Ayo Ze, makan yok makan!" ajak Didi sembari menyendok nasinya.

Bisa lebih natural nggak ini gelagatnya? gerutu Zeze dalam hati.

"Udah deh, kalian nggak perlu pura-pura! Mau tahu apa soal gue?!" tembaknya langsung.

"Jangan terlalu peka kenapa sih, Ze. Belum juga intro," sahut Kelly cengengesan.

"Eugh...!" Zeze memutar bola matanya.

Lalu tiba-tiba—di sisa meja panjang yang mereka tempati—Dimas menyusul. Pria itu meletakkan piring kompartemennya lalu bersedekap menatap Zeze.

"Jadi sebenarnya hubungan lo sama Pak Gavin, apa?" Dimas memajukan tubuhnya.

"Ya ampun, Mas Dim. Sabar dulu ngapa! Kita juga lagi interogasi ini, tapi yang smooth gitu lho!" ucap Rico gemas.

Zeze menarik napas panjangnya sekali, lalu ia hembuskan dengan panjang pula. Betapa banyaknya orang-orang kepo dengan urusannya. Ini masih belum tahu saja fakta yang sebenarnya, bagaimana jika mereka tahu bahwa dirinya dan Pak Gavin sudah menikah? Itu akan ribuan kali lebih viral dari video ndlosor-nya waktu itu. Bukan hanya di kantor, tapi juga di media.

Oke, rileks.

“Kami nggak ada hubungan apa-apa!” ucap Zeze tegas. Lalu berlagak cuek dengan menyendok makan siangnya.

"Eeyy... nggak ada hubungan apa-apa tapi kok Pak Gavin bisa sepanik itu?" Fiyu meneleng curiga.

"Terus kenapa tiba-tiba Pak Gavin nyamperin ke ruang kesehatan sampai ngebopong segala?" sahut Didi menekan.

"Nggak mungkin nggak ada apa-apa kalau sampai Pak Gavin sepeduli itu!" Rico menambahkan. "Lo lihat kan, gimana cara dia menyingkirkan kita semua di ruang kesehatan?" dia menirukan gaya Gavin saat membelah mereka. “Udah kayak suami-suami yang panik lihat bininya kenapa-kenapa.”

Zeze memejam dengan bibir menipis.

"Sampai segitunya?" Dimas memandang takjub pada para saksi. “Nggak pernah loh Pak Gavin kayak gitu!” ucapnya semakin membakar bara api.

THE NIGHT BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang