─ .✦ Bab 15 : A Small Riddle

29 22 3
                                        

🪔🪔🪔

Angin siang berembus hangat, mencoba menyapu sisa-sisa aroma hujan yang masih lengket di tanah. Di sudut kota Staraa, sebuah kedai usang berdiri tegak dengan lampu terarah membanjiri ruangannya. Jalanan becek dan gang sempit menjadi pengantar menuju kedai lapuk itu.

Sesosok gadis berjubah hitam melompat di antara atap-atap gedung yang berimpitan. Jubahnya berkibar sebelum kakinya mendarat sempurna di tanah. Setelah menoleh secara bergantian ke kanan dan ke kiri, ia segera memasuki toko berplang "Antique" sambil membuka tudung jubahnya.

Hak sepatunya menginjak lantai kayu yang berderit pelan-menciptakan irama sumbang yang memekakkan telinga.

"Kau sudah pulang, Kirara." Ucap lelaki berjenggot putih yang sedang menuangkan teh ke gelas besar. Sementara Kirara, gadis yang dimaksud pria tua itu hanya berlenggak lenggok memutari ruangan dengan santainya.

"Di mana letak gerbangnya, Hollwen? Apa sudah diubah sejak aku terakhir kemari?"

Hollwen, pria paruh baya itu menghela nafas, dan menunjuk rak buku paling tengah di belakang Kirara. "Oh? Aku hampir lupa. Perjalanan ke kota sedikit mengacaukan ingatanku." Celetuknya sambil menonjok pelan kepalanya, kemudian menarik buku paling kanan di baris ketiga rak tersebut.

Kreek... Bunyi roda mekanik yang berputar dari balik rak menggema di kedai kecil tersebut, dan akhirnya, suaranya berhenti. Tepat ketika rak itu selesai bergeser ke kanan, membuka pintu gerbang rahasia menuju markas asli mereka.

De Mythoria.

Dengan langkah mantap, Kirara segera mengayunkan kakinya, melewati lorong panjang yang akan membawanya ke hutan terlarang-yang berada jauh di belakang pusat kota. Hutan itu dipenuhi kabut tebal, menyesatkan siapa saja yang tidak berhati-hati dalam melangkah. Kecuali untuk anggota De Mythoria yang pasti sudah terlatih, contohnya Kirara.

Sebuah kastil tua yang tersembunyi di hutan belantara, berdiri kokoh. Dinding marmernya gelap dan lumutan serta batu-batu kristal yang tajam berbasis rapi di sekeliling bangunan, layaknya penjaga.

Setelah melewati beberapa ruangan dan koridor, sampailah Kirara ke ruangan utama. Ruangan dimana para anggota berkumpul dan menyiapkan rencana. Satu ruangan sebelum ke singgasana sang pemimpin utama. Di ruangan itu, tampak seorang pemuda-menggunakan kaos petarung sedang bersandar di dinding dengan senyum sinis.

"Tidak gagal lagi rupanya."

"Tutup mulutmu." Kirara melempar belati kecilnya, menancap hanya beberapa inci dari rekannya-cukup dekat untuk membuatnya berpikir dua kali.

Kirara menghela napas pelan, melepaskan sarung tangan kulitnya sambil berkacak pinggang ke pemuda di sudut ruangan. "Sepertinya tidak banyak yang berubah di sini," ucapnya, suaranya terdengar menyinggung sikap sang rekannya yang selalu diam tapi menyebalkan.

Pemuda itu hanya menyandarkan dirinya ke dinding, tangan terlipat di depan dada. "Kau pergi cukup lama. Kupikir kau menikmati waktu di kota lebih dari yang seharusnya," ujarnya, nada bicara tenang tapi jelas menyelipkan sindiran halus.

Kirara menoleh sekilas, matanya menyipit kesal sebelum akhirnya melompat duduk di salah satu meja, mengayunkan kakinya dengan santai.. "Aku tidak punya waktu untuk hal semacam itu, asal kau tahu. Aku hanya berkeliling mengamati aktivitas kota. Seharusnya kau menghiburku, bukan mengoceh begini. Dasar, kau selalu terdengar seperti kakek-kakek yang lelah hidup" Protesnya memalingkan muka sambil merengut.

Pemuda itu tidak bereaksi, hanya menarik napas perlahan. "Lebih baik lelah hidup daripada terlalu banyak bicara sepertimu."

Kirara tidak menjawab. Ia hanya mengabaikan tatapan sinis dari pemuda itu sambil menggembungkan pipi, memilih untuk fokus pada hal yang lebih penting. "Pemimpin utama ada di singgasananya, kan?" tanyanya akhirnya, mengalihkan topik.

Diamas : The Clandestine of Millgrien Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang