"Tubuhmu sempurna... padat, berisi, ramping, dan begitu menggoda. Bahkan aromamu membuatku ketagihan. Aku ingin menikmati setiap inci darimu, sayang."
_________
Shadowbrook Camp - nama yang sudah dikenal luas. Destinasi favorit bagi para siswa yang...
Waktu terus berlalu, meninggalkan jejak kenangan di setiap sudut Shadowbrook Camp yang masih diselimuti aura misteriusnya. Enam bus pariwisata perlahan melaju, membawa rombongan siswa yang masih enggan untuk menoleh ke belakang. Tak seorang pun berani melangkah lebih jauh, seolah ada sesuatu yang tertinggal di tempat itu, sesuatu yang belum terungkap sepenuhnya.
Belum ada yang tahu apa yang akan terjadi jika mereka masih bersikeras mencari tahu. Daripada bertaruh nyawa, lebih baik menyimpan rasa penasaran yang terus membekas dalam benak para rombongan.
Bus yang membawa mereka pulang dari Shadowbrook Camp melaju stabil di jalanan yang mulai gelap. Sebagian besar murid sudah terlihat lelah, beberapa sibuk dengan ponselnya, sementara yang lain tertidur dengan kepala bersandar ke kaca jendela.
Di bangku paling belakang, Lyora kembali mengangkat cermin kecil ke lehernya. Tulisan itu masih ada di sana, jelas terbaca di kulitnya. Ia tidak perlu menebak siapa dalangnya. Sudah pasti monster sialan itu yang bertanggung jawab.
"Lover? Kekasih maksudnya?" suara Roro tiba-tiba memecah keheningan. Mata gadis itu melebar saat melihat tato di leher Lyora. Tanpa permisi, tangannya langsung menyibak rambut sahabatnya untuk melihat lebih jelas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Anjir, sejak kapan lo punya tato, Ly? Perasaan kemarin nggak ada deh," ucapnya heran. "Ini maksudnya lo cinta mati sama Kak Arsa?"
"Bukan!" sahut Lyora cepat, menyentak tangan Roro agar menjauh.
Calista, yang duduk di sebelah Roro, menoleh dengan ekspresi penasaran. "Itu tato asli atau tempelan?"
Lyora terdiam sesaat, berusaha menyusun jawaban yang masuk akal.
Mereka duduk di barisan paling belakang. Vania ada di pojok kanan, di sebelahnya Calista, lalu Roro, dan terakhir Lyora. Bangku di sisi kirinya kosong. Beberapa murid di didepan mereka asyik dengan dunianya masing-masing.
"Tato asli, Lis. No KW," jawab Roro duluan, sebelum Lyora sempat berbicara. "Tapi Ly, lo sadar nggak sih? Sekolah kita ngelarang murid punya tato. Lo nekat banget."
Lyora menghela napas panjang. Harus jawab apa? Ia bahkan tidak pernah terpikir untuk mencoret tubuhnya seperti ini. Tapi bilang kalau Draeven adalah pelakunya? Sama sekali bukan opsi yang bagus.
Monster sialan itu benar-benar menyusahkan hidupnya!
"Gu-gue lagi coba pengalaman baru," akhirnya ia berbohong. "Kemarin gue nutupin pakai rambut biar nggak ketahuan kalian."
Calista mendecak kesal. "Lo cari masalah sendiri, Ly. Patah hati boleh, tapi nggak perlu balas dendam ke Kak Arsa pakai cara tolol kayak gini."
Vania yang sedari tadi diam segera menyikut lengan Calista. "Ucapan lo kelewatan, Lis."
"Lo jangan asal nuduh! Gue nggak ngelakuin ini buat mancing perhatian Arsa!" bentak Lyora, emosinya terpancing. Ia tidak sebodoh itu untuk terus terjerat dengan mantan brengseknya.